Daftar Isi
Foto: Istimewa
LancangKuning.Com, LOMBOK TIMUR - Maulana tersenyum melihat orang yang tengah berkumpul. Ia sangat menyukai mata lensa yang mengarah padanya. Beberapa kali Maulana seolah ingin bergaya di depan kamera, tetapi ragu ketika melihat orang yang sedang berkumpul memerhatikannya.
“Mungkin malu lihat orang-orang, biasanya Maulana ini di rumah malah cerewet sekali. Ngomongnya malah banyak,” kata Fatimah, sang nenek, sembari tertawa. Masih beberapa kali Fatimah membujuk cucunya terus untuk sedikit ceria kepada kamera.
Fatimah pada Rabu (14/8) itu juga menceritakan bahwa kondisi Maulana jauh lebih baik dibanding ketika gempa Lombok ikut mengguncang Kecamatan Sembalun, Lombok Timur, pada Juli dan Agustus 2018. Pertumbuhan Maulana agak terhambat tidak seperti anak seumurannya.
Baca Juga: Sembalun Perlahan Bangkit dari Malnutrisi
“Dia sakit terus saat itu. Telat juga jalan, jatuh-jatuh terus. Sekarang sudah bisa lari. Walaupun memang kalau berjalan tidak seperti teman-temannya yang lain, masih cepat jatuh juga,” kata Fatimah menceritakan cucunya yang berusia 3 tahun 8 bulan tersebut.
Global Zakat – Aksi Cepat Tanggap (ACT) berusaha membuat kondisi Maulana lebih baik lewat Bengkel Gizi Terpadu (BGT) yang berjalan di Sembalun sejak November 2018. Setiap ada BGT, Fatimah selalu mengantar Maulana.
“Senang dengan adanya program ini, cucu ibu bisa naik berat badannya, kadang diberikan juga vitamin kalau pergi ke sana (BGT). Tadinya (ketika gempa) beratnya hanya 8 kilogram, sekarang alhamdulillah, sudah naik sampai 11 kilogram,” kata Fatimah.
Begitu pula dengan Irsyad, teman dari Maulana. Berat Irsyad yang semula 6 kilogram saat pertama kali ikut BGT pascagempa, kini naik menjadi 8,3 kilogram. Irsyad yang tunanetra karena diduga menderita retinoblastoma, hingga kini masih terus mengikuti program tersebut secara rutin.
Baca Juga: Cara Belajar Cerdas dan Efektif Bukan Keras dan Melelahkan
“Umurnya sudah mau masuk empat tahun, untuk umur segitu memang masih belum sesuai untuk beratnya. Harusnya 13 sampai 14 kilogram,” jelas Mirnayanti, Kader Posyandu mewakili Irsyad.
Namun melalui program rutin ini, Mirnayanti beserta tim BGT lainnya, akan terus mengusahakan sampai Irsyad mencapai berat badan dan kondisi kesehatan yang normal.
Hal senada juga diungkapkan oleh Koordinator BGT di Sembalun, Denny Wahyudin. Ia menyatakan pihak dari Global Zakat – ACT akan terus mendorong pertumbuhan anak-anak yang menderita malnutrisi di Sembalun agar mereka bisa tumbuh sebagaimana layaknya anak-anak lainnya.
“Tiap penimbangan di posyandu yang menunjukkan bahwa ada keterlambatan dari segi berat badan anak, maka kita akan mendorong anak tersebut supaya berat badannya sesuai dengan pertumbuhan usianya. Itu yang akan kita komunikasikan dan kita cari aplikasi yang betul-betul bisa menunjukkan progresnya di BGT ini,” kata Denny.
Fatimah selaku nenek yang merawat Maulana berharap program ini terus berjalan. Baginya, program ini membawa manfaat positif. Dengan Maulana sudah bisa berjalan dan berat badannya sudah naik, Fatimah sudah merasa senang.
“Alhamdulillah kata Bu Guru (PAUD) sekolahnya dia pintar menyebutkan warna-warna, terus dia juga sudah bisa menghitung,” kata Fatimah yang kemudian meminta Maulana menghitung.
Anak itu melihat jari-jarinya, seperti hendak menyebutkan sebuah angka, kemudian kembali bersembunyi. Maulana malu-malu seperti layaknya anak seumurannya.
Tingginya angka gizi buruk
Dilansir dari SuaraNTB.com, pada Maret lalu, Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Prof. Dr.dr. Nila Djuwita F. Moeloek, Sp.M (K) menyebutkan kasus gizi buruk di NTB pada periode 2013-2018 masih berada di atas rata-rata nasional.
Untuk kasus balita gizi kurang dan buruk terjadi peningkatan dari 25,7 persen menjadi 26,4 persen. Angka ini di atas angka rata-rata nasional balita gizi kurang dan buruk yang bertengger di 17,7 persen.
Sementara itu, angka balita kurus dan sangat kurus meningkat dari 11,9 persen menjadi 14,4 persen. Padahal, angka rata-rata nasional saat ini sebesar 10,2 persen.
Nila meminta NTB terus menekan tiga parameter status gizi balita NTB yang angkanya masih berada di atas rata-rata nasional. Tiga parameter status gizi balita yang dimaksud adalah balita gizi kurang dan gizi buruk, balita pendek dan sangat pendek, serta balita kurus dan sangat kurus.
Pengentasan kasus gizi buruk tidak hanya menjadi perhatian pemerintah saja, namun juga berbagai elemen masyarakat. Kedermawanan publik menjadi penggerak ikhtiar bersama ini. Hal tersebut disampaikan oleh Nurjannatunaim selaku Koordinator Program Bengkel Gizi Terpadu - ACT.
"Banyak sekali masyarakat Indonesia yang peduli dengan kondisi keterbatasan yang dialami saudara-saudaranya. Kepedulian ini lah yang kami salurkan melalui program-program kemanusiaan ACT. Salah satunya Bengkel Gizi Terpadu, yang fokus pada perbaikan gizi anak-anak Indonesia dari keluarga prasejahtera," ujar Nur, Rabu (4/9).
Ia berharap, kedermawanan publik terus berlanjut, sehingga mampu mengakselerasi penurunan kasus gizi buruk di Indonesia. (LKC)
Komentar