Kegetiran Hidup Masyarakat Rimbang Baling yang dikepungi Hutan Belantara

Daftar Isi

     
    Foto: Istimewa


    LancangKuning.Com, KAMPAR - Kecamatan Kampar Kiri Hulu. Kabupaten Kampar, masih banyak warga yang belum mencicipi pesatnya perkembangan zaman saat sekarang, dari segi kemajuan-kemajuan di setiap daerah, gaya hidup yang modern, dan berbagai teknologi yang canggih dimanapun berada.
     
    Mirisnya, Masyarakat Rimbang Baling belum tahu kemudahan-kemudahan tersebut, apalagi menyentuh kemajuan- kemajuan teknologi di daerah pada masa sekarang, bagaimana tidak, daerah yang diidentikkan dengan 3T (Tertinggal, Terisolir, Terdepan), tentu sangat jauh berbeda dengan berbagai daerah-daerah lainnya, apalagi di Kota yang ada di Indonesia.
     
    Bukit Rimbang Baling adalah suatu kawasan Suaka Marga Satwa atau Hutan Lindung, daerah yang dikelilingi oleh Hutan Rimba yang sangat luas, dan banyaknya hewan Fauna yang berkeliaran di tengah-tengah hutan, membuat warga kian resah, dan ditimpa rasa fobia akibat hutan yang ditempatinya
     
    Dengan banyaknya hal yang dipertimbangkan, sebagian warga tidak mau tinggal disana, apalagi melakukan transmigrasi ke daerah Satwa. Banyak para warga pindah karena tidak kuat dengan kendala-kendala kehidupan di sana, apalagi dengan keterbatasan kebutuhan terus mengancamnya.

    Baca Juga: Lenyapkan Stress dengan Teknik Relaksasi Sederhana Ini
     
    Disamping itu, para warga juga mempertimbangkan dan mengedepankan dari sektor pengembangan karirnya, salah satu solusi untuk mengembangkan potensi dirinya atau karirnya ialah menempuh jalur Pendidikan, yang bisa mengubah pola pikir dan yang paling utama bisa memajukan dirinya pribadi.
     
    Masyarakat yang berada dalam lingkaran Bukit Rimbang Baling, kerap menyimpan kegetiran hidup yang kian menjadi dan silih berganti, dengan berbagai keterbatasan kebutuhan hidup yang terpaksa mereka lakoni, dari kebutuhan pokok yang mesti dicukupi sampai kebutuhan rohani yang wajib dituruti.
     
    Di balik wahana panorama wisata yang unik dan menakjubkan di daerah tersebut, tersisip pula beberapa hal kegetiran yang menakjubkan. Tak banyak publik yang mengetahui keluhan-keluhan ataupun kecemasan-kecemasan masyarakat di kawasan Bukit Rimbang Baling tersebut.
     
    Berikut ini, penulis paparkan beberapa keluhan, kecemasan, ataupun kegetiran masyarakat di sekitaran Bukit Rimbang Baling.
     
    Pendidikan yang Terbatas
     
    Dengan Pendidikan yang terbatas, masyarakat mengalami keterbatasan untuk mengenyam ataupun mencicipi pendidikan yang lebih tinggi, kenapa tidak, karena mayoritas warga, mengalami keterpurukan dengan ekonomi yang melemah, sehingga generasi di sana banyak yang berkeliaran atau pengangguran di kampung setelah tamat sekolah.
     
    Dan Mirisnya lagi, para siswa di sana, hanya mempunyai beberapa Guru, tidak sebanyak guru-guru yang ada di kota. Salah satu contoh Guru di Desa Gajah Bertalut, Sekolah Dasar (SD) hanya ada 5 Guru yang mengajar, tambah lagi di sana tidak ada dibuka Sekolah Taman Kanak (TK) apalagi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
     
     
    Pemerintah tidak membuka akses jalan darat
     
    Sampai sekarang, warga belum mendapatkan akses jalan darat menuju ke desa-desa yang ada di Kampar Kiri Hulu, ada beberapa Desa yang bisa menempuh Jalan Darat, tapi kondisi jalannya tidak lagi memadai (Jalan Tanah), apabila ada hujan, jalan tersebut akan mudah hancur dan warga yang melewatinya akan dilumuri tanah.
     
    Oleh sebab itu, kebanyakan masyarakat belum mengenyam akses jalan darat yang bisa dinaiki Motor dan Mobil, sebab pemerintah belum membentangkan jalan Darat  ke daerahnya, sehingga masyarakat merasa dipinggirkan atau tidak dapat perhatian dari penguasanya.
     
    Warga hanya menggunakan Sampan,  sebagai alat transportasi mereka di sepanjang aliran sungai. dengan adanya Sampan tersebut, warga bisa mempercepat dan mempermudah perjalanannya menuju kampung, atau hendak bepergian jauh.
     
     
    Sulitnya mencari signal atau jaringan handphone
     
    Masyarakat sekarang, boleh dibilang sangat mudah mendapatkan jaringan telpon genggam, bahkan setiap orang bebas memilih jaringan dengan cara yang mudah, seperti 2G, 3G, bahkan 4G. Untuk mempermudah komunikasinya dengan orang sekitar, bahkan sangat penting dan berpengaruh dalam kehidupannya.

    Baca Juga: BPJS Kesehatan Nunggak Rp 9,1 T
    Lalu, bagaimana dengan masyarakat Rimbang Baling? Masyarakat di sana yang hendak mengkomunikasikan (berbicara) lewat via telpon, akan melakukannya dengan cara pergi ke puncak pemukiman, mendaki bukit-bukit yang terjal, untuk mencari jaringan handphone, sekitar 30 menit mendaki tanpa henti hingga sampai ke puncaknya, lalu di puncaknya mendapat jaringan untuk bisa mengkomunikasikan lewat telpon.
     
    Biasanya masyarakat memakai handpone untuk hal yang amat penting saja, atau pada waktu yang mendesak saja, seperti halnya kemalangan, kecelakaan dan lain sebagainya.
     
    Masyarakat jarang memainkan gawainya untuk hal-hal yang tidak terlalu perlu diketahui, karena di kampungnya susah signal, jadi masyarakat memakainya pada waktu yang  urgent saja.
     
    Bayangkan, betapa sulitnya masyarakat di sana, kesulitan mencari signal dan memakan waktu yang lama untuk mendapatkannya, misalnya latar balikkan keadaan, kita yang menjadi masyarakat di sana. Tentu kita tidak akan bisa, merasa sulit, mengeluh dan sebagainya.
     
    Terikatnya pada suatu pekerjaan
     
    Terpautnya dengan satu mata pencarian yaitu menyadap karet, membuat warga kaku untuk memilih kerja yang lain, atau tidak bisa bekerja selain ke hutan untuk menyadap karet, karena kerja yang lain tak menggambarkan tercukupinya kebutuhan sehari-hari, dan kebanyakan warga ingin membuka lahan baru untuk menanam Sawit, agar pendapatannya agak semakin meningkat.
     
    Tergodanya warga dengan harga sawit yang lumayan mahal, dan kerjanya yang agak gampang, membuat warga tergugah untuk melakukan hal yang serupa dengan daerah tetangga, terbiasa melihat  daerah-daerah yang maju dipandangnya, apalagi daerah-daerah yang mayoritas memanfaatkan hasil sawit yang amat besar pendapatannya.
     
    Lalu keluhan warga Kec. Kampar Kiri Hulu tidak bisa beranjak ke Pertanian Sawit, karna akses jalan darat belum dibuka sampai sekarang, bagaimana warga bisa menjual buah sawitnya, kalau memakai sampan menuju tempat penjualan, jarak tempuhnya kurang lebih 2 sampai 3 jam perjalanan, itupun muatan sampannya 300-400 kg.
     
    dengan mempertimbangkan hal yang sesulit itu, membuat warga enggan menanam sawit di kampungnya, dan terpaksa tahun ke tahun menyadap karet sebagai kerja yang harus dilakoninya.
     
    Pergi ke Sekolah melewati hutan
     
    Mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP), para generasi disana pagi-pagi telah memasuki Hutan Lindung untuk pergi ke Sekolah, banyak warga merisaukan anak-anaknya melintasi hutan tiap hari, dan ada pula yang biasa-biasa saja (tidak terlalu merisaukan) karena sudah terbiasa berbaur dengan Hutan Belantara.
     
    Yang dirisaukan warga, banyak binatang yang berkeliaran di Hutan, dan anak-anaknya belum bisa memanjat pohon dengan cepat dan berlari dengan kencang kalau binatang buas hendak menghadangnya.
     
    Itulah beberapa kegetiran hidup dan kecemasan-kemasan Warga Kec. Kampar Kiri Hulu yang diidentik Hutan Lindung dalam menghadapi wilayah Satwa.
     
    Semoga masyarakat di sana bisa mengatasi dan tabah menghadapi kekhawatiran yang sedang melilitnya, dan mudah-mudahan masyarakat di sana dapat keanugrahan dan bisa meminimalisir masalah-masalah yang dihadapinya, yang paling utama warga berharap pemerintah atau pejabat disana bisa memberikan solusi alternatif untuk meningkatkan ekonomi warga. (LKC)

    Laporan: Rilis Akmal

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Kegetiran Hidup Masyarakat Rimbang Baling yang dikepungi Hutan Belantara
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar