Daftar Isi
Foto: Ilustrasi-Net
LancangKuning.Com, JAKARTA - Baiq Nuril Maknun, 37, guru perempuan di Lombok yang merekam percakapan mesum kepala sekolah (kepsek) tempat ia bekerja justru dijatuhi hukuman penjara 6 bulan dan denda Rp500 juta. Kasus ini membuat hukum di Indonesia jadi bahan ledekan kelompok HAM serta jadi sorotan media asing.
Hukuman terhadap Nuril dijatuhkan oleh Mahkamah Agung (MA). Guru SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) itu dinyatakan melanggar Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena merekam dan menyebarkan rekaman obrolan mesum kepsek berinisial M pada tahun 2012.
Pada tahun 2012, Nuril menerima telepon dari M dan merekam percakapan telepon tersebut. Dalam kontak telepon itu, M bercerita soal hubungan seks dengan temannya, yang juga teman Nuril.
Pengacara Nuril, Joko Jumadi, mengatakan bahwa guru perempuan itu dituduh mengumbar percakapan seksual yang tidak diinginkan M.
"Para hakim Mahkamah Agung menyatakan bahwa dia telah melanggar hukum," kata juru bicara pengadilan Suhadi, kepada Thomson Reuters Foundation melalui telepon dari Jakarta, pada hari Kamis (15/11/2018).
Pada 2017, Pengadilan Negeri Mataram memvonis bebas Nuril. Majelis hakim yang diketuai Albertus Usada saat itu menyatakan bahwa guru perempuan itu tidak melanggar UU ITE seperti yang didakwakan jaksa.
Namun, pada September 2018, majelis kasasi yang diketuai hakim agung Sri Murwahyuni, dengan anggota majelis hakim agung Maruap Dohmatiga Pasaribu dan hakim agung Eddy Army, memvonis Nuril dengan hukuman penjara 6 bulan dan denda Rp500 juta.
Menurut Suhadi, putusan Mahkamah Agung sekaligus membatalkan vonis bebas oleh Pengadilan Negeri Mataram tahun 2017.
Amnesty International meledek hukuman yang menimpa Nuril sebagai parodi.
"Tampak seorang wanita dikriminalisasi hanya karena mengambil langkah atas pelecehan yang dia alami," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, dalam sebuah pernyataan.
"Ini adalah parodi, korban dugaan pelecehan telah dihukum. Kecil, jika ada tindakan yang telah diambil oleh pihak berwenang untuk menyelidiki apa yang menjadi klaim yang kredibel," ujarnya.
Maidina Rahmawati dari Lembaga Reformasi Peradilan Pidana, sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di Jakarta, mengatakan putusan itu dapat digunakan untuk menghalangi korban lain untuk melaporkan pelanggaran di masa depan.
"Kasus ini hanya contoh bagaimana hukum, yang terlalu kabur, dapat digunakan terhadap perempuan yang rentan yang berusaha melindungi diri mereka sendiri," katanya melalui telepon.
Jumadi mengatakan Nuril yang juga ibu tiga anak itu akan mengajukan peninjauan kembali untuk menentang putusan MA. Namun, dia dapat ditahan setiap saat oleh pihak berwenang.
"Dia adalah korban dan dia hanya menginginkan keadilan," kata pengacara tersebut. (Mas)
Sumber.Sindonews
Komentar