Menilik Peluang Jerat Hukum Pembakaran Bendera PDIP

Daftar Isi

    LancangKuning Aksi pembakaran bendera PDIP terjadi di tengah demonstrasi penolakan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) di depan Gedung DPR, Rabu (24/6) lalu.

    Belum diketahui siapa yang membakar bendera partai politik pemenang Pemilu 2019 itu. Saat itu yang diakui oleh massa pendemo, yang dibakar adalah bendera bergambar palu arit yang identik dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

    Pembakaran bendera itu kemudian menyulut kemarahan kader PDI. Mereka berencana memproses hukum kejadian itu dan meminta kepolisian mengusut tuntas.

    Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pun mengeluarkan perintah kepada kadernya merapatkan barisan. Dia mempersilakan kader menempuh jalur hukum sambil memperkuat persatuan dengan rakyat.

    Politikus senior PDIP Tjahjo Kumulo juga turut bersuara. Ia meminta semua kader sampai tingkat anak ranting untuk mendatangi kantor Polres dan Polda agar pembakaran bendera itu diusut.

    Baca Juga : Tempat Wisata di Pekanbaru

    Terkait proses hukum itu, pengamat hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Muzakir mengatakan bahwa perlu lebih dulu melihat konteks dari aksi pembakaran bendera PDIP tersebut.

    Menurutnya aksi pembakaran terjadi di tengah aksi demo yang menolak RUU HIP yang merupakan inisiatif DPR.

    Jika dirunut lebih jauh, RUU HIP itu pertama kali diajukan oleh Fraksi PDIP di DPR. Baru kemudian dalam rapat paripurna yang digelar pada pertengahan Mei 2020, DPR kemudian menyetujui pembahasan RUU HIP sebagai inisiatif DPR, meski dalam perjalanannya tak semua fraksi mendukung RUU HIP.

     

    Atas dasar itu, kata Muzakir, aksi pembakaran bendera PDIP itu bukan berarti penghinaan. Sebab insiden itu terjadi di tengah aksi protes pendemo yang menolak RUU HIP. Bagi pendemo, PDIP dianggap berkontribusi cukup besar dalam proses pembahasan RUU HIP tersebut.

    "Maka daripada itu ketika orang menolak demo untuk menolak RUU HIP, tentu saja yang ditolak bukan RUU saja, tapi juga siapa yang partisipan dalam memproduksi suatu hasil ini," tutur Muzakir saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (26/6).

    "Atas dasar itulah maka pembakaran tidak bermakna menghina. Pembakaran bendera dalam arti dia memprotes karena ada produk yang dihasilkan, mayoritas gagasan itu dari PDIP gitu," imbuhnya.

    Muzakir melanjutkan jika PDIP tidak mendominasi dalam pembahasan RUU HIP, ia memprediksi aksi pembakaran bendera partai tidak akan terjadi.

    Di sisi lain, Muzakir menilai sah-sah saja jika PDIP memutuskan menempuh jalur hukum dengan membuat laporan ke polisi.

    Jika itu terjadi, lanjut Muzakir, maka kepolisian mesti selektif dalam penyelidikan. Sebab sekali lagi, konteks pembakaran bendera PDIP bukan penghinaan karena panasnya situasi demonstrasi penolakan RUU HIP.

    "Kepolisian harus menyeleksi, kalau tindakan reaksi seperti ini apakah pantas sebagai penghinaan atau bukan. Kalau saya berpendapat tidak, karena dalam suasana demo atau penentangan atau sejenisnya gitu," ujarnya.

    Baca Juga : Indikator Pendukung Dalam Meningkatkan Akreditasi Kampus

    Berbeda jika yang dibakar adalah bendera Merah Putih. Dalam keadaan apapun seseorang yang membakar bendera Merah Putih maka sama dengan melakukan penghinaan.

    "Ini berbeda dengan menghina bendera Indonesia, mau dalam kondisi emosi, mau tidak emosi, mau benci presiden, mau apapun dia tidak boleh bakar bendera, karena konteksnya bukan itu," ucap Muzakir.

    Pendapat senada juga diutarakan pengamat hukum pidana dari Universitas Trisaksi, Abdul Fickar Hadjar. Dia menilai agak sulit mencari rumusan pidana dari aksi pembakaran bendera PDIP dalam KUHP.

    Sebab, bendera PDIP bukanlah bendera nasional atau lambang negara. Lain halnya jika yang dibakar bendera Merah Putih karena memang diatur dalam undang-undang.

     

    Aturan soal bendera Merah Putih diketahui tercantum dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

    Pada Pasal 66 diatur ancaman pidana terhadap orang yang merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara.

    "Bendera PDIP tidak dapat dikualifikasi sebagai bendera nasional, lambang negara," kata Fickar.

    Jika PDIP membuat laporan tentang penghinaan atau pencemaran nama baik terkait aksi pembakaran bendera itu, Fickar menyebut juga tidak bisa dilakukan.

    "Penghinaan dan pencemaran nama baik itu subjeknya orang bukan barang, kecuali ada yang menghina menyebut nama orang," ujarnya.

    Menurut Fickar, pasal yang mungkin paling sesuai terkait aksi pembakaran bendera itu yakni Pasal 406 KUHP.

    Pasal itu berbunyi "Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tidak dapat dipakai atau menghilangkan barang yang sesuatu atau seluruhnya a‎tau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4.500."

    "Ketentuan dalam KUHP yang unsur pasalnya sesuai dengan kejadiannya paling tidak melanggar Pasal 406 KUH Pidana," ucap Fickar.

    Polda Metro Jaya sejauh ini belum menerima laporan. Kepala Bidang Humas Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan, polisi baru meminta keterangan koordinator lapangan aksi Edy Mulyadi untuk dimintai klarifikasi terkait kejadian tersebut.

    "Kalau korlap (dimintai klarifikasi) iya, oleh intel, diambil keterangan ada apa ini terjadi," ujar Yusri.

    Sementara Edy mengatakan Edy Mulyadi mengaku tak kuasa melarang pembakaran bendera di depan Gedung DPR pada Rabu (24/6) lalu.

    Baca Juga : Tempat Wisata di Riau

    Edy menyampaikan hal itu usai dipanggil pihak Polda Metro Jaya untuk dimintai klarifikasi terkait aksi pembakaran bendera PDIP.

    "Polisi tanya, kenapa tidak menghentikan [pembakaran bendera PDIP]? Saya bilang gila, dalam suasana seperti itu, 'Eh, yang PDIP jangan dibakar! Yang PDIP jangan dibakar!' Enggak mungkin saya bilang begitu, ya," kata Edy dalam sebuah rekaman video yang dikirim kepada wartawan, Jumat (26/6).

    Menurutnya, sebelum unjuk rasa tersebut tak pernah ada pembahasan untuk melakukan aksi pembakaran bendera. Namun saat demo berlangsung, kata Edy, salah seorang peserta demo menghampirinya dan menyarankan aksi bakar bendera PKI.

    Dia mengatakan bendera berlambang palu arit itu pun dikeluarkan peserta aksi. Edy pun setuju dengan usul tersebut. Dia turut memandu proses pembakaran bendera PKI itu.

    (dis/osc)

    Sumber : CNNIndonesia

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Menilik Peluang Jerat Hukum Pembakaran Bendera PDIP
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar