Pengentasan Kemiskinan Dimulai dengan Wakaf Produktif

Daftar Isi

    Foto: ACT

    LancangKuning.Com, JAKARTA - Dalam kurun waktu 1961-2018, pertumbuhan ekonomi di Indonesia melambat. Data BPS menunjukkan, selama jangka waktu itu pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung fluktuatif di angka 2% hingga 10%, yang mana angka tersebut menggambarkan perlambatan pertumbuhan. Jika terus menerus melambat, maka kemiskinan pun tak dapat dihindari.

    Analisis tersebut disampaikan oleh Faisal Basri dalam acara yang bertajuk “Sharing with The Master: Meneropong Masa Depan Makro Ekonomi Nasional dan Peran Strategis Wakaf dalam Pengentasan Kemiskinan”. Acara tersebut digelar oleh ACT bersama Global Wakaf di bilangan Jakarta Selatan, Kamis (21/3).

    Menurut Faisal, kemiskinan dapat dilihat pada masyarakat pedesaan. “Jumlah orang miskin absolut itu ada di desa 60%. Di desa itu kegiatan utamanya pertanian, jadi akar kemiskinan ada di sektor pertanian yang lokasinya di desa,” lanjut pakar ekonomi ini.

    Salah satu penyebabnya, imbuh Faisal, adalah ketidakmampuan masyarakat dalam mengelola bahan baku. Masyarakat cenderung menjual barang mentah sehingga tidak mendapat nilai tambah dari bahan baku tersebut.

    Baca Juga: Kesibukan Lumbung Pangan Wakaf Persiapkan Bantuan untuk Palestina

    Faisal mencontohkannya pada petani. Menurutnya, di sektor pertanian kondisi ini terjadi bisa karena beberapa faktor. Salah satunya adalah produktivitas petani yang rendah karena waktu kerja petani yang terbatas antara menanam hingga panen. Jadi perlu ada upaya untuk meningkatkan produktivitas petani ketika mereka sedang menunggu panen.

    “Sembari menunggu bisa ada industrialisasi di sektor pertanian. Salah satunya misal mengolah cabai menjadi keripik. Seperti yang terjadi di Sumatera Barat, suami ke sawah, istrinya mengolah (keripik).”

    Seluruh paparan data dari Faisal cenderung menunjukkan bahwa kesenjangan ekonomi di Indonesia sebenarnya masih sangat lebar. Ia juga menjabarkan data tersebut dengan cukup detail.

    “Jadi kalau PDB (Pendapatan Domestik Bruto) di dunia kita nomor 16. Tapi (kalau dibagi) per orangnya, nomor 116. PDB per kapita, PPP (purchasing power parity), kita nomor 8. Tapi kalo dibagi (jumlah) penduduk, kita nomor 100. Itulah kemiskinan itu, kita ini masih miskin,” jelas Faisal.

    Presiden ACT Ahyudin yang turut hadir pada acara tersebut, mengungkapkan bahwa memang kemiskinan yang saat ini terjadi di Indonesia termasuk tragedi kemanusiaan. “Kami sadar sekali, tragedi kemanusiaan bukan sekadar bencana alam. Bukan konflik atau perang. Tapi ada konflik lebih hebat dari itu, yaitu kemiskinan.” kata Ahyudin.

    Seolah menjawab hal tersebut, Ahyudin menjelaskan bahwa ACT melalui Global Wakaf telah mencari solusi dari kemiskinan dengan menggunakan solusi wakaf. Baginya, wakaf adalah alat dari Yang Mahakuasa sebagai solusi untuk mengentaskan kemiskinan.

    “Mengapa umat ini tetap miskin? Karena umat tidak menggunakan instrumen wakaf,” terang Ahyudin. Menurutnya, dengan adanya wakaf ini, masyarakat dapat produktif dalam mengelola aset-aset yang telah mereka wakafkan.

    Ia memberi contoh peternakan yang kini dikelola oleh Global Wakaf di Desa Labangka, Sumbawa. Mereka kini telah mengkolaborasikan potensi lokal di Sumbawa dengan hadirnya program-program dari Global Wakaf.

    Seolah menjawab hal tersebut, Ahyudin menjelaskan bahwa ACT melalui Global Wakaf telah mencari solusi dari kemiskinan dengan menggunakan solusi wakaf. Baginya, wakaf adalah alat dari Yang Mahakuasa sebagai solusi untuk mengentaskan kemiskinan.

    “Mengapa umat ini tetap miskin? Karena umat tidak menggunakan instrumen wakaf,” terang Ahyudin. Menurutnya, dengan adanya wakaf ini, masyarakat dapat produktif dalam mengelola aset-aset yang telah mereka wakafkan.

    Ia memberi contoh peternakan yang kini dikelola oleh Global Wakaf di Desa Labangka, Sumbawa. Mereka kini telah mengkolaborasikan potensi lokal di Sumbawa dengan hadirnya program-program dari Global Wakaf.

    Di lahan seluas 3.500 hektar, Global Wakaf telah memberdayakan 1.200 kepala keluarga. Lahan tersebut kini berfokus pada pengelolaan jagung dengan kapasitas 50.000 ton per tahun yang hasilnya akan didistribusikan demi kebutuhan masyarakat sekitar.

    Faisal menyambut baik gagasan ini. Menurutnya, dengan hadirnya program-program dari Global Wakaf, umat akan lebih mandiri. “Tiap umat itu akan kuat kalau dia punya kemandirian, punya energi, dan tidak terlalu bergantung pada siapa pun.” Pungkas Faisal. (LKC)

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Pengentasan Kemiskinan Dimulai dengan Wakaf Produktif
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar