Daftar Isi
Foto: Ilustrasi: turut berduka cita meninggal dunia
Lancang Kuning, JAKARTA – Pendiri Kompas Gramedia, Jakob Oetama, tutup usia. Ia meninggal dunia Rabu, 9 September 2020, pada usia 88 tahun saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Mitra Keluarga, Kelapa Gading, Jakarta.
Baca Juga: 16 BPD Desa Dilantik, Empat Pesan Bupati Inhu
Belum diketahui bagaimana kondisi kesehatan terakhir Jakob Oetama sebelum meninggal dunia. Rencananya jenazah akan dibawa ke kediamannya di Jalan Sriwijaya. Kemudian akan dibawa ke tempat persemayaman terakhir di Gedung Kompas Gramedia dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.
Baca Juga: Ternyata 6 Prajurit Marinir TNI Terlibat Penyerangan Polsek Ciracas
Baca juga: Sebar Hoax Dipukuli, Prada MI Ternyata Habis Tenggak Anggur Merah
Kabar duka ini disampaikan oleh akun resmi Kompas di Twitter.
Baca Juga: Makanan Khas Pekanbaru
“ Pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama Meninggal Dunia,” tulis akun @Kompastv seperti dikutip VIVA, Rabu, 9 September 2020.
Baca Juga: Tempat Wisata di Riau
Diketahui, pria kelahiran Magelang, 27 September 1931, merupakan sosok yang berjasa besar dalam industri media Tanah Air. Tak hanya itu, ia pun membangun media lainnya.
Bahkan ia juga mengembangkan bisnis usahaya selain media, seperti perhotelan, pendidikan, dan toko buku Gramedia. Dengan meraih kesuksesan di bidang usahanya, ia pun layak disebut pengusaha sukses. Tapi, Jakob lebih senang disebut sebagai wartawan.
Menjadi wartawan adalah pilihan tepat bagi Jakob Oetama. Hampir 61 tahun ia bergelut di bidang media sejak umur 24 tahun. Siapa pun pasti sudah tak asing dengan sosok Jakob Oetama. Pria kelahiran Desa Jowaban, 27 September 1931 ini merupakan pendiri Kompas Gramedia Group.
Jakob Oetama bersama rekannya Petrus Kanisius Ojong pada tahun 1965 mendirikan Harian Kompas. Sebelum Harian Kompas lahir, pada tahun 1963, dua sahabat ini sudah mendirikan majalah bulanan Intisari yang berisi ilmu pengetahuan dan teknologi. Majalah ini terinspirasi dari majalah Reader’s Digest asal Amerika.
Pada awalnya, pria yang pernah menjadi guru di SMP Mardi Yuana, Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, ini merasa bimbang, apakah ia ingin tetap menjadi guru atau alih profesi sebagai sebagai wartawan. Meski sebelumnya, menjadi guru adalah cita-citanya sejak kecil bersamaan dengan keinginannya sebagai pastor.
Namun, seiring bertambahnya usia Jakob pun mengeliminasi cita-citanya sebagai pastor dan tidak melanjutkan Sekolah Menengah Atas Seminari (sekolah khusus untuk menjadi pastor). Ditambah lagi sang ayah, Raymundus Josef Sandiya Brotosoesiswo kala itu berprofesi sebagai guru Sekolah Rakyat.
Di tengah kebimbangan antara jadi guru atau wartawan tersebut, Hingga akhirnya ia berbincang dengan Pastor JW Oudejans OFM, pengelola Majalah Penabur, Jacob pun membulatkan tekatnya bukan sebagai guru professional melainkan wartawan profesional. Itulah pilihan Jakob seprti tertulis di buku Syukur Tiada Akhir (2011).
Pilihannya untuk terjun ke dunia tulis menulis bukanlah hal baru baginya. Sebelumnya, Jakob Oetama memang memiliki hobi menulis. Hobinya dalam menulis pun semakin matang setelah ia melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi Publisistik Jakarta dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada.
Sudah sejak tahun 1956, pria yang kerap disapa JO (Je-O) ini telah dipercaya sebagai Sekretaris Redaksi majalah Penabur hingga tiba saat ia berhasil mendirikan majalah Intisari dan Harian Kompas bersama sahabat karibnya. Tentu saja, keberhasilan tersebut bukan sebuah akhir, melainkan langkah baru bagi Jacob membawa perubahan segar bagi jurnalisme Indonesia.
Hingga tahun 2016, bertepatan usianya yang ke 85 tahun, Harian Kompas sudah berkembang menjadi salah satu industri raksasa di bidang media massa, toko buku, hotel, dan universitas yang semuanya tergabung dalam Kelompok Kompas Gramedia. Pria yang telah mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa ke-18 dari Universitas Gadjah Mada ini menjabat sebagai Pemimpin Umum Kompas Gramedia dan Presiden Direktur Kelompok Kompas Gramedia. (LK)
Komentar