Daftar Isi
LancangKuning.com - Indonesia adalah negara yang kaya, kaya akan keragaman suku, bahasa, budaya dan cita rasa masakannya. Berbicara tentang cita rasa masakan, hampir seluruh masyarakat Indonesia mengenal dan suka terhadap masakan dari daerah Padang, yang salah satunya adalah Rendang atau Randang dalam bahasa Padangnya.
Siapa sih yang tidak suka dan mengenal rendang? Pastinya cik dan puan sekalian mengenal dan menyukai masakan yang satu itu. Masakan yang khas akan cita rasanya, bukan hanya disukai dan terkenal di wilayah Indonesia saja, bahkan rendang kini telah disukai oleh orang-orang di luar negeri. Hal ini didukung oleh prestasi dan posisi rendang asal Sumatera Barat sebagai masakan paling lezat di dunia selama 4 tahun berturut-turut, bahkan jauh sebelum itu, perusahaan ternama asal Amerika yakni Burger King, pernah membuat menu burger dengan rasa rendang ditahun 1987.
Membahas lebih jauh tentang Rendang, apakah cik dan puan sekalian mengetahui filosofi dan sejarah rendang? Jika belum silahkan simak ulasan berikut ini.
Rendang nyatanya bukan hanya sebagai masakan andalah di rumah makan dan bukan pula hanya sekedar produk kuliner semata, akan tetapi ternyata rendang memiliki filosofi yang kaya akan makna yang terkandung di dalamnya. Dilihat dari usur atau bahan pembuatanya, terdapat 4 bahan utama dalam pembuatan rendang, yaitu: Dagiang, Karambia, Lado, Rempah.
Dagiang atau dalam bahasa Indonesianya adalah daging, merupakan bahan paling utama dalam pembuatan rendang. Daging yang digunakan adalah daging sapi segar yang sehat. Daging dalam filosofi rendang, melambangkan “Niniak Mamak” yang dalam adat minang merupakan orang-orang yang dituakan, atau mereka yang merupakan para pemimpin suku adat.
Karambia yang berarti kelapa, adalah bahan selanjutnya yang digunakan sebagai bahan pembuat santan, yang dapat menjadikan segala macam olahan menjadi lebih gurih dan nikmat. Kelapa dalam filosofi rendang, melambangkan “Cadiak Pandai” yang berarti mereka, orang-orang yang memiliki kecerdasan dan kepandaian (Kaum Intelektual/Berpendidikan Tinggi).
Lado yang berarti cabai, adalah bahan masakan yang memiliki cita rasa pedas dan mempertegas rasa dari suatu masakan. Cabai dalam filosofi rendang, melambang “Alim Ulama” yang merupakan para pemuka dan ahli agama yang secara pedas dan tegas dalam menyampaikan dan menerapkan syariat agama kepada masyarakat.
Rempah atau bumbu-bumbu, merupakan bahan terakhir dalam pembuatan rendang. Rempah melambangkan keseluruhan dan kemajemukan masyarakat Minangkabau atau masyarakat yang ada di Sumatera Barat.
Berkaitan dengan masyarakat Minangkabau, ternyata cik dan puan sekalian, dalam tradisi adat Minangkabau, rendang merupakan masakan yang menjadi hidangan yang wajib ada dan disajikan dalam setiap acara atau perhelatan istimewa mereka, contohnya: Upacara Adat, Kenduri, Penyambutan Tamu Kehormatan, dan Pernikahan.
Berbeda dengan Minangkabau, dalam tradisi adat masyarakat Melayu, baik yang ada di daerah Riau, Jambi, Medan, atau bahkan Semenanjung Malaya, rendang merupakan hidangan yang istimewa yang disajikan dalam acara seperti: Syukuran Khitanan, Ulang Tahun, Idul Fitri dan Perayaan Qurban.
Dalam penelusuran sejarahnya, ternyata rendang telah menjadi bagian penting dalam kehidupan dan kuliner asal daerah Minangkabau, sejak zaman nenek moyang dahulu. Tidak diketahui secara pasti dan bukti kuat yang dapat dijadikan sebagai patokan siapa dan kapan rendang ini dibuat atau dimasak pertama kali. Menurut hipotesa dikalangan peneliti, rendang sudah ada sejak orang Minang menyelenggarakan acara adat untuk pertama kalinya. Karena sudah sangat lama, seni dan cara memasak ini sudah menyebar, sampai dan berkembang di daerah Jambi, Riau, Mandailing, bahkan sampai ke Negeri Sembilan.
Dalam catatan sejarah masyarakat Minangkabau, cerita rendang sebagai masakan tradisonal dari daerah ini sudah ada sejak awal abad ke 19. Akan tetapi, menurut salah seorang sejarawan dari Universitas Andalah yakni Gusti Anan, menyampaikan bahwa rendang sudah ada dan muncul sejak awal abad ke 16. Hal ini disimpulkan dari banyak penelitian dan literatur yang beliau baca.
Salah satunya dari literatur, disimpulkan bahwa rendang adalah masakan yang dijadikan bekal oleh masyarakat minang yang sering melakukan perjalanan jauh, bahkan hingga memakan waktu berbulan-bulan, salah satunya adalah perjalanan menuju Selat Malaka dan Singapura. Tentunya setelah melalui jalur darat, untuk sampai ke tempat tujuan, mereka harus melalui jalur air (lautan/selat). Mengingat jarak dan tidak adanya perkampungan di jalan yang mereka lalui, sudah dapat disimpulkan bahwa bekal mereka selama perjalanan adalah rendang, karena rendang dapat bertahan sampai waktu yang cukup lama.
Selain didasarkan pada catatan sejarah yang ada, pernyataan Gusti Anan didasarkan pada catatan harian seorang kolonel asal Perancis, Hubert Joseph Jean Lambert Ridder De Stuers. Dalam catatannya pada tahun 1827 tentang kuliner dan sastra, Stuers sering kali memunculkan dan mendeskripsikan sebuah masakan yang Gusti Anan simpulkan sebagai rendang.
Dalam catatan tersebut rendang dituliskan dengan istilah makanan yang dihitamkan, dan ada juga yang dituliskan dengan makanan yang dihanguskan. Setelah ia telusuri juga, ternyata rendang berasal dari kata “Merandang”, yang merupakan aktivitas memasak santan hingga menjadi kering secara perlahan, dan hal ini cocok dengan proses pembuatan rendang, yang membutuhkan waktu lama untuk memasak rendang hingga kuahnya menjadi kering.
Selanjutnya sejarah akan rendang ini juga tidak terlepas dari adanya kedatangan bangsa Arab dan India ke kawasan pantai barat pulau Sumatera, pada abad ke 14 yang telah lalu. Pada masa itu, telah banyak orang Arab dan India yang tinggal di daerah Minang, sehingga menyebabkan adanya pertukaran informasi berkaitan dengan bumbu atau rempah dari daerah minang, sehingga pada abad ke 15, munculah kari sebagai masakan khas dari India. Kemudian, berdasarkan keterangan yang diperoleh dari ahli waris kerajaan Pagaruyung, didapatkan kesimpulan bahwa rendang merupakan kari yang diproses lebih lanjut dan lama.
Masakan yang kaya akan rempah bumbu dan khas akan cita rasanya ini, tetap eksis hingga hari ini, bahkan rendang semakin terkenal dengan menjamur dan bermuculannya rumah masakan Padang di setiap penjuru kota di nusantara. Dewasa ini, kita juga tidak hanya menemukan rendang yang berbahan dasar daging sapi, tapi juga ayam, bebek, berbagai macam hati, ikan dan lainnya.
Nah, cik dan puan sekalian, itulah tadi penjelasan tentang filosofi dan sejarah dari masakan rendang. Semoga menambah wawasan kita dan menambah kecintaan terhadap kekayaan yang dimiliki oleh bangsa kita.(Catur)
Komentar