Daftar Isi
Foto: Brigjen TNI Farid Makruf. (Korem 132/Tadulako)
Lancang Kuning – Komandan Komando Resor Militer 132/Tadulako, Brigadir Jenderal TNI Farid Makruf baru saja membuat prajurit-prajurit Tentara Nasional Indonesia takjub.
Bagaimana tidak, sang jenderal berdarah Komando Pasukan Khusus (Kopassus) itu dengan gagah berani mendatangi prajurit TNI di hutan Tamanjeka, Poso.
Tak cuma asal berkunjung saja, yang bikin salut lagi. Brigjen TNI Farid Makruf ikut jalan kaki menembus ganasnya rimba Poso untuk melakukan patroli keamanan.
Dilansir VIVA Militer, Senin 19 Juli 2021, dari siaran resmi Korem 132/Tadulako, dua hari lamanya jenderal bintang satu TNI Angkatan Darat itu berada di wilayah hutan Tamanjeka.
Dia menembus hutan tamanjeks didampingi pejabat Korem 132/TDL. Lalu juga ada Komandan Kodim 1307/Poso dan Komandan Batalyon Infanteri 174/Sintuwu Maroso, serta Komandan Yonif Para Raider 502/Ujwala Yudha.
Selama dua hari Brigjen TNI Farid berada di zona merah kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Beliau mendatangi beberapa titik seperti Pos Sekat, Pos Pengamanan Daerah Rawan di Tamanjeka, Pindedepa, Tangkura, Gantinadi, Padalembara dan Taunca.
Kepada para prajurit TNI yang bertugas memburu kelompok teroris dalam Operasi Tinombala ini, Brigjen TNI Farid berpesan agar selalu dekat dengan masyarakat setempat.
"Tugas adalah sebuah kehormatan, sehingga setiap prajurit harus melaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab, jangan sekali-kali bertindak arogan dan melukai hati rakyat serta jadikan keberadaan kalian di wilayah ini dapat memberikan rasa aman bagi masyarakat," kata Brigjen TNI Farid, dilansir LKC dari Viva.co.id
Perlu diketahui, wilayah yang didatangi Brigjen TNI Farid merupakan daerah yang sangat rawan dan berbahaya. Sudah banyak aparat keamanan yang meregang nyawa di wilayah ini.
Wilayah ini dijadikan sarang persembunyian bagi kelompok teroris MIT yang dibentuk mendiang Santoso. Rekam jejak Santoso sangat mengerikan, sudah lebih setengah lusin anggota polisi mati di tangan kelompoknya. Tercatat ada 8 polisi tewas.
Anggota polisi yang pertama kali menjadi korban kelompok Santoso ialah dua personel Polsek Poso Pesisir Selatan, yaitu Briptu Andi Sapa dari tim Buser dan Kepala Unit Intelkam, Brigadir Sudirman.
Keduanya dibunuh dengan cara yang tak manusiawi, leher mereka digorok, tangan mereka diikat dan jenazah mereka dipendam ke dalam lumpur di hutan wilayah Gunung Biru. Keduanya dibunuh dengan disiksa terlebih dahulu.
Sebelum dibunuh, mereka diculik. Keduanya diculik saat ketahuan melakukan penyelidikan atas laporan tentang adanya latihan militer di wilayah tersebut. Briptu Andi Sapa dan Brigadir Sudirman diculik pada 8 Oktober 2012, dan jenazah mereka baru ditemukan delapan hari kemudian.
Dua bulan berselang, tepatnya 20 Desember 2012, Santoso kembali beraksi, mereka menyergap patroli kepolisian, tak tanggung-tanggung empat anggota Brigade Mobil (Brimob) Polri dibantai dalam sebuah kontak senjata di Desa Kalora, Tambarana.
Empat anggota Brimob itu tewas kondisi parah, semuanya tewas diterjang peluru. Dua Brimob tertembak di kepala, dua lainnya tertembak di dada dan leher.
Meski sudah banyak anggotanya yang tewas, kepolisian terus berusaha menembus hutan Poso untuk bisa menghancurkan Santoso dan kelompoknya. Sayangnya, tahun demi tahun tak juga polisi mampu mewujudkan impiannya. Polisi hanya bisa menangkapi dan melumpuhkan kelompok Santoso yang berada di kota melalui operasi Detasemen Khusus 88.
Malah di tahun-tahun berikutnya, Brimob harus kehilangan anggotanya di hutan Poso. Pada 6 Februari 2014, anggota Brimob Polda Sulteng bernama Bharada Putu Satria Wibawa, tewas dalam baku tembak di Desa Taunca, Poso Pesisir Selatan.
Lalu pada Agustus 2015, kelompok Santoso melenyapkan nyawa perwira Brimob. Korban bernama AKP Bryan Theopani Tatontos tewas dalam baku tembak di Pegunungan Langka Poso, Desa Kilo, Poso.
Bahkan, karena kegagalan polisi menjangkau Santoso, gembong teroris itu semakin congkak, Santoso cs kemudian malah menantang polisi dan Densus 88 untuk berperang terbuka di hutan Poso.
Akhirnya pada 10 Januari 2016, TNI dilibatkan memburu Santoso bersama kepolisian dalam sebuah operasi bernama Operasi Tinombala. Dalam operasi itu, TNI mengerahkan pasukan dari Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad), Korps Marinir, Pasukan Raider dan Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
Setelah TNI dilibatkan, barulah petualangan Santoso sebagai teroris paling dicari di Indonesia hingga dunia bisa diakhiri dengan kematiannya. (LK)
Komentar