Daftar Isi
Foto: ACT
LancangKuning.Com, JENEWA - Kelompok hak asasi manusia (HAM) dari banyak negara turut menyerukan suara agar PBB melakukan penyelidikan atas penahanan massal Muslim Uighur di Xinjiang, Cina. Mereka berkumpul dalam satu pertemuan bertemakan Konferensi Internasional HAM untuk Muslim Uighur yang digelar di Jenewa, Senin (5/3).
Senior Vice President Aksi Cepat Tanggap Syuhelmaidi Syukur mengabarkan, kali ini ACT juga turut serta mewakili Indonesia dalam upaya mendukung pembebasan HAM bagi Muslim Uighur. Selama satu jam mengikuti prosesi konferensi, bagi Syuhel, banyak catatan penting tentang ketidakadilan yang dialami Muslim Uighur.
“Alhamdulillah, acaranya berjalan lancar. Meski waktunya sangat singkat, hanya satu jam, banyak poin yang disampaikan oleh pembicara tentang kekerasan yang terjadi di Xinjiang, khususnya bagi Muslim Uighur. Terjadinya kekerasan, bahkan dapat dikatakan sebagai sebuah bentuk sistematis genosida,” jelas Syuhel dalam laporannya pada Senin (5/3).
Foto: Berfoto Bersama
Melansir New York Times, bahkan Direktur Eksekutif Human Right Watch Kenneth Roth menyatakan, kelompok HAM yang hadir menganggap masalah itu sebagai ujian bagi kredibilitas Dewan HAM PBB terhadap nasib Muslim Uighur di Xinjiang.
“Besarnya pelanggaran yang diduga terjadi di Xinjiang menuntut pengawasan tanpa kompromi. Integritas Dewan HAM PBB harus menuntut agar negara-negara tidak mengizinkan Cina bersembunyi di balik keanggotaan atau kekuatan ekonominya untuk lolos dari akuntabilitas,” kata Roth dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada konferensi pers di Jenewa.
Baca Juga: Menilik Persiapan Keberangkatan Kapal Kemanusiaan Palestina
Sebelumnya, pihak berwenang Cina menyerukan apa yang mereka anggap sebagai ancaman terorisme. Padahal pihaknya pun telah melakukan pelanggaran HAM terhadap Muslim Uighur dengan melarang kegiatan keagamaan dan adat istiadat umat Islam. Larangan itu antara lain tidak diizinkannya warga Uighur untuk berjenggot, hingga melarang pemberian instruksi agama kepada anak-anak.
“Apa yang mereka lakukan merupakan upaya mengubah identitas agama dan etnis minoritas penting. Xinjiang telah menjadi penjara udara terbuka. Pengawasan dengan teknologi tinggi, indoktrinasi politik, dan pelenyapan wewenang telah mengubah etnis minoritas, Uighur, menjadi orang asing di tanahnya sendiri,” tambah Roth.
Adapun konferensi itu digelar dengan tujuan untuk menyatukan seluruh kelompok HAM di seluruh dunia agar bisa membantu Muslim Uighur memperoleh kembali hak-hak mereka. Kata Syuhel, ACT sendiri hadir untuk mewakili sahabat kemanusiaan Indonesia untuk berperan besar dalam membantu Muslim Uighur, sebagaimana membantu warga Palestina, Suriah, Yaman, dan lainnya.
“Kekerasan terhadap Muslim Uighur harus segera dihentikan, dan pemerintah Cina harus membuka diri untuk menerima kedatangan tim pencari fakta dari dunia internasional agar permasalahan segera selesai. Tentunya kita tidak ingin apa yang terjadi di Uighur menambah daftar krisis kemanusiaan yang sebelumnya terjadi di negara-negara lain,” pungkas Syuhel. (LKC)
Komentar