Daftar Isi
Foto: Ilustrasi pemerkosaan
LancangKuning.Com, Jakarta -- RA, mantan asisten ahli Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS TK) diduga mengalami pemerkosaan oleh atasannya, SAB selama sekitar 2 tahun bekerja. Sejak menjadi asisten ahli dengan status tenaga honorer pada April 2016 lalu, RA mengaku sudah empat kali mengalami pemerkosaan.
RA yang tidak tahan mengalami kekerasan seksual pun melaporkan SAB ke Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan. Namun, perempuan 27 tahun itu malah dipecat dari jabatannya sebagai asisten ahli.
"Ternyata Dewan Pengawas justru membela perilaku bejat itu. Hasil Rapat Dewan Pengawas pada 4 Desember justru memutuskan untuk mengeluarkan Perjanjian Bersama yang isinya mem-PHK saya sejak akhir Desember 2018," kata RA di kantor Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Jakarta Pusat, Jumat (28/12).
RA mengaku kecewa karena keputusan untuk memecat dirinya dilakukan sepihak tanpa adanya penyelidikan lebih lanjut. Ia juga turut menilai Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan tidak berani mengungkap kebenaran dan memilih membela SAB.
Selain mengalami dugaan pemerkosaan selama urusan pekerjaan, RA juga mengalami dugaan pelecehan seksual di luar kantor.
"Di luar itu, saya mengalami berulangkali tindakan pelecehan seksual, baik di dalam maupun di luar kantor," ujarnya.
RA mengaku sempat mencoba bunuh diri lantaran tidak ingin lagi dijadikan korban kekerasan seksual. Ia mengaku pernah melakukan percobaan bunuh diri pada 2 November 2018.
Lebih jauh RA mengaku selama ini ia tak berani melaporkan kelakuan SAB lantaran adanya abuse of power. SAB di Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan disebutnya bukan orang sembarangan.
Dengan kekuasaannya, kata RA, SAB bahkan selalu bisa mengatur semuanya untuk bisa melancarkan aksinya.
"Faktanya, dengan kekuasaan dia, dia memang bisa membuat saya hanya berada berduaan dengannya di berbagai perjalanan 'dinas'. Saya juga takut kehilangan pekerjaan," tutur RA.
Rekam Jejak Pelaku
Sementara dari laporan yang disampaikan oleh Kepala Bidang Advokasi lembaga swadaya masyarakat BPJS Watch, Timboel Siregar, SAB memiliki rekam jejak tidak baik sebagai karyawan, baik hubungannya dengan karyawan lain maupun antara dewan pengawas dan direksi.
"Awal-awal 2017 itu memang kan SAB punya persoalan dengan keryawan. Dia mau melakukan segala hal yang mengambil tugasnya si direksi. Jadi kalau saya bilang kudeta pekerjaan. Dalam perilaku SAB sendiri banyak melakukan hal yang tudak baik sebagai karyawan," kata Timboel.
Ia juga menyebut sebelumnya SAB pernah dilaporkan ke Dewan Jaminan Sosial Nasional (DSJN) dan direkomendasikan untuk dicopot dari jabatannya. Namun hal tersebut tidak ditindaklanjuti.
Pengamat komunikasi Ade Armando yang turut hadir mengatakan hal yang sama soal SAB. Ade merupakan dosen RA di kampus pascasarjananya. RA juga turut menceritakan apa yang dialaminya kepada Ade.
"Saya ingin menunjukan how powerful he is," ujar Ade sambil menunjukkan latar belakang SAB.
Dari pemaparan Timboel dan Ade pada kesempatan ini, diketahui SAB merupakan seorang yang cukup dominan di Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan karena latar belakangnya.
Ia diketahui pernah menjadi Auditor BPK RI untuk APBN, Duta Besar Indonesia untuk WTO, dan staf ahli di Kementerian Keuangan. SAB pun diketahui merupakan seorang dosen di Universitas Indonesia dan Sekolah Tinggi Administrasi Negara (STAN).
Bantah Pecat
Dihubungi terpisah, Deputi Direktur Bidang Humas dan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan Irvansyah Utoh Banja membenarkan pelaporan RA terhadap SAB ke DJSN. Namun, Irvansyah membantah adanya pemecatan terhadap pihak RA.
"Skorsing, bukan PHK," ujar Irvansyah melalui pesan singkat, Jumat (28/12), dilansir dari CNN Indonesia.Com
Ia menjelaskan skorsing juga dikenakan kepada SAB. Dewas BPJS Ketenagakerjaan, kata dia, berwenang menonaktifkan SAB sebagai ketua komite dan RA sebagai staf Dewan Pengawas.
Ia menekankan bahwa kedua pihak dikenakan skors untuk menjaga situasi tetap kondusif dan agar keduanya fokus menyelesaikan permasalahan tersebut.
Selain itu, ia menambahkan Dewan Pengawas dan Direksi BPJS Ketenagakerjaan juga sudah menerima surat tembusan pelaporan tersebut.
Ia menyebutkan tindak lanjut dari penerimaan surat tembusan tersebut adalah pembentukan tim panel adhoc yang akan menindaklanjuti pelaporan. Pembentukan tim panel tersebut kata Irvansyah didasari oleh PP Nomor 88 Tahun 2013 tentang
"Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Bagi Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
"Berdasarkan dari PPnya akan dibentuk ke tim panel adhoc 5 orang dari 3 unsur, Kementrian, DJSN dan ahli. Tim ini yg akan menindaklanjuti pelaporan,"
Sementara itu salah satu anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Pompeida Hidayatulloh mengatakan sebaiknya RA menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan masalah ini.
Sebab selain ini sarat dugaan pidana, proses hukum lebih baik karena tidak akan menjadi konsumsi publik.
"Karena proses hukum baiknya berjalan sebagaimana mestinya. Tidak dibicarakan di publik," ujar mantan politikus Partai Golkar ini. (LKC)
Komentar