Daftar Isi
Wan Ahmat Datuk Engku Lela Raja Putera dan DR H Griven H Putera Datuk Sati Diraja Rantaubaru Batin Sibokol-bokol.
LANCANGKUNING.COM,PELALAWAN-Penobatan Datuk DR H Griven H Putera M.Ag sebagai Datuk Sati Diraja Rantaubaru Batin Sibokol-bokol mengisahkan sebuah runut sejarah yang panjang, asal gelar ini diberikan.
Kisah ini diceritakan Wan Ahmat, Datuk Engku Raja Lela Putera, disela-sela pemotongan kerbau menjelang penobatan Datuk H Griven H Putera di Desa Rantau Baru Kecamatan Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Selasa (20/6/2023).
"Apa yang saya sampaikan ini saya dapatkan secara turun temurun dari datuk-datuk saya terdahulu yang dipercaya menyampaikan amanat ini.
Gelar Datuk Sati Diraja berawal ketika Bunda Kandung bergelar Tuan Gadis dari Tanah Datar, Batusangkar menyerahkan gelar dan adat istiadat ke Maharaja Dinda di Pekan Tua Kampo, Kuala Sungai Nilo. Oleh Maharaja Dinda gelar Datuk Sati Diraja ini diberikan kepada Datuk Leksmana," kata Datuk Engku Raja Lela Putera mengisahkan.
Ini juga disebutkan Datuk Engku Raja Lela Putera, awal memunculkan adat di Kerajaan Pelalawan. Dimana disana barulah muncul terbentuk perbatinan dan penghulu-penghulu.
"Zaman demi zaman terus terjadi perubahan termasuk pada tatanan pemerintahannya. Setelah perang Kerajaan Siak dengan Kerajaan Pelalawan, Datuk Sati Diraja Rantau Baru menjadi Batin Sibokol-bokol. Menurut peta Belanda, perbatinan Rantau Baru adalah Batin Sibokol-bokol, dan itu tidak pernah berubah hingga sekarang," kata Datuk Engku Raja Lela.
penyembelihan kerbau bagian dari penobatan DR H Griven H Putera menjadi Datuk Sati Diraja Rantaubaru Batin sibokol-bokol.
Adapun hubungan Datu Raja Sati Rantaubaru Batin Sibokol-bokol dengan Datuk Engku Raja Lela, menurut Wan Ahmat adalah hubungan yang tidak bisa diputuskan. "Bersumpah setia, tidak mengkhianati untuk selamanya. Karena jika dkhianati, dia akan menjadi keatas tidak berpucuk, ke bawah tak berurat di tengah digirik kumbang," ungkap Datuk Engku Raja Lela dalam pesannya.
Pada saat penyerahan oleh Bundo Kandung, juga turut dibawa dua suku ke Rantau Baru. Suku Melayu dengan Datuk Sati Diraja Rantaubaru dan suku Meniling dengan Datuk Sari Koto.
Pada pertemuan itu, Wan Ahmat Datuk Engku Lela Raja Putera juga menyampaikan sejumlah sanksi-sanksi yang berlaku jika seseorang melanggar adat. Diantaranya denda ayam, kambing dan kerbau dan yang paling tinggi adalah nikah sesuku, atau apa yang disebut ke Bukit tak Berangin, Kelurah tak Berair.
"Ini artinya sudah tidak lagi dianggap di dalam desa. Tidak pernah diajak beriya berkata, tidak pernah dilibatkan dalam kegiatan desa dan adat. Tidak pernah dilibatkan dalam kegiatan apapun," ujar DR H Griven H Putera, Datuk Sati Diraja Rantau Baru Batin Sibokol-bokol.
Perihal ini sendiri dibenarkan paman dari Datuk DR H Griven, Datuk Muhammad Ali K dan Datuk Basyariah. "Mereka-mereka yang sudah melakukan kesalahan nikah sesuku, akan menjadi seperti orang terbuang. Bahkan, pergi meninggalkan desa Rantau Baru," kata Datuk Basyariah.
Ditambahkan Datuk Basyarah, juga ada perbedaan kerja yang dilakukan anak jantan, anak betino dan sumondo di dalam rumah. "Tugas dari anak jantan adalah mencari kebutuhan dan keperluan dari rumah tangga, seperti mencari beras, minyak dan hal sebagainya. Sedangkan anak betino bertugas memasak dan mengupayakan kebutuhan di dapur. Adapun tugas dari sumondo, melaporkan setiap apa yang tengah dibutuhkan kepada anak jantan," ujar Datuk Basyarah.(rie)
Komentar