LGBT dalam Pandangan Hukum di Indonesia

Daftar Isi

    Sebuah Kehidupan dalam suatu masyarakat berupa sebuah kelompok yang diartikan sebagai keadaan bersama yang dan ditandai oleh suatu keinginan bersama untuk tujuan yang sama pula, Setiap individu yang masuk sebagai anggota suatu kelompok sosial tidak mesti harus melepaskan sifat-sifat sebagai seorang individu yang mempunyai pribadi dan mempunyai perasaan, kemauan dan pikirannya sendiri, tetapi hanyalah bahwa pribadinya sebagai kesatuan yang bertindak dan berintegrasi berhadapan dengan suatu kesatuan berintegrasi dengan yang lainnya,yang membentuk,mengacu tingkahlakunya.


    Belakangan, isu yang marak muncul ditengah masyarakat yang berkaitan dengan aspek-aspek sosial adalah Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender yang kemudian disingikat dengan LGBT, karena kerap memicu banyak perdebatan. Tidak sedikit yang menganggap mereka sejajar dengan kaum heteroseksual. Namun, banyak yang berpandangan, kaum ini melanggar kodrat alamiah sebagai manusia.


    Menilik sejarah LGBT, dalam catatan Sejarah tidak ada kisah yang lebih menarik selain yang diiceritakan didalam Al-qur’an tentang kaum nabi Luth, yang menceritakan tentang negeri sodom, yang kemudian negeri tersebut hancur, namun kalau dilihat sejarah Pada abad 18 dan 19 Masehi beberapa negara mengkategorikan aktivitas homoseksual merupakan suatu tindak kriminalitas sebagai kejahatan sodomi. Perilaku pada hubungan seks sesama jenis atau yang disebut homoseksual ini tidak dapat diterima secara sosial dan masyarakat. Situasi dan kondisi ini membuat komunitas dan kehidupan sosial homoseksual hidup secara rahasia dan tertutup agar tidak diketahui oleh orang lain dan tidak dianggap dimasyarakat, beberapa orang kemudian mulai memperjuangkan kaum homoseksual. Salah satunya adalah Thomas Cannon. Ia diperkirakan menjadi orang pertama yang memulai perjuangan kaum tersebut dengan buku berjudul Ancient and ModernPederasty Investigated and Exemplify’d pada Tahun 1749 di Inggris. Tulisannya yaitu tentang gosip dan antologi lelucon yang membela kaum homoseksual. Cannon dipenjara karena tulisan tersebut yang akhirnya Ia dibebaskan dengan uangjaminan (Sinyo, 2014).

     


    Secara nyata, identitas homoseksual baru muncul kepermukaan dengan berani dan tebuka di kota-kota besar di Indonesia pada awal abad ke-20. Baru pada akhir tahun 1960-an, gerakan LGBT mulai berkembang melalui kegiatan pengorganisasian yang dilakukan oleh kelompok wanita transgender, atau yang kemudian dikenal sebagai waria. Mobilisasi pria gay dan wanita lesbian terjadi pada tahun 1980-an, melalui penggunaan media cetak dan pembentukan kelompok-kelompok kecil di seluruh Indonesia. Mobilisasi ini semakin mendapatkan dorongan dengan maraknya HIV pada tahun 1990-an, termasuk pembentukan berbagai organisasi di lebih banyak lokasi. Pada dasawarsa tersebut juga terjadi sejumlah pertemuan nasional awal, dengan disertai beberapa perkembangan penting dalam gerakan LGBT, antara lain pembentukan aliansi dengan berbagai organisasi feminis, kesehatan seksual dan reproduktif, gerakan pro-demokrasi dan HAM, serta kalangan akademis. Setelah peristiwa dramatis tahun 1998 yang membawa perubahan mendasar pada sistem politik dan pemerintahan Indonesia, gerakan LGBT berkembang lebih besar dan luas dengan pengorganisasian yang lebih kuat di tingkat nasional, program yang mendapatkan pendanaan secara formal, serta penggunaan wacana Hak Asasi Manusia (HAM) untuk melakukan advokasi perubahan kebijakan di tingkat nasional.(Being LGBT in Asia: A Participatory Review and Analysis of the Legal and Social Environment for Lesbian, Gay, Bisexual and Transgender (LGBT) Persons and Civil Society’).

    Dengan perkembangan yang semakin pesat, diadakanlah Dialog Komunitas LGBT Nasional Indonesia yang diselenggarakan di Nusa Dua, Bali, Indonesia pada bulan Juni 2013. Dialog menghadirkan 71 peserta dari 49 lembaga yang mewakili keseluruhan keragaman organisasi LGBT di Indonesia, di samping wakil-wakil pemerintah pusat, lembaga hak asasi nasional, lembaga donor, perguruan tinggi, lembaga non-pemerintah untuk hak asasi manusia, organisasi bantuan hukum dan organisasi masyarakat madani, serta beberapa tokoh agama. Dialog diselenggarakan oleh United Nations Development Programme (UNDP) bersama United States Agency for International Development (USAID) sebagai mitra kerja. Sampai akhir tahun 2013 terdapat dua jaringan nasional organisasi LGBT yang terdiri dari 119 organisasi berlokasi di 28 provinsi dari 34 provinsi di negara Indonesia.

     

     

    Dilihat dari respon masyarakat di indonesia, dalam menanggapi LGBT tentu memiliki dua pandangan, ada yang baik secara langsung maupun tidak langsung mendukung, ada yang tidak mendukung, kecenderungan yang tidak mendukung tidak berani secara langsung atau terkesan diam. LGBT sendiri membangun jaringan dengan pendekatan yang strategis untuk hubungan media, dengan Tekhnologi Informasi dan Komunikasi, meskipun kadangkala memeiliki kendala terkait dengan pemblokiran situs web oleh penyedia jasa Internet atas desakan Stakeholder, meskipun begitu Media ini menunjukkan  potensi yang besar untuk mendorong pengembangan Komunitas LGBT. Maka tidak heran kalau akhir-akhir ini ada dibuku-buku sekolah sudah beredar Istilah-istilah yang tentang orang tua yang waria, dalam artikel-artikel dimedia elektronik dan lain sebagainya. Hal tersebut merupakan pendekatan-pendekatan yang strategis yang dapat dilakukan untuk memberikan informasi dan secara perlahan memperlihatkan konsistensi LGBT sebagai sesuatu hal yang dianggap Legal.

    Kemajuan telah dicapai dalam hak-hak LGBT karena gerakan yang mengambil prinsip dan strategi Hak Asasi Manusia secara universal selama beberapa tahun terahir. Para aktivis LGBT juga telah melakukan pendekatan atau didekati oleh kalangan akademisi dan pembela Hak Asasi Manusia yang berkarya secara lebih mendalam dengan asas-asas yang pluralis dan humanis. Hubungan seperti ini dibina dan ditingkatkan oleh kelompok LGBT, sehingga tidak heran ada suara-suara yang lantang memperjuangkan keberadaan LGBT, terutama Komisi Nasional Hak Asasi manusia, yang menentang secara terang-terangan Pejabat Publik yang menentang keberadaan LGBT di indonesia, seperti Ridwan kamil, Zulkifli Hasan dan pejabat publik lainnya.

     

     

    Melihat dan menganalisa fenomena LGBT, yang kemudian di Media masa banyak Perdebatan pro dan Kontra, memang harus dilihat secara lurus bahwa pada dasarnya Konsep  “Law Is a Tool Of Social Engineering”, bahwa hukum adalah sebagai alat untuk mengubah sosial Masyarakat, sehingga dengan adanya hukum ditengah-tengah masyarakat akan muncul yang namanya masyarakat yang teratur, dalam Konsep ini tentu pihak-pihak yang kontra dengan LGBT tidak menginginkan hal sebaliknya, terkhusus untuk LGBT,  adanya fenomena sosial ini lalu kemudian atas desakan organisasi-organisasi LGBT dengan dalih penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia  membuat aturan yang Mengesahkan regulasi yang memperkokoh keberadaan LGBT.

    Komisi Penyiaran Indonesia dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran melarang program yang men-stigmatisasi "orang yang memiliki orientasi seksual dan identitas gender tertentu." Maka  ini menjadi alasan bahwa aturan tersebut merupakan hasil advokasi organisasi-organisasi LGBT yang berkampanye melawan program yang men-stigmatisasi orang LGBT dan orang yang mengekspresikan non-konformitas dalam hal gender. Sehingga di Program televisi selalu kita jumpai hal-hal yang mengarah kepada perilaku LGBT.

    Oleh karenanya dapat dipahami dalam berbagai regulasi yang dibuat dan di sahkan di Indonesia bahwa didalam Elektronik KTP dan Kartu Identitas lainnya, hanya dua yang diakui keberadaannya, yaitu laki-laki dan perempuan, meskipun di parlemen juga muncul perdebatan-perdebatan di parlemen yang mengusulkan kategori gender ketiga, meskkipun pada akhirnya tidak mendapatkan dukungan suara yang cukup.

    Berdasarkan data dalam pembuatan regulasi didaerah, banyak yang tidak menggunakan istilah Lesby, gay, Biseksual dan Transgender, sehingga itu dijadikan sebagai celah oleh Organisasi dan aktivis LGBT bahwa keberadaan LGBT itu diakui, setidaknya hanya beberapa daerah yang kemudia menulis secara lantang dan nyata bahwa LGBT secara umum melanggar Peraturan Daerah tersebut salah satunya adalah di Padang Panjang, Sumatera Barat perda nomor 09 tahun 2010 tentang Pencegahan, Pemberantasan dan Penindakan Penyakit Sosial, Bagian definisi istilah secara tegas menyebutkan hubungan "homoseksual dan lesbian" dan selanjutnya melarang hubungan tersebut serta melarang orang yang "menawarkan diri untuk terlibat dalam hubungan homoseksual maupun lesbian, baik dengan atau tanpa menerima upah." Kemudian di daerah Tasikmalaya, jawa barat, Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2009 tentang Pembangunan Tata Nilai Kehidupan Kemasyarakatan yang Berlandaskan Pada Ajaran Agama Islam dan Norma-Norma Sosial Masyarakat, Peraturan Daerah ini melarang perzinahan dan pelacuran, baik heteroseksual maupun homoseksual.

    Sedangakan dalam hukum Undang-undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi memasukkan istilah "persenggamaan yang menyimpang" sebagai salah satu unsur pornografi. Dalam penjelasan pengertian istilah ini mencakup antara lain "persenggamaan atau aktivitas seksual lainnya dengan mayat, binatang, oral seks, anal seks, lesbian , dan homoseksual ." Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2007 tentang Adopsi secara tegas menetapkan bahwa orang tua yang mengadopsi tidak boleh berupa pasangan homoseksual. Kalau dicermati, baik undang-undang Pornografi maupun peraturan pemerintah tersebut, hanya bersifat Normatif saja..

    Dilihat dari Undang-Undang , maka hanya Undang-undang Perkawinan, yaitu Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yang secara  secara tegas mendefinisikan perkawinan sebagai pemersatuan antara seorang pria dan seorang wanita. Artinya adalah bahwa keberadaan LGBT tidak diakui.

     

    Secara keseluruhan dapat dipahami bahwa keberadaan LGBT dalam konsep hukum positif di Indonesia tidak ada, karena sejauh ini memang belum ada aturan khusus tentang LGBT tersebut, akan tetapi dalam konsep sosial masyarakat terlihat secara langsung keberadaannya, Berdasarkan hal tersebut secara nyata dan terang benderang, bahwa LGBT akan terus memperjuangkan hak-hak nya yang dianggap sebagai Bagian dari Hak Asasi Manusia, maka tentu kita sangat berharap sikap dan kebijakan para pemangku kebijakan untuk secepatnya menentukan sikap, agar tidak lagi muncul polemik dan perdebatan yang tidak kunjung usai, kita tentu berharap bahwa LGBT tidak diakui keberadaannya, karena bukan hanya sekedar penyimpangan akan tetapi sudah masuk ke wilayah gaya hidup yang akan merusak aspek-aspek aspek sosial maupun agama. Apabila dipahami sebagai sesuatu hal yang bertentangan dengan agama, tentu saja hal tersebut bertentangan dengan  nilai-nilai pancasila, sila pertama ketuhanan yang maha Esa.

     

    M. Alpi Syahrin, SH., MH

    (PenulisadalahAktivis PAHAM (Pusat Advokasi Hukum dan HAM) Wilayah Riau)

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel LGBT dalam Pandangan Hukum di Indonesia
    Sangat Suka

    83%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    16%

    Komentar