Perjalanan Amartha dalam Membuka Akses Permodalan UMKM

Daftar Isi

    UMKM atau Usaka Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi salah satu “bahan bakar” perekonomian di Indonesia untuk terus hidup. Kementerian Keuangan RI melihat UMKM sebagai bagian dari perekonomian Indonesia yang mandiri dan berpotensi besar untuk meratakan tingkat ekonomi rakyat kecil, mengentaskan kemiskinan, dan menyumbang pemasukan devisa negara. 


    Sayangnya, UMKM di Indonesia juga mengalami tantangan, seperti kesulitan mengakses pendanaan untuk modal bisnis, terlebih di daerah-daerah kecil di Indonesia. Untuk mengatasi hal ini, Amartha hadir dengan layanan keuangan peer to peer lending yang inklusif. Harapannya, Amartha dapat membuka akses permodalan UMKM di Indonesia. 


    Lantas, bagaimana perjalanan panjang Amartha untuk membantu akses permodalan UMKM di daerah-daerah di Indonesia? Berikut kisahnya!


    Potensi UMKM di Indonesia di Mata CEO Amartha

    CEO dan pendiri Amartha, Andi Taufan Garuda Putra, menyatakan bahwa Indonesia mempunyai banyak potensi terpendam yang masih bisa dikembangkan, salah satunya potensi ekonomi akar rumput lewat UMKM.


    Hal ini selaras dengan data Kadin Indonesia yang menunjukkan bahwa di tahun 2023, terdapat 66 juta UMKM di Indonesia. Bahkan, perkembangannya telah menyentuh angka 99% dari seluruh unit usaha di Indonesia.


    Artinya, jika dikembangkan dengan baik, maka potensi UMKM akan semakin positif serta dapat berdampak baik pada perekonomian Indonesia. 


    Sayangnya, UMKM di daerah-daerah di Indonesia mengalami kesenjangan akses permodalan dan keterbatasan ilmu bisnis. Melihat tantangan ini, Amartha hadir dengan layanan keuangan inklusif. Akses permodalan UMKM yang disediakan telah disesuaikan dengan kebutuhan setiap usaha agar dapat tepat sasaran. 


    Perjalanan Amartha Membuka Akses Permodalan UMKM di Indonesia

    Perjalanan Amartha dalam membuka akses permodalan UMKM bermula dari CEO Amartha, Andi Taufan Garuda Putra, yang bertemu seorang ibu pemilik warung di Desa Ciseeng, Kabupaten Bogor. Kepada Andi Taufan, beliau menceritakan kesulitannya dalam mendapatkan modal usaha sehingga bisnisnya terancam tutup. 


    Melihat kejadian tersebut, Andi Taufan kemudian memberikan pinjaman modal sebesar Rp500.000 kepada ibu pemilik warung agar bisa terus membuka warungnya. Dari pertemuannya dengan ibu pemilik warung, Andi Taufan berkeinginan untuk membuat sarana yang memudahkan akses permodalan UMKM di daerah-daerah di Indonesia. 


    2010: Babak Awal Amartha


    Di tahun 2010, Andi Taufan akhirnya mendirikan Amartha, sebuah lembaga keuangan mikro yang memberikan akses permodalan UMKM. 


    Sejak didirikan, Amartha telah beroperasi sebagai lembaga keuangan mikro untuk menyediakan akses pendanaan dengan harga terjangkau bagi usaha mikro di pedesaan yang dimiliki oleh perempuan tangguh. Pada tahun 2010, Amartha telah melayani 5 peminjam di Desa Ciseeng, Kabupaten Bogor. 


    Saat itu, Andi Taufan dan tim Amartha harus menggunakan kereta api, angkutan umum, atau ojek lokal untuk mengunjungi pemilik usaha mikro di desa-desa karena tidak mungkin bagi lembaga keuangan tradisional untuk menjangkau mereka di lokasi pedesaan.


    Untuk menyebarkan kesadaran akan layanan keuangan inklusif mereka, Andi Taufan dan tim Amartha menggunakan strategi bisnis sosial yang mencakup sistem intuitif dan pendanaan kolektif.


    Pada awalnya, terdapat 20 peminjam menerima pinjaman modal dari Amartha. Sejak saat itu, perkembangannya terus membaik hingga Amartha mampu membantu 200 debitur. Namun, masih ada tantangan yang harus dipecahkan di depan. Meski berkali-kali gagal, Andi Taufan dan rekan-rekannya tetap tidak gentar.


    2015: Ketidakseimbangan Jumlah Investor dengan Debitur


    Amartha, yang masih merupakan lembaga keuangan mikro pada umumnya, menghadapi kendala yang signifikan pada tahun 2015. Jumlah peminjam masih terus meningkat, namun berbanding terbalik dengan jumlah investor.


    Beberapa tindakan, seperti meminjam dari bank dan lembaga keuangan lainnya, telah dilakukan untuk terus melayani mitra masyarakat. Namun, beberapa mitra Amartha terpaksa mengundurkan diri karena hasilnya tidak sesuai harapan.


    2016: Amartha Menjadi Layanan Peer to Peer Lending


    Pada tahun 2016, pendiri dan CEO Amartha, Andi Taufan, membuat pilihan penting untuk mengalihkan fokus perusahaan dari keuangan mikro ke peer-to-peer lending


    Ternyata model bisnis ini dapat digunakan untuk menghimpun dana bagi mitra Amartha. Sebagai hasil dari perubahan ini, Amartha telah muncul sebagai kekuatan yang signifikan dalam industri fintech Indonesia, bersaing dengan beberapa perusahaan peer-to-peer lending yang mulai bermunculan di sana.


    2017-2023: Amartha dan Perkembangan Pesatnya


    Amartha menjadi lembaga keuangan berbasis teknologi pada tahun 2017 dan menawarkan pendanaan daring melalui aplikasi Amartha.


    Lebih lanjut, Amartha berhasil meningkatkan pendapatan bulanan ratusan ribu mitranya dari Rp4,2 juta menjadi Rp6,7 juta pada tahun 2018. Angka kemiskinan pun menurun hingga 22% sebagai dampak kenaikan pendapatan mitra Amartha, yang lebih cepat dari rata-rata penurunan pendapatan nasional.


    Perkembangan Amartha terus melesat hingga pada tahun 2019, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi memberikan lisensi PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) tanpa batas waktu yang ditetapkan.


    Hingga tahun 2020, Amartha telah menjangkau sekitar 12.000 komunitas di seluruh pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi di Indonesia. Amartha juga telah berhasil memberikan pembiayaan kepada 500.000 usaha ultra-mikro dengan total sekitar 2 triliun Rupiah.


    Namun, wabah tersebut melanda pada tahun yang sama, sehingga memaksa Amartha untuk mengubah rencana bisnisnya. Mereka memulai inisiatif #DesaLawanCorona yang membantu masyarakat miskin yang terkena dampak pandemi COVID-19 di banyak provinsi di Indonesia.


    Komitmen Amartha untuk membuka akses permodalan UMKM terus berjalan hingga tahun 2021–2022, di mana Amartha berkomitmen untuk membantu satu juta wirausaha mikro perempuan menjalani transformasi digital. 


    Amartha telah memperoleh penghargaan baik di tingkat nasional maupun internasional atas kontribusinya terhadap pemberdayaan perempuan dan penggunaan inovasi digital untuk meningkatkan perekonomian Indonesia.


    Selain itu, dengan memadukan pendekatan teknologi dan humanistik, Amartha memperluas inovasi digital pada tahun 2022–2023 sebagai teknologi finansial dengan menawarkan layanan kepada segmen Business to Business (B2B) dan Business to Consumer (B2C). 


    Amartha telah menghasilkan uang dengan menawarkan layanan B2C dalam bentuk microfinance marketplace. Di sisi lain, layanan B2B mencakup loan channeling, embedded lending, embedded investment, dan credit decision engine.


    Kemudian, untuk lebih menonjolkan potensi ekonomi akar rumput Indonesia, Amartha juga menyelenggarakan The 2024 Asia Grassroots Forum pada bulan Mei 2024. Acara ini sukses diselenggarakan dalam skala global bekerja sama dengan organisasi mitra seperti Women's World Banking, SME Finance Forum, Accion, dan International Finance Corporation (IFC).


    Dengan tujuan mencapai pemerataan ekonomi di Indonesia dengan membangun infrastruktur keuangan digital untuk ekonomi akar rumput, Amartha kini telah berkembang menjadi platform teknologi keuangan mikro yang unggul.


    Itulah informasi terkait perjalanan panjang Amartha dalam membuka akses permodalan UMKM di Indonesia. Semoga Amartha terus melebarkan sayapnya dan memberikan manfaat untuk Indonesia. 

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Perjalanan Amartha dalam Membuka Akses Permodalan UMKM
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar