Daftar Isi
Oleh : Wamdi Jihadi, ketua Gerakan Riau Membaca (GRM)
Siapa yang tidak kenal dengan Asma Nadia, perempuan yang mempunyai nama asli Asmarani Rosalba itu merupakan salah satu perempuan produktif dalam menulis buku-buku di tanah air ini. Sebut misalnya beberapa buku yang ditulisnya; Istana Kedua, Derai Sunyi, Salon Kepribadian, Sakinah bersamamu, dan banyak lagi buku-buku lainnya yang tidak kurang dari 22 buah judul buku, dan ditambah lagi beberapa buku antologinya bersama penulis-penulis lain. Bahkan di antara beberapa bukunya itu sudah difilm-kan, seperti; Emak Ingin Naik Haji, Rumah Tanpa Jendela, Assalamu’alaikum Baijing, dan Jilbab Traveler Love Sparks in Korea.
Asma Nadia lahir di Jakarta 26 Maret 1972 dari keluarga yang sangat menggemari membaca buku. Walau pun dalam kondisi hidup yang serba kekurangan, namun ibunya seringkali membelikan buku-buku cerita untuk anak-anaknya. Sehingga sebelum masuk ke Sekolah Dasar (SD) Asma Nadia telah pandai membaca.
Rumah mereka yang masa itu tidak jauh dari tempat peminjaman buku membuat ia dan kakaknya Helvy Tiana Rosa sering datang ke sana. Namun sayangnya untuk meminjam buku di sana mereka mesti membayar (buku-buku sewaan) dan mereka tentu saja tidak memiliki uang untuk itu. Namun tetap saja mereka sering datang walaupun hanya sekedar melihat-lihat tumpukan buku itu, tetapi tidak jarang mereka diusir oleh pemiliknya karena mereka hanya mengunjungi untuk melihat-lihat dan bukan menyewa.
Keinginan membaca yang kuat dengan kehidupan yang pas-pasan itu membuat Asma Nadia dan kakaknya untuk lebih kreatif mencari bahan bacaan, maka ketika ibunya pulang dari pasar membawa barang belanjaan dapur yang dibungkus dengan koran-koran bekas, mereka serta merta memindahkan cabe, bawang, tomat, dan yang lainnya itu untuk kemudian diambil bungkusnya dan segera mereka baca.
Kehidupan masa lalu yang sulit mendapatkan bahan bacaan itulah kiranya salah satu yang sangat membekas pada diri Asma Nadia sampai ia tumbuh dewasa. Sehingga ia berniat ingin menjadi penulis dan nanti kalau mempunyai banyak buku akan ia disumbangkan bagi mereka yang kekurangan.
Dengan tekad yang membaja ia betul-betul menekuni dunia tulis menulis, bahkah sudah banyak dari karyanya itu yang mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak; seperti Adikarya IKAPI tahun 2002, kategori fiksi remaja Mizan Award tahun 2003. Termasuk ia melanglang buana ke berbagai kota bahkan negara – telah menapaki 270 kota di 59 negara di dunia – berkat ketekunannya dalam dunia literasi. Tahun 2009 ia mendapat undangan writers in residence dari Le Chateau de Lavigny, dengan undangan itu ia bisa berkeliling Eropa. Dan ia juga salah satu dari 35 peserta yang berasal dari 31 negara yang diundang untuk menjadi penulis tamu dalam Iowa International Writing Program.
Untuk mewujudkan mimpinya tentang berbagi buku kepada mereka yang kekurangan, penulis tetap kolom Resonansi Republika ini pun mendirikan penerbitan Asma Nadia Publishing House pada tahun 2009. Dan tidak cukup sampai di sana, ia juga mendirikan yayasan Asma Nadia yang kemudian di antara programnya adalah membuka RumahBaca AsmaNadia (RBA) di seluruh tanah air. Yayasannya itu mentargetkan berdirinya 1000 rumah baca untuk para dhuafa, dan kini jumlahnya sudah mencapai 219 buah.
“Ancaman generasi muda yang tidak suka membaca bukan hanya sinyal buruk bagi Indonesia. Dunia, secara keseluruhan, terutama negara berkembang, pun merasakan melunturnya budaya baca.” Demikian tulisnya dalam satu kesempatan.
Wamdi Jihadi, ketua Gerakan Riau Membaca (GRM)
Komentar