Tolak Omnibus Law dan UMP, Buruh akan Turun Aksi pada 2 November

Daftar Isi


    Foto: Ilustrasi demo buruh. (Pikiran Rakyat)
     

    Lancang Kuning, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berencana kembali menggelar aksi demonstrasi dan mogok nasional. Aksi ini merespons terbitnya Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengenai upah minimum tahun 2021 tidak naik, juga tetap menyuarakan penolakan terhadap Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja.

    Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan setidaknya buruh akan melakukan rangkaian aksi pada tiga hari antara lain 2, 9, dan 10 November. Untuk 2 November, menurut Said, aksi bakal terpusat di depan Istana Kepresidenan dan Mahkamah Konstitusi.

    Baca Juga: Gubri Gelar Pertemuan Bersama Personil Satgas Udara Karhutla 2020


    "Dalam waktu dekat, yang akan dilakukan KSPI dan buruh Indonesia adalah melakukan aksi puluhan ribu buruh pada tanggal 2 November di Depan Istana dan Mahkamah Konstitusi," kata Said Iqbal dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Sabtu (31/10).

    Said mengatakan aksi 2 November juga akan dilakukan serentak oleh buruh di 24 provinsi dan 200 kabupaten atau kota seluruh Indonesia. Aksi ini, kata dia, juga meminta agar Omnibus Law UU Cipta Kerja dibatalkan.

    Ia menjamin, aksi-aksi yang akan dilakukan KSPI terukur, terarah, konstitusional. Ia juga memastikan aksi dari kelompok buruh tidak akan berakhir ricuh.

    Baca Juga: Tempat Wisata di Riau

    Kemudian, pada 9 November para buruh juga akan mengepung Gedung DPR/MPR. Aksi ini sekaligus menuntut agar parlemen segera melakukan legislative review atas UU Cipta Kerja.

    "Selanjutnya tanggal 10 November 2020 aksi akan dilakukan di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, meminta Menaker mencabut surat edaran yang sudah dibuat," kata Said.

    Selain aksi turun ke jalan, Said juga menegaskan buruh berencana melakukan aksi mogok kerja nasional. Aksi ini sebagai respons Surat Edaran Menaker mengenai upah minimum tahun 2021 tidak naik.

    "Bisa saja akhirnya kaum buruh mengambil keputusan mogok kerja nasional," kata Said.

    "Berbeda dengan mogok nasional yang dilakukan pada tanggal 6-8 Oktober lalu, kali ini bentuknya adalah mogok kerja nasional yang dilakukan oleh serikat buruh di tingkat pabrik," ujar dia menambahkan.

    Baca Juga: Begini Cara Polsek Concong Tangkap Pengedar 17 Paket Sabu

    Menaker Ida Fauziyah telah menerbitkan Surat Edaran Nomor M/11/HK.04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 pada Masa Pandemi Covid-19. Dalam SE tersebut, Ida menetapkan upah minimum tahun 2021 sama dengan upah minimum 2020 atau tidak naik.

    Menurut Ida, hal itu perlu dilakukan mengingat saat ini kondisi perekonomian Indonesia tengah terpuruk akibat pandemi virus corona (SARS-CoV-2).

    "Mempertimbangkan kondisi perekonomian Indonesia pada masa pandemi Covid-19 dan perlunya pemulihan ekonomi nasional, diminta kepada Gubernur untuk melakukan penyesuaian penetapan nilai Upah Minimum Tahun 2021 sama dengan nilai Upah Minimum Tahun 2020," ujar Ida dalam surat edaran tersebut.

    Khofifah Diminta Abaikan SE Menaker

    Sejumlah serikat buruh di Jawa Timur juga bakal menggelar aksi unjuk rasa menuntut Gubernur Jawa Timur menaikkan besaran upah minimum provinsi (UMP) 2021 pada Senin (2/11). 

    Sekretaris konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Timur, Jazuli mengatakan tanggal 31 Oktober 2020 mestinya merupakan batas akhir Gubernur se-Indonesia untuk menetapkan dan mengumumkan besaran UMP tahun 2021. 

    Namun hal itu terganjajal surat edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan nomor: M/11/HK.04/X/2020. Buruh Jatim pun mendesak agar Khofifah mengabaikan SE itu. 

    "Serikat pekerja/serikat buruh di Jatim mendesak agar Gubernur Khofifah mengabaikan SE Menaker tersebut dan tetap menaikkan upah minimum provinsi tahun 2021 sebesar Rp. 2,5 juta," kata Jazuli, Sabtu (31/10), dilansir LKC dari CNN Indonesia.com


    Ada sejumlah alasan yang mendasari para buruh sehingga tetap menghendaki kenaikan UMP tahun 2021. Antara lain Undang-undang (UU) Nomor 13 tahun 2003, menerangkan bahwa penetapan upah minimum merupakan wewenang gubernur. 

    "Berdasarkan UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, penetapan upah minimum merupakan kewenang gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari dewan pengupahan provinsi," ucapnya. 

    Dan, kata dia Dewan Pengupahan Provinsi Jatim dari unsur serikat pekerja/serikat buruh dalam rapat Dewan Pengupahan yang dilaksanakan pada 27 Oktober 2020 sepakat tetap ada kenaikan UMP Jawa Timur tahun 2021.

    Ia melanjutkan, SE Menaker Nomor: M/11/HK.04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 Pada Masa Pandemi Corona Virus Diseases 2019 (Covid-19) bukanlah produk hukum yang mengikat sehingga tidak harus dilaksanakan oleh Gubernur Jawa Timur.

    "Kedudukan SE tersebut juga di bawah UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan," kata dia. 

    Baca Juga: Ini Sosok Jenderal TNI Pemimpin Klub Moge Pengeroyok 2 Anggota TNI AD


    Menurutnya, intervensi pemerintah pusat dalam hal penetapan upah minimum melalui SE Menaker dan bahkan melalui SE Mendagri tidak hanya terjadi pada saat Gubernur Khofifah saja.

    "Tahun-tahun sebelumnya pada saat kepemimpinan Gubernur Soekarwo juga acap kali dilakukan. Namun Gubernur Soekarwo mengabaikan SE-SE tersebut dan tidak ada sanksi dari pemerintah pusat kepada Gubernur Soekarwa pada saat itu," ujarnya. 

    Disparitas upah minimum di Jatim dari upah minimum tertinggi (Kota Surabaya) dengan upah minimum terendah (Kabupaten Magetan) mencapai angka 120 persen atau sebesar Rp. 2.287.157,46.

    Untuk memperkecil disparitas tersebut maka Gubernur Khofifah, kata dia, harus menaikkan UMP secara signifikan karena UMK tidak boleh lebih rendah dari UMP.

    Apalagi, kata dia, saat ini Provinsi Jatim menempati peringkat ketiga UMP terendah se-Indonesia setelah Provinsi DIY dan Jawa Tengah.

    Alasan tak menaikkan upah minimum karena pandemi Covid-19 juga tak tepat. Ia menyebut pada 1998 Indonesia juga pernah mengalami resesi ekonomi yang mengakibatkan pertembuhunan ekonomi jatuh diangka minus 17,6 persen dan inflasi mendekati angka 78 persen, namun pada saat itu untuk meningkatkan daya beli masyarakat upah minimum tetap dinaikkan sebesar 16 persen.

    "Gubernur Jatim merupakan pilihan rakyat Jatim, bukan pilihan pemerintah pusat, sudah seharusnya Gubernur Jatim lebih mementingkan kondisi ekonomi rakyat Jatim dengan meningkatkan daya beli ditengah pandemi," ucapnya. 

    Untuk memperjuangkan agar tetap ada kenaikan upah minimum pada tahun 2021, maka buruh Jawa Timur yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berencana melakukan aksi demonstrasi pada tanggal 2, 9 dan 10 november 2020. 

    "Puncaknya aksi demonstrasi secara besar-besaran pada tanggl 10 November 2020 yang bertepatan dengan Hari Pahlawan," kata dia. (LK)

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Tolak Omnibus Law dan UMP, Buruh akan Turun Aksi pada 2 November
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar