Daftar Isi
Foto :Twitter.com/infobmkg
Ilustrasi peta lokasi gempa
LancangKuning.Com, BALI - Dalam rentang waktu 15 menit, Minggu, 9 Juni 2019, terjadi dua kali gempa tektonik signifikan di Samudra Hindia selatan Cilacap dan selatan Bali. Gempa pertama terjadi pukul 16.32.23 WIB, mengguncang Samudera Hindia selatan Cilacap.
Hasil analisis BMKG menunjukkan informasi awal gempa ini berkekuatan M=5,7 yang selanjutnya dimutakhirkan menjadi M=5,5. Episenter terletak pada koordinat 8,68 LS dan 108,82 BT tepatnya di laut pada jarak 107 km arah selatan Kota Cilacap, pada kedalaman 64 km.
Dengan memperhatikan lokasi episenter dan hiposenternya, tampak gempa ini merupakan gempa menengah akibat deformasi batuan pada Lempeng Indo-Australia yang tersubduksi ke bawah Lempang Eurasia di selatan Cilacap. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan gempa ini dibangkitkan penyesaran naik (thrust fault).
Guncangan gempa ini dirasakan di Pangandaran, Cilacap, Ciamis, Kebumen dalam skala intensitas III MMI dan Bandung dalam skala intensitas II MMI. Hingga saat ini belum ada laporan dampak kerusakan namun demikian gempa ini membuat banyak warga panik dan berlarian ke luar rumah.
Baca Juga: Gempa Bumi 5,5 SR Guncang Cilacap
"Patut disyukuri bahwa hasil pemodelan menunjukkan gempa ini tidak berpotensi tsunami," kata
Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono, melalui keterangan persnya, Minggu 9 Juni 2019.
Daryono menuturkan wilayah selatan Cilacap dan Pangandaran merupakan kawasan seismik aktif yang memiliki potensi gempa kuat. BMKG mencatat belum lama ini juga terjadi gempa signifikan di Cilacap yaitu pada 18 Mei 2019 lalu dengan kekuatan M=5,6.
Gempa tersebut mengguncang Pangandaran, Kebumen, Tasikmalaya, Cilacap, Banyumas, Karangkates, Blitar, Tulungagung hingga Kediri dalam skala intensitas II-III MMI yang menyebabkan banyak warga panik dan berlarian keluar rumah.
Catatan katalog BMKG sejak tahun 1940 menunjukkan bahwa di zona ini sudah terjadi gempa kuat sebanyak 6 kali, yaitu pada 21 Maret 1940 (M=6.3), 7 September 1974 (M=6.5), 24 Juli 1979 (M=6.9), Tsunami merusak 17 Juli 2006 (M=7.7), 3 Maret 2011 (M=6.7), dan 13 juni 2013 (M=6,7).
"Dengan memperhatikan tingginya potensi gempa di wilayah ini maka penting untuk terus menggalakkan upaya mitigasi gempabumi dan tsunami," kata dia.
Daryono melanjutkan lima belas menit kemudian, saat kepanikan di Cilacap belum usai, Samudera Hindia selatan Bali juga diguncang gempa tektonik berkekuatan M=5,1. Episenter terletak pada koordinat 11,75 LS dan 115,64 BT tepatnya dilaut pada jarak 344 km arah selatan Denpasar dengan kedalaman 10 km.
"Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan gempa ini dipicu penyesaran dengan pergerakan turun (normal fault) sementara pemodelan menunjukkan tidak berpotensi tsunami," kata Daryono, melansir Viva.
Daryono mengatakan jika memperhatikan lokasi episenter dan hiposeternya tampak gempa selatan Bali ini berpusat di Zona Outer Rise. Peristiwa gempa ini memberi petunjuk kepada semua pihak akan aktifnya zona sumber gempa di luar zona subduksi selatan Bali sebagaimana Zona Outer Rise selatan Sumbawa.
Zona Outer Rise Sumbawa pernah memicu gempa berkekuatan M=8,3 dan membangkitkan tsunami setinggi 8 meter pada 19 Agustus 1977 hingga menelan korban jiwa sebanyak 198 orang tewas dan hilang di pantai selatan Sumbawa.
Hingga saat malam ini, lanjutnya, hasil monitoring BMKG terhadap aktivitas gempa selatan Cilacap dan selatan Bali menunjukkan belum ada aktivitas gempa susulan(aftershock).
"Kepada masyarakat diimbau agar tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya," katanya. (Ren/LKC)
Komentar