Bahaya di Balik Euforia Vaksin Corona

Daftar Isi


    Foto: ilustrasi: Euforia vaksin dikhawatirkan memberikan harapan semu sehingga masyarakat mulai lalai dalam menjalankan protokol kesehatan. (iStockphoto/Vladans)


    Lancang Kuning - Sejumlah ahli memperingatkan mengenai bahaya di balik euforia produksi vaksin virus corona yang disampaikan pemerintah. Mereka menilai pernyataan ketersediaan vaksin dalam waktu dekat dikhawatirkan memberikan harapan semu sehingga masyarakat mulai lalai dalam menjalankan protokol kesehatan.

    Ahli biologi molekuler Ahmad Rusdan Handoyo Utomo mengatakan selama masa uji coba vaksin, tidak ada jaminan berhasil memberikan proteksi terhadap virus corona. Karenanya, ia mengimbau masyarakat tidak tenggelam dalam euforia dan menaruh harapan penuh pada vaksin corona tersebut.

    "Tidak ada jaminan bahwa uji klinis fase III akan berhasil membuktikan efek proteksi. Semua peneliti yang terlibat dalam uji klinis tidak ada yang berani menjamin," katanya saat dihubungi CNNIndonesia.com.


    Senada, pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) Hermawan Saputra juga mengimbau pemerintah berhati-hati saat memberikan pernyataan. Pasalnya, pemerintah memiliki rekam jejak serupa saat mengumumkan obat anti virus corona.

    Sebut saja, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengenalkan Kalung Kayu Putih sebagai penangkal Covid-19 meskipun belum terbukti secara ilmiah. Lalu, Gubernur Bali Wayan Koster sempat mengklaim metode pengobatan tradisional Bali (usada) dengan cara terapi arak Bali efektif menyembuhkan pasien positif tanpa gejala (asimptomatik).

    "Optimisme pejabat tidak perlu disampaikan secara vulgar di depan publik karena bisa menjadi bumerang," kata Hermawan dalam diskusi daring Polemik MNC Trijaya Network.

    Epidemiolog dari Universitas Griffith, Dicky Budiman menambahkan uji klinis tahap III vaksin corona tersebut menggunakan metode virus yang dilemahkan. Sayangnya, menurut Dicky metode tersebut justru metode paling sederhana dalam melemahkan virus corona.

    "Vaksin yang diuji tidak ada garansi memiliki keberhasilan. Apalagi teknologi yang dipakai dalam pembuatan vaksin ini adalah cara paling sederhana, yaitu dengan melemahkan virus," ujarnya.

    Metode itu, lanjutnya, justru memiliki efek samping yang relatif tinggi dibandingkan dengan jenis pembuatan vaksin yang lain. Karenanya, dibutuhkan proses uji klinis yang lama serta sampel dalam jumlah banyak.

    Bila melihat tren dan fakta ilmiah terakhir, Dicky menyimpulkan bahwa tidak ada solusi tunggal dan cepat untuk mengatasi pandemi. Bahkan, dia mengestimasi efektivitas vaksin masih berada di bawah 80 persen. Oleh sebab itu, ia mengimbau semua pihak harus terus melakukan pembatasan sosial, pembatasan fisik, pelacakan, hingga isolasi.

    "Bila ada vaksin yang prosesnya cepat dan tidak melalui tahapan baku cepat maka cenderung tidak aman dan tidak efektif," ujar Dicky.

    Baru-baru ini, Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Erick Thohir menyatakan bahwa pemerintah tengah mempersiapkan produksi vaksin covid-19 lewat BUMN farmasi, yakni PT Bio Farma (Persero). Ia berjanji pemerintah siap memproduksi sebanyak 250 juta dosis vaksin pada akhir tahun ini.

    Meski penuh tantangan, namun ia menyanggupi untuk mulai menyuntikkan vaksin kepada 30 juta hingga 40 juta orang pada Januari-Februari 2021 dengan syarat seluruh komponen pemerintah seperti TNI/Polri, lintas kementerian, dan pemerintah daerah turut berperan aktif membantu.

    "Kami memastikan bahwa kalau ini benar semua, Januari-Februari bisa mulai menyuntikkan sampai kurang lebih 30 juta - 40 juta vaksin," kata Erick. (LK)

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Bahaya di Balik Euforia Vaksin Corona
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar