Poin-poin Krusial UU Ciptaker di Luar Klaster Ketenagakerjaan

Daftar Isi

    Lancang Kuning - Gelombang penolakan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja terus bermunculan usai DPR mengesahkannya Senin (5/10). Sejumlah pihak menilai undang-undang tersebut bermasalah karena banyak terdapat aturan kontroversial.

    Selain klaster ketenagakerjaan yang menjadi sorotan, aturan-aturan lain dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja juga dianggap bermasalah.

    CNNIndonesia.com merangkum poin-poin krusial dalam UU Cipta Kerja yang kontroversial. Di antaranya mengenai lingkungan hidup sampai dengan pelibatan swasta dalam hal pengembangan alat utama sistem senjata atau alutsista.

    Warga Tak Bisa Gugat Amdal

    Salah satu aturan dalam Omnibus Law Cipta Kerja memuat masalah isu lingkungan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 21 UU Cipta Kerja.

    Kemudian, di Pasal 22, dijelaskan beberapa ketentuan dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 yang diubah dalam Omnibus Law. Salah satunya yakni Pasal 26 dalam UU 32/2009 yang menyatakan bahwa penyusunan dokumen analisis dampak lingkungan (Amdal) dilakukan dengan pelibatan masyarakat dan berdasarkan prinsip pemberian informasi yang transparan.

    Selain itu, masyarakat yang terkena dampak maupun pemerhati lingkungan hidup dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen Amdal.

    Namun, aturan itu diubah dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja. Ketentuan mengenai masyarakat dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen Amdal dihapus.

    Kemudian, ketentuan lain yang dihapus adalah ketentuan dokumen Amdal dinilai oleh Komisi Penilai Amdal yang dibentuk menteri, gubernur atau bupati/wali kota. Dalam UU Cipta Kerja, Komisi Penilai Amdal ditiadakan dan digantikan dengan tim baru yang terdiri dari unsur pemerintah, daerah, dan ahli.

    Selain itu, UU Ciptaker juga menghapus ketentuan setiap orang dapat mengajukan gugatan ke PTUN apabila perusahaan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan tanpa disertai Amdal.

    Kebiri Kewenangan Pemda

    Aturan berikutnya yang kontroversial yakni mengenai penyelenggaraan penataan ruang. Dalam aturan yang baru, penyelenggaraan penataan ruang dilaksanakan oleh pemerintah pusat.

    Dalam UU Cipta Kerja, kewenangan pemerintah daerah atau provinsi dikebiri. Disebutkan dalam beleid tersebut, wewenang pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang hanya meliputi pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi, dan kabupaten kota.

    Kemudian, pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi, dan kerja sama penataan ruang antarprovinsi dan fasilitas kerja sama penataan ruang antarkabupaten/kota.

    Dalam aturan sebelumnya, UU 26/2007 tentang Penataan Ruang, pemerintah daerah provinsi masih diberikan kewenangan dalam hal perencanaan tata ruang wilayah provinsi, pemanfaatan ruang wilayah provinsi, dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi.

    Kemudian, dalam penataan ruang kawasan strategis, pemerintah daerah juga diberikan kewenangan untuk penetapan kawasan strategis provinsi, perencanaan tata ruang kawasan strategis, pemanfaatan ruang kawasan strategis, serta pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis.

    Pelibatan Swasta dalam Alutsista

    Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja turut mengatur mengenai industri sektor pertahanan dan keamanan. Salah satunya soal pelibatan swasta dalam pengembangan alat utama sistem senjata (alutsista).

    Aturan tersebut termaktub dalam Paragraf 16 mengenai Pertahanan dan Keamanan di Pasal 74. Pasal itu menyebutkan, beberapa ketentuan dalam UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan diubah, salah satunya Pasal 11.

    "Industri alat utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a merupakan: badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik swasta yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai pemandu utama (lead integrator) yang menghasilkan alutsista dan/atau mengintegrasikan semua komponen utama, komponen baku, dan bahan baku menjadi alat utama," demikian bunyi Pasal 74.

    Dalam UU 16/2012, dinyatakan industri alat utama hanya BUMN yang ditetapkan oleh pemerintah. Sementara, swasta hanya diizinkan di industri komponen utama atau penunjang industri alat utama.

    Selain itu, UU Cipta Kerja yang baru ini juga memungkinkan kepemilikan modal atas industri alat utama dikuasai BUMN atau pihak swasta yang mendapat persetujuan dari menteri pertahanan.

    Di Pasal 52 ayat (4) UU tersebut, kepemilikan modal atas industri komponen utama dan/atau penunjang, industri komponen dan/atau pendukung (perbekalan), dan industri bahan baku diatur melalui peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal.

    Sementara di UU 16/2012 dinyatakan, kepemilikan modal atas industri alat utama seluruhnya dimiliki oleh negara. Kemudian kepemilikan modal atas industri komponen utama dan/atau penunjang, industri komponen dan/atau pendukung (perbekalan), dan industri bahan baku yang merupakan BUMN, paling rendah 51 persen modalnya dimiliki oleh negara.

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Poin-poin Krusial UU Ciptaker di Luar Klaster Ketenagakerjaan
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar