APBD Riau 2024 Jebol, Siapa Tokoh Intelektual yang Mengatur?

Daftar Isi


    Foto: Ilustrasi defisit anggaran 



    Lancang Kuning, PEKANBARU -Tamparan keras dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) terhadap pemerintah provinsi riau atas hasil auidt APBD Prov. Tahun 2024 dengan memberikan predikat wajar dengan pengecualian (WDP). Kondisi itu telah meruntuhkan penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang selama ini sudah dipertahankan 13 tahaun berturut-turut.

    BPK RI melalui Dirjen Nelson Ambarita saat menyampaikan paparan dikantor DPRD Riau, Jl. Jend. Sudirman Pekanbaru, Senin (02/06/25) yang lalu, mengungkapkan adanya temuan signifikan, yang berdampak terhadap ketekoran kas daerah, multiflayer efeknya terjadi tunda bayar, tunda salur dan tunggakan pajak oleh pemerintah provinsi riau pada tahun 2024, hal ini tentu juga berdampak terhadap fostur APBD 2025 yang harus menaggung beban.

    "Ada temuan penganggaran penerimaan daerah tidak rasional, pengendalian belanja dan pengelolaan utang tidak memadai, sehingga terjadi defisit 1.76 Triliun, akibatnya tidak bisa menyelesaikan beban realisasi belanja serta turut membebani anggaran tahun berikutnya," ungkap Nelson. 

    Menyikapi hal itu, gubernur riau Abdul Wahid langsung membentuk tim untuk melaksanakan rekomendasi BPK RI

    "Ada lebih kurang 153 Temuan, dari sisi kinerja  ada 93 sampai 100 temuan, dari sisi kepatuhan lebih kuranng 90 juga, kita akan tuntaskan dalam dua bulan ini, saya sudah bentuk tim, agar tidak ada persoalan hukum dikemudian hari," Ungkap Wahid kepada awak media saat menghadiri penyelenggaraan qurban disalah satu lokasi di pekanbaru beberapa waktu lalu.

    Sejak masuk menjadi gubernur tanggal 20 februari 2025, Abdul Wahid menghadapi kenyataan kondisi defisit keuangan, tatakelola keuangan yang bermasalah, sempat viral pernyataan gubernur baru itu saat kegiatan rembug RPJMD, dihadapan para peserta ia menyatakan "pusing tujuh keliling, kegiatan tahun 2025 nol, masyarakat riau menanggung dampak tidak adanya pembangunan," curhat gubernur baru itu.

    Meskipun begitu Abdul Wahid berkomitmen akan menyelesaikan persoalan keuangan tahun 2025, sehingga 2026 program kembali berjalan. 

    Namun publik tentu bertanya tanya, 13 tahun provinsi riau berturut-turut menerima penilaian WTP dari BPK RI, menunjukan tatakelola keuangan dan pemerintahan provinsi riau sangat baik dan stabil, SDM aparatur terlihat semakin membaik, seketika runtuh karna laporan APBD tahun 2024 diganjar penilaian Wajar dengan pengecualian (WDP), laporan keuangan tidak rasional, tidak mengikuti standar Administrasi Pemerintahan (SAP). 

    Publik menilai ada aktor intelektual yang berperan, kekacauan tata kelola keuangan provinsi riau diduga ada unsur kesengajaan, ada dugaan pihak-pihak terlibat dalam menyusun APBD 2024 menerima manfaat alias menerima keuntungan, tentu dugaan ini harus dibuktikan secara hukum.

    Desas desus tokoh intelektual yang banyak disebut netizen dimedia sosial dan cerita kedai kopi adalah pejabat yang punya kendali atas TAPD Provinsi Riau saat itu berinisial SFH dan dari Lembaga DPRD berinisial YLS dan ANH. Ketiga tokoh ini bekoalisi dalam meloloskan APBD tahun 2024. benar tidaknya info ini tentu harus dibuktikan secara hukum oleh Aparat Penegak Hukum.

    Dugaan itu diperkuat dengan adanya kesaksian salah satu rekanan atau pihak ketiga yang tidak mau disebutkan namanya, ia mengatakan juga mengalami tunda bayar, anehnya ada Surat Perintah Membayar (SPM) yang diterbit oktober dan november tidak dicairkan, sementara SPM yang terbit di bulan desember 2024 dicairkan.

    "Saya yakin itu benar, kita tunggu audit BPK mengungkap kebenaran itu, soal ada istilah SPM tua dan SPM muda ini sudah lama tersiar, bukan rahasia umum, ada pejabat yang berperan besar dalam situasi ini, paket proyek yang dia kendalikan semuanya dicairkan, kita yang kecil-kecil ini jadi korban," cerita rekanan yang tidak mau disebutkan namanya ini. 

    Sementara itu, Pengamat Ekonomi yang juga dosen salah satu kampus di Riau  Romagia, SE.,M.Si saat dimintai tanggapan mengatakan turut prihatin dengan penilaian WDP yang diberikan BPK RI kepada provinsi riau.

    "Cukup Memprihatinkan, 13 Tahun berturut-turut WTP, sekarang wajar dengan pengecualian, artinya ada persoalan serius pada tatakelola pemerintahan dan tatakelola keuangan pemerintah provinsi," pungkas Dosen ini saat dijumpai rabu, 11/6/25 sore disalah satu kesempatan di pekanbaru. 

    Lebih lanjut Romagia menilai wajar kalau adanya suara-suara publik yang meminta Aparat Penegak Hukum mengusut temuan-temuan BPK RI

    "Saya kira wajar ya kalau ada suara-suara publik meminta untuk diusut temuan BPK RI ini, praduga selalu ada, tentu mengutamakan prasangka positif, bisa jadi benar karna ada salah perencanaan proyeksi pendapatan, sehingga perencanaan pada belanja dan realisasi belanja juga jadi ikut salah," jelas Romagia lagi.

    Dikatakan romagia lagi "Multiflayer Efeknya pasti terjadi, 2025 otomatis pembangunan tidak berjalan, berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi, uang tidak beredar dimasyarakat, pertumbuhan ekonomi di Riau masih sangat bergantung pada APBD" ungkap Romagia

    Jauh sebelum hasil audit BPK RI ini keluar, pengamat anggaran ex koordinator fitra riau Triono Hadi pernah mengungkapkan pamdangannya terhadapa defisit yang dialami provinsi riau.

    Menurut Triono, secara regulasi seharusnya pengeluaran yang melebihi anggaran tidak terjadi jika pengendalian keuangan berjalan sesuai ketentuan. Hal itu telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 yang melarang pengeluaran atas beban APBD jika anggaran tidak tersedia atau tidak cukup.

    “Setiap kegiatan pemerintah daerah harus berdasarkan Surat Penyediaan Dana (SPD). Jika defisit sudah terdeteksi lebih awal, bagaimana SPD bisa tetap dikeluarkan untuk seluruh kegiatan?” ujarnya mempertanyakan, yang dimuat media bertuahpos pada bulan maret 2025 lalu.

    Triono juga menekankan pentingnya audit mendalam terhadap pengeluaran tahun 2024, khususnya terhadap kegiatan yang belum dibayarkan. Realisasi belanja barang dan jasa yang mencapai Rp3 triliun serta tunda bayar senilai Rp915 miliar di 34 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) patut dikaji ulang oleh pengawas internal maupun eksternal seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

    Triono menyarankan agar Gubernur Riau segera melakukan evaluasi terhadap pejabat yang berwenang dalam pengelolaan keuangan daerah. Langkah ini penting sebagai bentuk tanggung jawab sekaligus antisipasi agar krisis serupa tidak terulang di masa mendatang. (LK/Rls) 

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel APBD Riau 2024 Jebol, Siapa Tokoh Intelektual yang Mengatur?
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    100%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar