Daftar Isi
LancangKuning.com - Generasi milenial memiliki beragam cara dalam menyuarakan pemikiran dan gagasannya tentang kesetaraan gender. Salah satunya melalui meme dan konten-konten kreatif yang diunggah di instagram, facebook, whatsapp hingga youtube. Tak terkecuali santri di lingkungan Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.
Koordinator Jawa Timur The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia Yeni Lutfiana menjelaskan banyak anak muda atau generasi milenial membuat konten-konten kreatif di media sosial, termasuk tentang gender. Mereka biasanya cepat dan mudah berkarya. Meski begitu penting untuk tetap memperhatikan kualitas kontennya,
Hal ini diungkapkannya dalam Workshop “Menjadi Creative Content Creator Media Sosial Berbasis Kesetaraan Gender” di ruang Pascasarjana Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy) yang diselenggarakan oleh Radio Suara Tebuireng bersama PPMN (Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara) dalam Program Citradaya Nita.
“Media sosial sekarang ini menjadi media alternatif di tengah-tengah media konvensional. Tantangannya adalah bagaimana generasi milenial juga bisa mewarnai wacana tersebut dengan kualitas konten yang bisa jadi masih banyak dimiliki oleh generasi sebelumnya,” kata Yeni, Jumat (31/1).
Wacana kesetaraan gender di era milenial mengalami pergeseran dan menjadi semakin terbuka. Akan tetapi, kekerasan terhadap perempuan masih terus meningkat. Yeni menyebutkan jumlah kekerasan yang dialami oleh perempuan meningkat di setiap tahunnya. Data yang diterima Komnas Perempuan dari tahun ketahun mulai tahun 2007 hingga 2018. Catahu 2019 menunjukkan hingga 2018 kekerasan terhadap perempuan (KtP) mengalami peningkatan. Akan tetapi, itu bukan berarti 2007 KtP-nya lebih rendah dibanding 2019. Itu dikarenakan dulu orang tidak tahu cara melapor, dan ke mana harus melapor, dan kalau melapor malah menjadi blaming the victim (membuat korban menjadi korban lagi).
“Ini sebenarnya gunung es. Yang semakin tampak sekarang ini. Faktornya karena sekarang udah tahu mau lapornya ke mana, polisi juga sudah ada khusus penanganan, didukung regulasi bagus, dan juga adanya keterbukaan,” ungkapnya.
Kesetaraan gender sendiri masih terus dikaji, diwacanakan dan dipersoalkan karena memang pembedaan gender ternyata memberikan ketidakadilan kepada salah satu jenis kelamin tertentu. Di antaranya adanya marginalisasi, diskriminasi, kekerasan, beban ganda, subordinasi, dan stereotipe. Konstruk di masyarakat bahwa laki-laki harus serba bisa dan harus bisa berbuat banyak. Sementara perempuan dianggap tidak bisa. Dan ketika perempuan bekerja dianggap membantu suami atau demi aktualisasi diri. Padahal sekarang ini kalau ekonomi rumah tangga tidak ditopang oleh keduanya dalam arti dua-duanya bekerja, maka periuk tidak tegak atau kebutuhan ekonomi tidak terjamin.
“Oleh karena itu, sekarang ini perempuan bekerja laki-laki bekerja, semua punya peran yang sama untuk kontribusi ekonomi keluarga,” ungkap Yeni Lutfiana.
Lebih lanjut, kekerasan, ketidakadilan hingga stereotipe terhadap salah satu jenis kelamin menjadi alasan mengapa wacana gender di era milenial masih harus disuarakan. Generasi milenial memiliki peran penting untuk mewacanakan gender melalui cara-cara kreatif di tengah industri kreatif yang berkembang luar biasa.
“Dengan sentuhan kreativitas menjadi cara-cara alternatif untuk membangun wacana dan mengajak untuk menciptakan dunia yang indah melalui kesetaraan dan keadilan gender,” tuturnya.
Selain Yeni, Workshop tersebut juga menghadirkan para kreator konten yang sudah berpengalaman. Di antaranya, Puguh D Kristanto Youtuber dengan 1.07 juta subscriber dan Syamsu Dhuha, Owner akun @muslimnative dan situs bukadulu.com. Acara ini sendiri dihadiri ratusan peserta dari lintas generasi dan lapisan masyarakat. Acara dikemas dengan akrab dan komunikatif.
“Workshop tersebut belangsung sehari berupa diskusi materi dan praktek bagaimana membuat meme dan konten youtube tentang kesetaraan gender,” kata panitia pelaksana Robiah.
Sumber : nu.or.id
Komentar