Ratusan Telaga di Gunungkidul Yogyakarta Kering Total

Daftar Isi

     

    Foto: Dok. ACT

    LancangKuning.Com, GUNUNGKIDUL – Belik-belik terlihat di berbagai sisi sejumlah telaga mengering di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Di sekitar lubang yang digali untuk mencari sumber air itu ditemukan gayung juga penyaring air.

    Kondisi belik itu sekarang mengering, ditinggalkan warga karena tak ada lagi genangan air yang ditemukan.
    Sejak musim kemarau datang pada April lalu, sumber air di wilayah Gunungkidul mulai berkurang. Telaga tadah hujan menjadi salah satu sumber utama pemenuh kebutuhan air warga.

    Baca Juga: Upaya Warga Sragen Menghemat Air Saat Kekeringan

    Akan tetapi sekarang sebagian besar telaga telah mengering. Bahkan jika digali, telaga itu tak lagi mengeluarkan air.
    Dedi, salah satu warga Gunungkidul, menceritakan air telaga mulai menyusut seiring parahnya kemarau melanda kabupatan di tenggara Kota Yogyakarta ini.

    Penggunaan air telaga cukup tinggi dikarenakan tak adanya sumur milik warga. Wilayah yang didominasi bebatuan karst menjadi alasan sulitnya ditemukan sumber air.

    “Sehari-hari warga menggunakan air tadah hujan. Kalau kemarau seperti sekarang ini, yang agak repot karena sumber air tidak ada,” jelas Dedi.

    Di pekan ketiga Agustus, dari pemantauan Aksi Cepat Tanggap (ACT), masih ada juga telaga yang terisi air, walau jumlahnya sangat sedikit. Kondisi airnya sangat keruh dan tidak layak untuk dikonsumsi. Ketika pagi dan sore hari, warga berbaur di telaga untuk melakukan berbagai aktivitas seperti mandi dan mencuci. Kegiatan ini juga yang menambah turunnya kualitas air telaga.

    Dikutip dari Kompas.com, di Kabupaten Gunungkidul terdapat 460 telaga. Ratusan telaga itu tersebar di semua kecamatan. Akhir Juli lalu, dinas terkait telah melakukan survey ke 306 telaga yang ada, dan didapatkan hasil 305 di antaranya sudah mengering.

    Baca Juga: Gua Jadi Sumber Air Terakhir

    Kemarau diperkirakan masih akan berlangsung hingga Oktober bahkan September mendatang. Kondisi ini mengancam ketersediaan air di telaga yang masih terisi air.

    “Sumber air dari alam ya telaga ini. Kalau sampai semua telaga kering, mungkin satu-satunya sumber air yang masih dapat digunakan ialah aliran sungai bawah tanah yang dapat diambil airnya melalui gua-gua yang banyak tersebar. Namun, banyak juga sungai bawah tanah yang kering, kalau ada juga airnya kurang baik untuk dikonsumsi karena bercampur kotoran hewan penghuni gua seperti kelelawar,” tambah Dedi.

    Kini, untuk memenuhi kebutuhan air untuk konsumsi, warga hanya menggantungkan kepada bantuan air. Berbagai pihak, seperti ACT, secara rutin mendistribusikan air bagi warga terdampak kekeringan. ACT pun telah mendirikan posko kekeringan di kilometer 7 Jalan Raya Wonosari-Yogyakarta.

    “Posko di Gunungkidul ini didirikan agar memudahkan koordinasi dengan berbagai pihak, juga mendekatkan dengan lokasi yang terdampak parah kekeringan. Tiap harinya akan ada pendistribusian air bersih gratis,” jelas Koordinator Posko Kekeringan ACT Yogyakarta Fuad Ahmad Nafis, Ahad (25/8).

    Pendistribusian air bersih bagi warga ini juga sebagai upaya agar warga tak terlalu terbebankan untuk membeli air. Di penjual air, per tangki ukuran 6 ribu liter dapat dibanderol dengan harga Rp 130 ribu-400 ribu. Tingginya harga air dikarenakan sulitnya medan yang harus dilalui untuk mencapai desa-desa di Gunungkidul dan Kulon Progo, yang menjadi wilayah terparah terdampak kekeringan.

    Kekeringan yang melanda Gunungkidul turut mempengaruhi berbagai lini kehidupan masyarakat, mulai dari gaya hidup menggunakan air hingga perekonomian. Di beberapa desa banyak ditemukan fenomena menjual hewan ternak untuk membeli air. Hal ini dilakukan karena kebutuhan air yang semakin mendesak, namun perekonomian masyarakat masih lemah.

    Karmujiyanto, warga Dusun Pengos, Desa Giring, Kecamatan Paliyan, Gunungkidul, mengatakan,banyak tetangganya yang pada musim kemarau ini harus rela menjual hewan ternaknya. Terhentinya pertanian sebagai pekerjaan utama karena tak adanya pasokan air menjadi penyebab utama.

    “Pemasukan tidak ada, sedangkan setiap hari pengeluaran uang keluarga semakin tinggi karena harus membeli air yang harga per tangki 135 ribu rupiah.” ungkapnya, Senin (12/8). (LKC)

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Ratusan Telaga di Gunungkidul Yogyakarta Kering Total
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar