Daftar Isi
LancangKuning.com - adalah salah satu cerita rakyat Riau, dimana carita rakyat ini sudah turun menurun dari zaman dahulu hingga zaman sekarang. Lancang Kuning merupakan nama dari sebuah kapal dimana konon, kapal ini memiliki warna kuning dan juga hanya digunakan sebagai kendaraan para pembesar seperti raja-raja, datuk, dan lain-lain.
Lancing Kuning mempunyai arti pada kata “Lancang” dan juga kata “Kuning” yang menjadi nama kapal tersebut. “Lancang” mempunyai arti melaju dan “Kuning” merupakan lambang dari daulat dan harkat martabak. Kisah Lancing Kuning ini bercerita tentang dendam pribadi dan konflik para penguasa dimana pada akhirnya dendam pribadi dan konflik tersebut berakibat kepada hancurnya pemerintahan dan masyarakat yang mereka pimpin.
Cerita rakyat ini bermula dimana pada awalnya hiduplah seorang raja yang bernama Datuk Laksamana Perkasa Alam. Raja ini memiliki dua orang panglima yang sangat ia percayai yaitu Panglima Umar dan Panglima Hasan dan seorang dukun yang bernama Bomo yang mempunyai tugas untuk menjaga keselamatan orang-orang yang ada di istana.
Pada suatu kisah diceritakan bahwa Panglima Umar dan Panglima Hasan menyukai seorang gadis yang sama, gadis ini bernama Zubaidah. Dimana kedua panglima ini bersaing untuk mendapatkan gadis ini dan mempersuntingnya. Pada akhirnya persaingan tersebut dimenangkan oleh Panglima Umar. Tidak terima dengan kenyataan pahit yang ia terima, Panglima Hasan pun bekerja sama dengan Bomo untuk merebut Zubaidah dari Panglima Umar.
Panglima Hasan memulai rencana jahatnya dengan berbohong kepada raja. Panglima Hasan meminta bantuan dari Bomo untuk mengatakan bahwa dia telah bermimpi agar sang raja untuk membuat sebuah kapal besar yang diberi nama Lancang Kuning, dimana kapal ini berguna untuk mengamankan perairan dari bajak laut. Raja-pun setuju dan memerintahkan rakyatnya untuk membuat sebuah kapal Lancang Kuning dan dikerjakanlah selama berhari-hari lamanya. Setelah pembuatan kapal hampir selesai, Panglima Hasan dan juga Dukun Bomo melakukan rencana selanjutnya dengan kembali berbohong kepada raja. Mereka mengatakan bahwa Bathin Sanggono telah melarang para nelayan dari Bukit Batu untuk mencari ikan di Tanjung Jati.
Maka diperintahkan lah Panglima Umar untuk pergi ke Tanjung Jati dan menanyakan hal tersebut kepada Bathin Sanggono. Sesampainya di Tanjung Jati ia terkejut bahwa hal tersebut ditentang oleh Bathin Sanggono bahwa ia melarang para nelayan untuk mencari ikan di Tanjung Jati. Disanalah Panglima Umar sadar bahwa dirinya telah dijebak dan dibohongi. Pada saat Panglima Umar pergi Panglima Hasan pun merayu Zubaidah yang sedang hamil tua supaya mau menjadi istrinya, akan tetapi permintaan tersebut ditolak oleh Zubaidah.
Karena gagal, Panglima Hasan pun melanjutkan rencananya dimana kapal Lancang Kuning yang seharusnya sudah bisa diluncurkan ke laut pada bulan purnama dibuat seolah olah tidak bisa walau sudah didorong oleh banyak orang. Bomo pun menyarankan bahwa harus ada salah seorang dari mereka yang harus dikorbankan dan seseorang tersebut haruslah wanita yang sedang hamil tua.
Raja pun akhirnya menunda peluncuran kapal Lancang Kuning ini, namun Panglima Hasan justru menemui Zubaidah dan mengancam bahwa jika ia tidak mau menjadi istri dari Panglima Hasan maka Zubaidah akan dikorbankan, dimana tubuh dari Zubaidah akan dijadikan gilingan untuk bisa meluncurkan kapal Lancang Kuning ke laut.
Zubaidah-pun tetap menolak Panglima Hasan, karena penolakan tersebut Panglima Hasan menarik tubuh Zubaidah dan dijadikan gulingan untuk kapal Lancang Kuning. Kapal Lancang Kuningpun akhirny bisa meluncur ke laut dan Zubaidah tewas bersama dengan bayi yang sedang dikandungnya.
Sangat terpukullah Panglima Umar setelah mengetahui kematian istri dan jabang bayinya, tapi dengan jahatnya Panglima Hasan memfitnah raja sebagai dalang dari semua masalah ini. Panglima Umar pun pergi dan membunuh sang raja, namun ia sangat menyesal setelah mengetahui bahwa Panglima Hasan yang menjadi dalang dibalik terbunuhnya istri dan jabang bayinya dari Bomo. Lalu pergilah Panglima Umar dan membunuh Panglima Hasan.
Dengan perasaan bersalah yang begitu dalam, Panglima Umar pergi dengan perahu menuju Tanjung Jati tapi na’as perahu yang digunakan Panglima Umar diterjang oleh badai, dan akhirnya Panglima Umar tewas tenggelam.
Disini kita bisa mengambil pelajaran bahwa sebuah niat jahat yang dilakukan oleh para pemimpin ataupun petinggi bangsa akan menjadikan sebuah malapetaka yang akan menghancurkan bangsa dan juga masyarakatnya.
Pesan moralnya janganlah berbohong walau sekecil apapun itu dan untuk apapun itu, karena tetap saja kebohongan hanya akan menguntungkan salah satu pihak dan akan sangat merugikan pihak lainya yang dibohongi.(Dary)
Komentar