Debat Capres 2019, Antara Hantu Komunisme dan Bayang Radikalisme

Daftar Isi

    Foto: Calon presiden Prabowo Subianto dan Joko Widodo diprediksi akan saling meyakinkan publik sebagai pihak yang paling pancasilais dalam debat keempat antar capres, Sabtu (30/3).

     LancangKuning.Com, JAKARTA -- Calon presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto diyakini bakal memanfaatkan panggung debat keempat, Sabtu (30/3) malam, untuk menepis isu seputar komunisme dan radikalisme. Kedua capres juga diprediksi berlomba meyakinkan publik sebagai pihak paling Pancasilais.

    Debat capres sendiri akan mengusung tema seputar ideologi, pertahanan dan keamanan, pemerintahan, dan hubungan internasional.

    "Debat nanti akan jadi ajang saling konfirmasi siapa yang anti-Pancasila dan siapa pancasila, jadi seakan ada orang atau kelompok yang ingin coba ganti Pancasila dan NKRI dengan [ideologi] lain," kata pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Adi Prayitno saat berbincang, Kamis (28/3).

    Isu komunisme dan radikalisme memang masih menjadi momok bagi Jokowi dan Prabowo.

    Untuk Jokowi, sudah sejak lama capres nomor urut 01 itu diterpa isu dekat dengan kelompok komunis. Dia bahkan pernah difitnah anak kader Partai Komunis Indonesia.

    Beberapa kali Jokowi membantah isu itu dan menyatakan sebagai hoaks. Namun hantu Jokowi komunis tak sepenuhnya hilang. Dalam suatu acara Jokowi bahkan pernah menyebut masih ada sekitar enam persen atau sembilan juta masyarakat yang percaya dirinya terkait PKI.

    Hal itulah yang dikhawatirkan bisa menggerus elektabilitas Jokowi. Menurut Adi, debat capres bisa jadi panggung pamungkas membantah isu PKI tersebut.

    Jokowi, lanjut dia, harus menjelaskan dan memberikan konfirmasi secara rinci terkait tuduhan dirinya didukung kelompok pro komunis.

    Selain itu, lanjut Adi, Jokowi juga harus memberikan penjelasan secara komprehensif terkait langkah pembubaran yang dilakukan terhadap Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

    Menurutnya, penjelasan itu perlu dilakukan menggingat pembubaran HTI dilakukan pemerintah dengan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terlebih dahulu, bukan melalui mekanisme hukum yang sebelumnya diatur dalam UU Ormas.

    "Jokowi harus menjelaskan ke publik seberapa bahaya HTI sehingga dibubarkan dengan perppu yang logikanya mengandaikan kita dalam kondisi genting. Kalau HTI sedang menjadi ancaman nyata, mengapa (rezim) sebelumnya tidak seperti itu," ucapnya, dilansir dari CNN Indonesia.

    Untuk Prabowo, Adi memprediksi panggung debat bakal dimanfaatkan untuk menghapus stigma soal kedekatannya dengan kelompok islam garis keras yang ingin mengganti ideologi negara.

    Stigma Prabowo dekat dengan kelompok radikal tak lepas dari aliran dukungan sejumlah tokoh yang terkenal keras.

    Imam besar Front Pembela Islam, misalnya, yang selama ini dikenal publik sebagai tokoh islam yang cukup keras, sudah terang-terangan mendukung Prabowo.

    Hasil survei LSI Denny JA memperkuat stigma itu.

    Dari survei yang dilakukan 18-25 Februari 2019 di 34 provinsi, peneliti LSI Denny JA Ardian Sopa mengatakan selama kurun waktu enam bulan dukungan atas Prabowo-Sandi lebih unggul pada segmen pemilih muslim yang orientasi politiknya menilai Indonesia harus seperti dunia Timur Tengah atau Arab yakni 54,1 persen.

    Adi mengatakan Prabowo tak cukup sekadar memberi penjelasan untuk menepis stigma didukung kelompok garis keras. Prabowo juga harus membeberkan kebijakan komprehensif yang akan diambil terhadap kelompok radikal bila kelak menjadi presiden.

    "Kalau Jokowi punya modal berani lawan kelompok radikal yang anti-Pancasila semacam HTI, nah kebijakan politik Prabowo hadapi kelompok radikal seperti HTI seperti apa? Mau dirangkul, diajak berteman, sambil dididik sebagai warga negara yang baik atau seperti Jokowi?" ucapnya.

    Lebih dari itu, Adi menilai, dua capres juga harus menyampaikan gagasan atau ide baru yang akan dikerjakan untuk menguatkan ideologi bangsa di masa mendatang.

    Menurutnya, penguatan ideologi bangsa harus dilakukan lewat pembangunan pendidikan demokrasi dan kebudayaan, bukan sekadar pembentukan lembaga atau badan khusus di pemerintahan.

    Berangkat dari itu, Adi mengaku menunggu Jokowi dan Prabowo menyampaikan ide atau gagasan yang mendorong penguatan ideologi bangsa lewat dunia pendidikan, seperti revisi kurikulum.

    "Pembahasan ideologi ini diharapkan sampai membahas kurikulum di pendidikan," ujarnya. (LKC)

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Debat Capres 2019, Antara Hantu Komunisme dan Bayang Radikalisme
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar