Daftar Isi
Lancang Kuning - Ahli mikrobiologi Universitas Indonesia, Pratiwi Pujilestari Sudarmono menguraikan mutasi virus corona SARS-CoV-2 khas Surabaya yang dinamakan Q677H, merupakan hal yang wajar.
Dia mengatakan mutasi itu terjadi karena virus SARS-CoV-2 merupakan virus RNA (ribonucleic acid). Virus RNA sendiri lebih cepat bermutasi karena molekul penyusun virus ini lebih labil dan tidak memiliki proses pengecekan seperti virus DNA.
Akibatnya, virus RNA sangat sering berubah atau bermutasi sangat cepat, sehingga punya konsekuensi yang parah terhadap mereka yang terinfeksi.
"Jadi mengenai mutasi di Surabaya, ini virus RNA. Setiap saat dia bermutasi, berubah dengan cepat," ujar Pratiwi dalam diskusi virtual, Rabu (2/9).
Pratiwi menuturkan mutasi virus RNA seperti SARS-CoV-2 bisa terjadi pada satu titik atau lebih. Perubahan itu kemudian mengubah ekspresi asam amino yang diproduksi oleh virus tersebut.
Akan tetapi, dia menyebut mutasi Q677H masih relatif kecil. Dia berkata belum menjadi berbeda dari virus SARS-C0V-2.
Lebih lanjut, Pratiwi menyebut pemerintah harus melakukan sekuens genom utuh atau Whole Genome Sequencing (WGS) lebih banyak untuk memastikan keberadaan orang yang terinfeksi virus dengan strain mutasi Q677H dan D614G.
Dengan cara itu, dia menyebut pemerintah nantinya bisa mengetahui salah satu penyebab sebuah lokasi memiliki kasus positif atau kematian yang tinggi.
"Selama masih sporadis seperti ini, kita baru mendeteksi adanya mutasi, tapi tidak bisa membuktikan apakah mutasi yang terjadi kiranya akan menyebabkan perubahan yang drastis atau luar biasa," ujarnya.
Di sisi lain, Pratiwi berkata belum ada obat yang khusus untuk mengobati Covid-19 akibat infeksi SARS-CoV-2. Namun, dia berkata sejumlah petugas medis mengkombinasikan obat antivirus HIV-AIDS dengan antibiotik untuk menghentikan virus SARS-CoV-2 berkembang biak.
Tak hanya itu petugas medis juga memanfaatkan Dexamethasone hingga obat Flu Burung. Terapi penunjang berupa obat batuk, obat demam, hingga vitamin juga digunakan sebelum adanya obat khusus.
"Tetapi itu diberikan kepada mereka dengan gejala sedang sampai berat," ujar Pratiwi.
Ia pun menyebut mutasi tidak mempengaruhi pengobatan. Sebab, dia menyatakan mutasi yang ditemukan tidak berbeda dengan virus awal, yakni SARS-CoV-2.
Komentar