Daftar Isi
LancangKuning -Pasar modal dalam negeri kehilangan dayangnya pada pekan lalu. Tercatat, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 0,38 persen ke level 4.926 pada pekan lalu.
Perdagangan awal pekan sempat sepi karena sentimen penopang pergerakan indeks cukup minim. Di tengah kondisi tersebut, indeks mendapatkan sentiman negatif dari berita Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan ibu negara Melania Trump terinfeksi virus corona.
Indeks sempat latah dan ikut merosot tajam 1,7 persen hingga menyentuh level 4.887 pasca Trump mengumumkan secara resmi lewat akun Twitternya @realDonaldTrump bahwa ia terinfeksi virus corona.
Baca Juga : Grealish dan Watkins, Duet Villa Pencabut Nyawa Liverpool
Pendiri LBP Institute Lucky Bayu Purnamo menyebut momentum ini menjadi pertimbangan berbagai kalangan dalam menilai prospek ekonomi dan investasi ke depan.
Namun, ia menilai efek Donald Trump terinfeksi virus corona hanya bersifat sementara. Pasalnya, terdapat sentimen lainnya yang tidak kalah penting yang menjadi perhatian pasar.
Sentimen itu antara lain, perkembangan wabah covid-19 dan kondisi ekonomi AS dan negara lain yang juga tengah tertekan virus corona.
"Untuk itu, pelaku transaksi mempertimbangkan alternatif transaksi pada instrumen keuangan dan investasi lainnya, selain instrumen transaksi saham," katanya kepada CNNIndonesia.com, Senin (5/10).
Instrumen pilihan yang dimaksudnya yaitu transaksi berjangka seperti pasar komoditas mulai dari emas hingga minyak dunia. Kedua instrumen tersebut, menurut Lucky, berpotensi menguat karena tingginya volatilitas pasar modal.
Tingginya volatilitas dan ketidakpastian pasar menjadi alasan kuat investor untuk menyelamatkan asetnya ke instrumen keuangan lainnya. Oleh karena itu, ia meramal koreksi akan kembali terjadi pada pekan ini.
Indeks akan menguji 4.850 yang merupakan level terendah.
Baca Juga : Bahas Gigi dan Bella, Mohamed Hadid Sindir the Kardashians
Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee menyebut iklim politik dan kebijakan ekonomi Negeri Paman Sam masih akan menjadi katalis utama penentu pergerakan indeks pekan ini.
Hans menilai gejolak politik yang terjadi di AS saat ini bakal menguntungkan pasar saham di Asia. Ia memperkirakan investor akan mencari ladang investasi baru dan memperhatikan saham dan obligasi di pasar Asia.
Pasar Asia, lanjut Hans, terlihat lebih menarik dari AS karena beberapa alasan. Pertama, geliat pemulihan ekonomi dari tekanan corona yang mulai terlihat.
Kedua, nilai pendapatan yang kuat, serta valuasi yang jauh lebih murah dari dolar AS.
Selain faktor itu, data ekonomi China yang terus membaik di tengah pandemi covid-19, penanganan pandemi yang berjalan baik di beberapa negara Asia seperti Korea Selatan, Taiwan dan Hongkong juga menjadi nilai tambah bagi investor.
"Saat ini diperkirakan investor akan lebih memperhatikan saham dan obligasi Asia dibandingkan pasar Amerika Serikat. AS saat ini menghadapi risiko pemilu dan valuasi yang mahal," ungkapnya.
Namun sayang, Indonesia dinilainya tak bakal kecipratan rezeki ini. Pasalnya, pemerintah belum mampu menjinakkan covid-19.
Baca Juga : Cardi B Sindir Trump Corona Pakai Lagu Kolaborasi BLACKPINK
Karena lambatnya penanganan covid-19, pemulihan perekonomian RI dinilai akan jauh lebih lambat dari negara-negara lain di Asia. Ini akan membuat indeks dalam negeri kurang menarik oleh asing.
Walhasil, dana asing terancam masih akan deras keluar dari pasar. Sebagai informasi, investor asing mencatatkan jual bersih sebesar Ro49,11 miliar pada pekan lalu. Sedangkan, secara akumulatif sepanjang 2020 jual bersih asing dinyatakan sebesar Rp43,65 triliun.
"Sedikit berbeda dengan sebagain kawasan Asia, Indonesia dan Filipina masih belum dapat menjinakkan pandemi covid-19," imbuhnya.
Lebih lanjut, data perekonomian yang dirilis akhir-akhir ini pun tak menggembirakan. Tengok saja data Indeks Harga Konsumen (IHK) yang menunjukkan terjadinya deflasi 3 bulan berturut-turut dari Juli-September.
Rincinya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan deflasi Juli sebesar 0,1 persen diikuti Agustus sebesar 0,05 persen, dan September juga 0,05 secara bulanan (month-to-month/mom). Sementara, tingkat inflasi tahun kalender berada di angka 0,89 persen dan secara tahunan (year-on-year/yoy) tingkat inflasi dinyatakan sebesar 1,42 persen.
Kondisi deflasi, lanjut dia, merupakan tanda lemahnya daya beli masyarakat akibat pandemi-19.
Dengan kondisi tersebut, pelemahan IHSG pun semakin tak terelakkan. Dalam sepekan ke depan, dia perkirakan indeks cenderung bergerak sideways di rentang lebar dengan support di level 4.754-4.881 dan resistance di level 4.991-5.075.
Baca Juga : NASA Tangkap Ledakan Bom Atom Alam di Angkasa
Atas faktor itu, Hans menarankan investor memperhatikan saham di sektor farmasi, khususnya PT Kimia Farma Tbk (KAEF). Ia menyebut emiten berpeluang melemah.
Ia menyatankan agar pasar menjual saham tersebut, jika berada di level 2.980-3.270.
Namun, jika KAEF mampu menguat ke level 3.340, ia menyatankan untuk melakukan akumulasi beli (buy back).
"Target pelemahan ke level 2.810 sampai 2.280," tambahnya.
Selain itu, investor dapat memantau sektor teknologi dan telekomunikasi. Saham yang menjadi pilihannya yaitu PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR).
Ia menyarankan untuk beli jika saham itu jika pergerakannya mampu menembus level 1.080. Namun jika emiten melanjutkan koreksi di area 1.060-1.020, ia menyarankan untuk mengambil aksi jual.
Terakhir, ia menyarankan untuk memperhatikan sektor retail. Saham sektor itu yang potensi adalah PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES).
Ia meminta untuk memantau ketat karena ia melihat potensi pelemahan.
"ACES berpeluang melemah, area jual di area kuat (sell on strength) di level 1.610 sampai 1.565. Area buy back (beli) 1.645 dan target pelemahan ke level 1.500-1.440," tutup dia.
(agt)
Komentar