Keunikan Pulau Bungin, Pemukiman Terpadat di Dunia

Daftar Isi


    Foto: Pulau Bungin merupakan pemukiman terpadat di dunia yang secara administratif merupakan salah satu desa di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Indonesia.
    Pemandangan Pulau Bungin dari ketinggian. (iStockphoto/raditya)



    Lancang Kuning -- Pulau Bungin terletak di lepas Laut Bali, daratan pulau ini secara administratif merupakan salah satu desa di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Luas pulau ini hanya sebesar 8,5 hektare, dengan lebih dari 5.000 penduduk menetap di sini (BPS 2014). Mayoritas penghuni pulau adalah Suku Bajo dari Sulawesi Selatan yang telah menghuni Bungin sejak 200 tahun silam.

    Desa Pulau Bungin dijuluki sebagai pemukiman terpadat di dunia. Hampir tidak ditemukan lahan kosong di pulau tersebut. Desa Pulau Bungin juga tidak memiliki garis pantai, maupun lahan hijau sejauh mata memandang.

    Baca Juga: Pasien Sembuh dari Covid-19 di Riau Capai 10.534 orang

    Jika bertamasya ke pulau ini, jangan berharap menjumpai pantai atau pesisir dengan deretan pohon kelapa sejauh mata memandang. Sebab, bukan pemandangan itu yang akan menyambut kedatangan para turis, melainkan rumah-rumah penduduk yang saling berhimpitan.

    Begitu tiba, wisatawan akan disambut oleh nuansa perkampungan padat penduduk. Rumah-rumah panggung berhimpit satu sama lain menghiasi seluruh daratan pulau.
     

    Baca Juga: Bupati Wardan Hadiri Peresmian 11 Desa Berlistrik Secara Virtual

    Kepadatan penduduk itulah yang membuat Bungin tidak memiliki garis pantai, sebab sepanjang pesisir pulaunya telah dibangun tempat tinggal.

    Kondisi penduduknya saling hidup berdesakan, membuat Pulau Bungin menjadi salah satu destinasi wisata yang unik. Jika di sekitar Sumbawa destinasi wisata identik dengan laut biru dan pasir putih, Bungin justru mengenalkan hal yang tidak biasa.

    Meski tidak memiliki pesisir pantai, Pulau Bungin terkenal akan wisata kuliner seafood dengan rasa gurih-asin khas Desa Bungin. Di pulau ini juga tersedia resto apung yang menyajikan banyak hidangan laut. Wisatawan bisa memilih ikan segar langsung dari kolam penangkaran ikan dengan harga ramah di kantong.
     

    Baca Juga: Rencana Jahat Juventus Buat Barcelona Makin Menderita

    Penduduk pulau ini yakni suku Bajo sudah terkenal sebagai pelaut ulung, sehingga tidak heran jika anak-anak di Bungin mahir menjelajah lautan dan berburu ikan di laut. Anak-anak di Desa Bungin juga terbiasa membantu orang tuanya bekerja dengan menyelam untuk mencari ikan di laut.

    Karena 80 persen warganya menjadi nelayan, hampir setiap rumah memiliki perahu motor pribadi. Kendaraan ini jugalah yang digunakan warga untuk memancing ikan atau lobster di laut.


    Dulunya, pulau ini hanya merupakan gundukan pasir putih sebelum diisi oleh orang-orang suku Bajo. Mereka kemudian membangun rumah-rumah dengan menggunakan tumpukan karang laut mati sebagai pondasi.

    Jika beruntung, wisatawan bisa melihat proses pembangunan rumah di Desa Bungin yang beda dari yang lain.

    Uniknya, rumah yang berdiri di desa ini tidak menggunakan batu atau tanah sebagai dasar pondasinya. Melainkan menggunakan terumbu karang yang sudah mati sebagai dasar rumah. Warga juga tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli tanah, sebab mereka menguruk tanahnya sendiri.

    Untuk membangun rumah baru, warga setempat juga harus melakukan reklamasi karena keterbatasan lahan di pulau tersebut. Warga tinggal memilih area yang masih tergenang air laut, kemudian membuat gundukan tanah dengan bantuan terumbu karang yang mati, lalu ditandai dengan bendera.

    Setelahnya, warga bisa langsung membangun rumah panggung di atas gundukan terumbu karang tersebut.

    Namun beberapa warga memilih untuk hidup satu atap dengan keluarga besar. Sehingga tidak aneh, jika satu rumah bisa diisi oleh tiga hingga empat kepala keluarga sekaligus.


    Selain pembangunan rumah, wisatawan juga bisa melihat ritual Toyah. Ritual Toyah merupakan upacara memperkenalkan bayi baru lahir pada dunia bahari. Ritual ini juga yang dipercaya membuat anak-anak di Pulau Bungin pandai menyelam dan berburu hasil laut.

    Ritual Toyah merupakan upacara khas masyarakat Suku Bajo. Dalam ritual ini, bayi akan dipangku oleh tujuh orang perempuan secara bergantian yang duduk di atas ayunan.

    Ayunan diibaratkan seperti gelombang lautan yang akan dihadapi sang anak besar nanti ketika menjadi pelaut. Maka itu, bukan hal aneh jika sebagian besar masyarakat Desa Bungin bekerja sebagai nelayan.

    Selain berprofesi sebagai nelayan, ada juga yang membuka keramba atau kolam ikan atau lobster untuk menarik wisatawan datang berkunjung. Wisatawan bisa memancing sendiri hasil laut di keramba tersebut untuk kemudian dihidangkan di resto apung milik warga setempat.

    Setelah perut terisi, jangan lupa untuk menikmati keindahan sunset di dermaga Pulau Bungin. Karena meskipun tanpa pesisir pantai dan hamparan pasir putih, keindahan matahari terbenam dari pulau ini juga sangat indah.

    Penduduk pulau juga terkenal dengan keramahannya menyambut wisatawan. Sehingga, wisatawan tidak perlu ragu untuk menyempatkan diri mengunjungi pulau ini jika berada di Pulau Sumbawa.

    Pulau Bungin memiliki dua dermaga di bagian selatan dan baratnya, dermaga ini juga yang menjadi salah satu akses menuju pulau kecil ini.

    Jika berangkat dari Lombok, turis bisa pergi ke Pelabuhan Kayangan, Lombok Timur ke Pelabuhan Poto Tano, Sumbawa, perjalanan membutuhkan waktu sekitar 6-8 jam untuk sampai ke Pulau Bungin. Akses lainnya dengan menggunakan jalan buatan dari daratan Pulau Sumbawa. (LK)

    Sumber: CNN Indonesia.com

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Keunikan Pulau Bungin, Pemukiman Terpadat di Dunia
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar