Daftar Isi
JAKARTA-Permintaan yang masih lesu, membuat harga minyak mentah kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) makin tak berdaya.
Pada perdagangan, Senin, (8/7/2019) di Bursa Malaysia Derivatives Exchange, harga CPO acuan kontrak pengiriman September pada pukul 12.30 WIB melemah 0,66 persen ke level MYR 1.947 per-ton. Meski demikian, sepekan kemarin, harga komoditas unggulan Indonesia-Malaysia ini menguat 0,46 persen secara point-to-point.
Ada beberapa sentimen yang membuat pelaku pasar H2C atau harap-harap cemas. Pertama adalah data ekspor pantauan dari surveyor kargo yang mengindikasikan adanya penurunan cukup tajam.
Jumat (28/6/2019) pekan lalu, surveyor kargo Intertek Testing Services (ITS) mengatakan ekspor produk-produk sawit Malaysia pada bulan Juni hanya sebesar 1,34 juta ton atau amblas 19,9% dibanding bulan sebelumnya.
Senada, suveyor kargo Amspec Agri Malaysia juga mencatat ekspor sawit Malaysia bulan Juni berkurang 19,6% secara bulanan (month-on-month).
Ekspor yang melemah berpotensi membuat stok minyak sawit naik dan menyebabkan faktor fundamental (pasokan-permintaan) semakin timpang. Otomatis harga akan mendapat tekanan lebih lanjut.
Kedua, sebuah survei yang dilakukan Reuters mengungkapkan adanya penurunan produksi sebesar 8% secara bulanan (month-on-month/MoM) di bulan Juni. Stok akhir bulan Juni juga diperkirakan berkurang 4% MoM ke level 2,35 juta ton.
Bila survei Reuters benar, maka stok akhir akan berada di level terendah dalam 11 bulan terakhir setelah mengalami penurunan sepanjang 4 bulan beruntun. Ini sejatinya merupakan kabar baik di pasar sawit global.
Tapi perlu diingat bahwa data resmi pemerintah Malaysia baru akan dirilis dua hari lagi. Investor pun cenderung memilih bermain aman dengan melepas kontrak pembelian CPO.
Pelaku pasar masih berjaga-jaga demi menantikan data produksi, ekspor, dan stok akhir minyak sawit Malaysia bulan Juni yang akan dirilis oleh Malaysia Palm Oil Board (MPOB) hari Rabu (10/7/2019).
Dalam jangka waktu yang lebih panjang, pasar minyak sawit global masih berpotensi untuk menguat. Setidaknya ada beberapa sentimen yang berpotensi menggiring harga CPO dalam beberapa bulan mendatang.
Pertama, perayaan Diwali di India yang akan jatuh pada bulan Oktober, tepatnya tanggal 27. Menjelang perayaan Diwali, impor CPO India biasanya meningkat seiring dengan lonjakan permintaan.
Biasanya importir juga sudah mulai meningkatkan jumlah impor sekitar satu bulan sebelumnya.
Kedua, adalah iklim di kawasan Asia Tenggara tahun ini yang berpeluang menekan angka produksi minyak sawit. Pasalnya belum lama ini, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim kemarau tahun 2019 akan lebih panas dan terus dari tahun sebelumnya.
"Fenomena El Nino bersamaan dengan musim kemarau sehingga dampak yang dirasakan adalah kemaraunya menjadi lebih kering dibanding tahun 2018," ujar Kepala Bidang Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Hary Tirto Djatmiko, seperti dilansir dari CNN Indonesia, Kamis (4/7/2019).
Dalam keadaan El Nino, produksi tanaman sawit akan berkurang. Berdasarkan catatan, peristiwa El Nino yang terjadi pada tahun 2015 menyebabkan produksi minyak sawit Indonesia dan Malaysia anjlok masing-masing sebesar 4% YoY dan 11% YoY.
Bila hal itu terjadi, maka stok minyak sawit bisa dikurangi dan membuat harga berpeluang terangkat.(rie/cnbc)
Komentar