Ini Penyebab Seribu Nyawa Anak Bangsa Melayang

Daftar Isi

    Foto: Virus Corona (Covid-19)

    Lancang Kuning, JAKARTA -- Kasus kematian pasien positif virus Corona (Covid-19) di Indonesia sudah menembus 1.000 jiwa hari ini.

    Berdasarkan data nasional yang dilihat dari situs covid19.go.id, jumlah kasus positif corona atau Covid-19 di Indonesia, Selasa (12/5) mencapai 14.749 kasus. Sebanyak 1.007 di antaranya meninggal, dan 3.063 orang sembuh.

    Baca Juga: 'Liku-Liku' Perppu Corona Hingga Digugat ke MK dan Satu Fraksi yang Menolak

    Sehari sebelumnya, Senin (11/5) data corona nasional adalah 14.265 kasus positif, sementara jumlah pasien meninggal berjumlah 991 orang, dan pasien sembuh 2.881 orang. Kasus positif corona di Indonesia sendiri kali pertama diumumkan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada 2 Maret 2020.

    Baca Juga: Tanda Bahwa Medsos Sudah Berdampak Buruk Bagi Kehidupanmu

    Mengevaluasi lebih dari dua bulan berjalan penanggulangan corona di Indonesia, dalam perbincangan dengan CNNIndonesia.com kemarin Epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan tingkat kasus kematian (Case Fatality Rate/CFR) akibat Covid-19 di nusantara ini masih lebih tinggi dari rata-rata dunia.

    Baca Juga: Makanan Khas Pekanbaru

    Ia merujuk pada Badan kesehatan dunia (WHO) yang menyatakan CFR rata-rata dunia berada di angka 3,4 persen, sementara CFR Indonesia sebesar 7 persen.

    Untuk wilayah Asia Tenggara, kata dia, CFR Indonesia juga masih yang tertinggi.

    Baca Juga: Tempat Wisata di Riau

    Merujuk penelitian Johns Hopkins University, per 9 Mei 2020, CFR tertinggi kedua setelah Indonesia adalah Filipina (6,6 persen), Thailand (1,9 persen), Malaysia (1,6 persen), dan Singapura (0,1 persen).

    Sementara itu yang nol persen kematian adalah Vietnam.

    Cara penghitungan CFR adalah dengan membagi jumlah kasus kematian dan jumlah kasus positif. Menurut Pandu, persentasi CFR di Indonesia bisa berubah jika turut menghitung angka kasus kematian suspect Covid-19.

    "Orang yang dirawat di RS baik yang confirmed atau yang tidak itu harus dimasukkan dalam perhitungan CFR," ujar Pandu kepada CNNIndonesia.com, Senin (11/5).

    Oleh karena itu, ia menduga angka kasus meninggal dunia Covid-19 di Indonesia sebenarnya jauh lebih banyak dari pada yang diumumkan pemerintah.

    "Kematian yang sesungguhnya jauh lebih banyak," ujarnya.

    Pandu berkata demikian karena di Indonesia kasus kematian suspect Covid-19, baik Pasien Dalam Pengawasan (PDP) maupun Orang Dalam Pemantauan (ODP) tak masuk data meninggal nasional akibat corona.

    "Karena tidak dilanjuti [PDP/ODP]," ujar Pandu.

    Padahal, merujuk pada petunjuk WHO, seharusnya suspect Covid-19 yang meninggal pun diperhitungkan datanya.

    "WHO sarankan bagi negara yang kapasitas tes terbatas, maka kematian PDP harus dianggap sebagai kematian yang disebabkan Covid19, bukan hanya yang terkonfirmasi hasil lab-nya saja," kata Pandu.

    Sementara, di Indonesia sendiri saat ini hanya kasus kematian setelah positif Covid-19 yang diumumkan kepada publik. Pasien suspect yang meninggal lebih dulu sebelum hasil uji lab keluar tidak ditindaklanjuti.

    Seperti diulas pada awal tulisan ini, ada 14.032 kasus positif, dengan 2.698 sembuh dan 973 meninggal. Kasus itu tersebar di 34 provinsi, 373 kabupaten/kota. Sementara itu, per waktu yang sama, pemerintah mencatat 248.690 yang berstatus Orang dalam Pemantauan (ODP) dan 30.317 PDP.

    Untuk hari ini, Selasa (12/5), jumlah data ODP ada 251.861, sementara PDP ada 32.147 orang.

    Sebelumnya, Peneliti Lembaga Biomolekuler (LBM) Eijkman, Iqbal Elyazar mengatakan pemerintah perlu mengeluarkan kurva epidemi sesuai standar ilmu epidemiologi. Dengan kurva tersebut, peneliti bisa melihat tren penurunan atau percepatan Covid-19.

    Menurut Iqbal, data pertambahan kasus di Indonesia yang selama ini disampaikan Gugas Covid-19 tidak bisa digunakan untuk mengklaim penurunan kasus. Sebab pertambahan kasus tersebut merupakan hasil dari uji laboratorium pada hari-hari sebelumnya.

    "Ada jarak antara sampel diambil dengan hasil keluar dan hasil dilaporkan, jadi yang kita lihat itu adalah tambahan konfirmasi kasus, bukan kasus baru," ucap Iqbal, Senin.

    Untuk itu, pemerintah perlu memberikan informasi secara real time mengenai jumlah kasus baru per hari untuk membuat kurva epidemi yang benar.

    "Sudah saatnya pemerintah Indonesia mengeluarkan kurva epidemi, data tersebut sudah tersedia di rekam medis, sistem informasi fasilitas kesehatan dan laporan pemeriksaan laboratorium. Siap untuk dianalisis," jelasnya.

    Kemudian, pemerintah secara transparan menyampaikan data jumlah pemeriksaan PCR dan lamanya waktu pemeriksaan untuk setiap provinsi dan kabupaten/kota. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap kurva epidemi yang akan dikeluarkan pemerintah.

    Langkah terakhir adalah menggunakan kurva epidemi tersebut sebagai salah satu cara menilai pelaksanaan kebijakan pengendalian Covid-19. (LK)

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Ini Penyebab Seribu Nyawa Anak Bangsa Melayang
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar