Daftar Isi
Foto: Seorang anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) melakukan fast rope di atas kapal selam KRI Nanggala-402 saat peringatan HUT ke-69 TNI yang digelar di Dermaga Ujung, Koarmatim, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (7/10/2014). (ANTARA FOTO/Suryanto/nz/rwa)
Ternyata alasannya tidak sederhana. Selain desain kapal selam yang kompleks, tekanan air di dasar lautan yang dalam menjadi penyebabnya.
Lancang Kuning - Kecelakaan kapal selam tenggelam terjadi di perairan Bali.
Tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala 402 saat menjalani latihan di perairan utara Bali menyedot perhatian publik tanah air.
Terlebih upaya evakuasi kapal selam yang mengangkut 53 orang itu belum membuahkan hasil. Sampai saat ini tim pencarian baru menemukan serpihan dan sejumlah barang otentik dari KRI Nanggala 402.
Di tengah insiden kapal selam itu, sebagian publik pun bertanya-tanya soal nasib 53 awak kapal. Mengapa awak kapal tidak keluar dan berenang menyelamatkan diri dari kapal yang tenggelam?
Ternyata alasannya tidak sederhana. Selain desain kapal selam yang kompleks, tekanan air di dasar lautan yang dalam menjadi penyebabnya.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menyebutkan bahwa kapal selam menghilang tidak lama setelah diberikan izin menyelam dan diperkirakan berada di palung dengan kedalaman 700 meter di bawah permukaan air.
KRI Nanggala yang hilang membawa 53 awak kapal dengan cadangan oksigen yang hanya bisa bertahan selama 72 jam.
TNI telah mengerahkan banyak KRI lain untuk melakukan penyelamatan terhadap 53 awak kapal tersebut.
Lalu mengapa para awak kapal selam tidak keluar dari pintu emergency dan berenang ke luar untuk menyelamatkan dirinya sendiri?
Dilansir TribunJatim.com dari Kompas.com, hal pertama yang harus diketahui adalah kapal selam tidak memiliki pintu emergency yang bisa dibuka dengan leluasa.
Pintu kapal selam jauh lebih rumit dari yang dibayangkan karena dirancang agar tidak bisa dimasuki air laut.
Untuk penggantinya, ada kompartemen penyelamat di mana bagian tersebut tidak bisa dimasuki air karena memiliki sistem isolasi walau bagian lain kapal selam telah bocor.
Dilansir dari San Francisco Maritime National Park Association, dalam kompartemen tersebutlah awak kapal menyelamatkan diri.
Kesempatan mereka untuk tetap selamat juga bergantung pada kedalaman air tempat kapal selam tersebut berada.
Apakah yang terjadi jika kru nekat keluar dari kapal di kedalaman 700 meter?
Jika awak kapal membuka pintu kapal selam pada kedalaman tersebut, air akan memasuki kapal dengan sangat cepat dan mebanjiri kapal dalam hitungan detik.
Dalam kedalaman rendah, awak kapal mungkin masih bisa menahan tekanan air yang masuk dan mencoba berenang ke luar.
Namun di kedalaman 700 meter, kondisi air tidak seperti yang dirasakan di kolam renang.
Dilansir dari Schmidt Ocean Institute, tekanan hidrostatis air meningkat sebanyak 1 atm setiap kedalaman 10 meter.
Jika tekanan di udara adalah 1 atm, maka tekanan di kedalaman 700 meter adalah 70 atm.
Sementara manusia hanya bisa bertahan pada tekanan sekitar 3 hingga 4 atm.
Berenang dalam air laut di kedalaman 700 adalah hal yang tidak mungkin bagi manusia, rasanya mungkin akan sama seperti diinjak 100 ekor gajah di kepala.
Saat air masuk ke kapal selam, kurang dari hitungan detik gendang telinga akan pecah, paru-paru akan termampatkan menyebabkan rasa sakit yang luar biasa lalu pecah, selanjutkan akan diikuti oleh pembuluh darah dan organ seluruh tubuh yang ikut hancur.
Sehingga membuka pintu kapal selam dan berenang keluar adalah hal yang mustahil kecuali kapal selam tersebut masih berada di kedalaman dangkal.
Sebagai referensi, kita bisa melihat penyelamatan kapal selam yang pernah terjadi.
Misalnya kapal selam mini Priz AS-28 Rusia yang tenggelam di Samudera Pasifik pada 7 agustus 2005 karena terjerat kabel.
Pemerintah Rusia dibantu Inggris, Amerika Serikat, dan Jepang melakukan pencarian dan mengevakuasi kapal selam.
Setelah posisi kapal dan penyebabnya terjebak ditemukan, tim penyelamat mulai memotong kabel yang menjeratnya.
Dilansir dari Maritime Journal, setelah kabel yang menjerat Priz AS-28 dipotong, tangki pemberatnya di ledakkan sehingga kapal bisa kembali naik ke permukaan.
Sehingga semua awak kru Priz AS-28 bisa selamat setelah 3 hari lebih terjebak dalam kapal tersebut.
Dari hal tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa penyelamatan eksternal (bantuan tim penyelamat) adalah jalan keluar paling baik untuk menyelamatkan awak kapal KRI-Nanggalang-402 yang hilang.
Namun waktu adalah musuh dalam penyelamatan kapal selam.
Awak kapal harus segera diselamatkan sebelum persediaan oksigen habis dan sebelum mereka terjangkit penyakit akibat banyak menghirup karbon dioksida dalam kapal yang tenggelam.
Sementara itu, Mantan Komandan KRI Nanggala-402 Letnan Kolonel Laut Ansori menyebut, kapal selam KRI Nanggala memiliki alat keselamatan yang dibutuhkan.
"Jadi di kapal selam alat keselamatan sudah lengkap dan sesuai dengan standar internasional yang diperlukan oleh seluruh kapal selam-kapal selam di dunia," kata Ansori di Base Ops Lanud I Gusti Ngurah Rai Bali, Jumat (23/4/2021).
Alat keselamatan pun sudah disesuaikan dengan jumlah personel yang ada di dalam kapal selam.
Menurutnya, permasalahan pasti pernah terjadi pada setiap peralatan kapal maupun pesawat.
Meski demikian, personel tentu juga sudah dilatih untuk mengatasi potensi persoalan yang mungkin terjadi.
Selain itu, prajurit TNI juga dilatih untuk bertahan hidup dalam kondisi apapun.
"Terkait masalah, saya rasa di semua pesawat (dan kapal selam) juga mengalami. Semua personel dilatih survive untuk bisa mengatasi trouble (masalah) tersebut," kata Ansori. (LK)
Artikel ini telah tayang di BanjarmasinPost.co.id dengan judul Penyebab 53 Awak Kapal Selam Nanggala Tak Keluar dan Berenang Selamatkan Diri, Bak Diinjak 100
Komentar