Daftar Isi
Gajah bersama pawang gajah menyisiri kawasan Taman Nasional Tesso Nilo yang kian menyusut.(ft:wikipedia.org)
LANCANGKUNING.COM,Pekanbaru-Di kedalaman rimba yang kian menyempit di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Kabupaten Pelalawan, Riau, suara alam tak lagi lantang. Hening dan luka menggantung di balik rerimbunan yang kini lebih banyak dihuni oleh kebun sawit ilegal ketimbang pepohonan asli. Di sana, gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), satwa megah dan dilindungi, perlahan kehilangan tempat berpijak, dan bahkan, nyawanya.
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau mengungkap catatan memilukan: sejak tahun 2015 hingga Juni 2025, sebanyak 23 ekor gajah sumatera meregang nyawa di TNTN. Tahun 2015 tercatat sebagai masa paling kelam, ketika delapan ekor gajah mati dalam satu tahun.
“Kasus kematian gajah tertinggi terjadi pada tahun 2015,” ujar Kepala BBKSDA Riau, Supartono, Jumat (27/6). Tahun-tahun berikutnya mencatatkan angka fluktuatif: 2 kematian pada 2016, nihil pada 2017, 2 kasus pada 2018, dan 1 ekor tewas pada 2019. Tahun 2020 mencatat lonjakan kembali dengan 3 kasus kematian.
Setelah jeda di tahun 2022, kematian kembali muncul: 3 kasus pada 2023, 2 kasus pada 2024, dan hingga pertengahan 2025, satu lagi gajah ditemukan mati. Di antara deretan tragedi itu, satu yang mencolok adalah kematian gajah jinak bernama Rahman pada Januari 2024. Ia ditemukan tak bernyawa, diduga diracun. Tragisnya, satu gadingnya raib, diduga diburu.
Supartono mengungkap akar dari tragedi panjang ini: kerusakan habitat yang masif. Lebih dari 40.000 hektare kawasan hutan TNTN telah berubah rupa menjadi kebun sawit ilegal dan permukiman liar. “Hilangnya habitat alami menyebabkan gajah semakin sering berkonflik dengan manusia. Mereka kehilangan ruang hidup dan sumber pakan,” tuturnya.
BBKSDA Riau tak tinggal diam. Mereka mengerahkan tim untuk memantau pergerakan gajah melalui GPS collar, melakukan pengayaan habitat, hingga menyosialisasikan bahaya jerat dan racun kepada masyarakat sekitar. Namun tantangan terbesar tetap menyisakan bayang: perambahan liar yang tak kunjung padam.
Baru-baru ini, Satgas Penanganan Kawasan Hutan (PKH) melakukan penyitaan terhadap lahan-lahan ilegal dan mendesak ribuan pendatang dari luar Riau untuk melakukan relokasi mandiri dalam tiga bulan.
Di tengah upaya mitigasi, suara gajah di Tesso Nilo semakin jarang terdengar. Mungkin karena mereka telah pergi. Atau mungkin karena hutan tempat mereka memanggil rumah, perlahan tak lagi bernyawa.
Komentar