Daftar Isi
Foto: Ilustrasi ekspor-impor.
LancangKuning.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan kinerjaneraca perdagangan masih menjadi rapor merah dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) periode pertama. Sebab, di era Jokowi, neraca perdagangan masih mengalami defisit.
"Indikator makro tidak semua bagus, terutama neraca perdagangan yang akhirnya berimbas ke transaksi berjalan," ucap Darmin, Jumat (18/10), melansir CNN Indonesia
Baca Juga: Cerita Susi Pudjiastuti Selama Jadi Mentri Kelauatan dan Perikanan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan pada 2015 tercatat surplus sebesar US$7,52 miliar, 2016 surplus sebesar US$8,8 miliar, 2017 surplus sebesar US$11,84 miliar, dan 2018 defisit sebesar US$8,57 miliar. Kemudian, neraca dagang kembali defisit pada September 2019 sebesar US$80 juta.
"Impor minyak dan gas (migas) masih relatif besar," kata Darmin.
Baca Juga: Dukun ini Lakukan Ritual Kawal Pelantikan, Jokowi-Ma'ruf Amin di DPR RI
Data terakhir menunjukkan impor migas tercatat sebesar US$1,59 miliar, sedangkan impor non migas US$12,67 miliar. Jumlah impor migas per September 2019 sebenarnya sudah turun meski tipis dari sebelumnya US$1,63 miliar.
Di sisi lain, Darmin memamerkan keberhasilan yang dicapai di sektor ekonomi dalam lima tahun terakhir. Salah satunya tingkat inflasi yang berhasil ditekan hingga satu digit dari posisi orde baru yang mencapai dua digit.
Baca Juga: Tempat Wisata di Riau
BPS bahkan mencatat terjadi deflasi pada September 2019 sebesar 0,27 persen. Sementara, posisi bulan sebelumnya masih tercatat inflasi sebesar 0,12 persen.
Baca Juga: Makanan Khas Pekanbaru
Selain inflasi, Darmin juga membanggakan tingkat kemiskinan yang semakin turun pada Maret 2019 sebesar 9,82 persen. Realisasi itu menjadi yang terendah sejak krisis moneter (krismon) pada 1998 silam.
"Tingkat kemiskinan turun konsisten," pungkas dia. (LKC)
Komentar