Daftar Isi
JAKARTA-Tabloid Barokah yang saat ini sudah beredar luas, menambah konstelasi politik menjelang Pilpres 2019 ini semakin mendidih. Bahkan, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, tabloid Barokah ini sama dengan Tabloid Obor Rakyat saat Pilpres 2004 yang lalu. Harusnya, persoalan ini harus segera ditindak tegas.
"Polemik ini (beredarnya Tabloid Indonesia Barokah) harus diselesaikan secara hukum. Itu kalau unsur-unsur pers dan unsur fitnah terpenuhi harus ditindak," ujar di Hotel Santika, Banyuwangi, Selasa (29/1/2019).
Mahfud meminta kepolisian untuk mengusut tuntas hal tersebut. Mahfud membandingkan dengan tabloid Obor Rakyat yang diluncurkan saat Pilpres tahun 2014 lalu, yang menyudutkan salah satu calon presiden kala itu.
"Kasus yang dulu (Obor Rakyat) juga sudah diselesaikan secara hukum. Dahulu yang bikin orang istana zaman SBY, juga sudah dijatuhi hukuman. Polisi tidak boleh gamang mengusut tuntas masalah ini," tegasnya seperti dilaporkan detik.com.
Dewan Pers telah memberi sinyal tabloid Indonesia Barokah bukan produk pers. Namun kepolisian belum bergerak menyelidiki peredarannya yang misterius.
"Pekan depan Dewan Pers akan sampaikan temuan dan rekomendasinya. Jadi Polri menunggu rekomendasi dari Dewan Pers," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo.
Berdasarkan pembicaraan dengan Dewan Pers, Dedi menjelaskan, alamat redaksi yang tercantum dalam tabloid Indonesia Barokah palsu dan nama pemimpin redaksinya tak ada dalam daftar wartawan yang lulus UKW (uji kompetensi wartawan).
"Kesimpulan mengarah bahwa tabloid itu bukan produk pers. Saat ini masih sedang dalam tahap kajian konten juga. Yang jelas alamat redaksinya palsu, pemimpin redaksinya tidak ada dalam daftar wartawan yang memiliki uji kompetensi wartawan, tak memiliki badan hukum," ujar Dedi.
Polemik Tabloid Indonesia Barokah saat ini masih terus bergulir. Hingga kini belum diketahui siapa yang membuat tabloid yang menydutkan pasangan capres nomer urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahudin Uno.(rdh)
Komentar