Saksi Suap Izin HGU Andi Putra, Kepala BPN Membantah Terima Rp1,2 Miliar

Daftar Isi

     

    LANCANGKUNING.COM,PEKANBARU-Dalam kasus dugaan suap pengurusan izin Hak Guna Usaha (HGU) sawit PT Adimulia Agrolestari (PT AA) di Kuantan Singingi (Kuansing) dengan terdakwa mantan Bupati Kuansing Andi Putra, Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau, M Syahrir, membantah menerima uang Rp1,2 miliar.

    Bantahan itu kembali diulangi Syahril ketika menjadi saksi untuk terdakwa Andi Putra, Bupati Kuansing nonaktif di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Rabu (25/5/2022) malam.

    Dengan tegas, ia meyakinkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kalau tidak menerima pemberian uang oleh General Manager PT AA, Sudarso.

    Awalnya, tim JPU yang diketuai Wahyu Dwi Oktavianto, menanyakan apakah Sudarso pernah mendatangi Syahrir. Menurut Syahrir, Sudarso pernah datang ke rumahnya dua kali. Sebelum datang, Sudarso terlebih dahulu menelpon ajudan Syahrir.

    "Dia menelpon ajudan, tanyakan posisi Pak Kakanwil," kata Syahrir.

    Kedatangan Sudarso itu, kata Syahrir, atas arahan Kepala BPN Kuansing. Ketika itu, Sudarso ngotot ingin datang, tepatnya pada awal Agustus 2021.

    Disebutnya, Sudarso datang ingin memperkenalkan diri. "Dia maksa-maksa, padahal sedang dalam kondisi Covid-19," kata Syahrir di hadapan majelis hakim yang diketuai Dahlan

    JPU kemudian menanyakan apakah Syahrir pernah dipanggil oleh penyidik KPK untuk dimintai keterangan. "Pernah, (terkait) dugaan korupsi di Kanwil BPN (Riau, red)," kata Syahrir.

    JPU kembali mempertanyakan, apakah saat pemanggilan itu disebutkan adanya dugaan suap yang diterima oleh pihak BPN. "Tidak disebutkan," ucap Syahrir.

    "Belum disebutkan ya?" ulang JPU.

    Tidak sampai di situ, JPU kembali mempertanyakan terkait uang yang diberikan Sudarso kepada Syahrir. "Bapak ada merasa terima (uang) dari Sudarso?" tanya JPU lagi.
    Dengan suara lantang, Syahrir menyatakan tidak menerima. "Tidak," tegas Syahrir.

    JPU mengisyaratkan Syahrir untuk mengingat kembali terkait adanya uang dari Sudarso. "Yakin tidak terima?" kata JPU.

    Sekali lagi, Syahrir keukeuh menyatakan dirinya tidak ada menerima uang dari Sudarso. "Yakin," tegas Syahrir.

    Meski begitu JPU kembali mengingatkan Syahrir terkait uang Rp1,2 miliar. Sebelumnya, Sudarso dalam keterangan menyebut memberi uang Rp1,2 miliar pada Syahrir. Uang itu dianter ke rumah Syahrir.

    "(Ada menerima) Rp1,2 miliar dalam Singapura Dollar," ungkit JPU.

    Lagi-lagi Syahrir menegaskan tidak pernah menerima uang tersebut. "Tidak ada," ulang Syahrir.

    Atas jawaban itu, JPU tidak memaksa Syahrir untuk jujur. JPU juga mengingatkan konsekwensi yang akan diterima Syahrir jika ternyata dia berbohong.

    "Tidak apa-apa. Penyelidikan tapi sudah ada ya, sudah dipanggil. Siap ya dengan konsekuensinya dan sudah tahu ada penyelidikan. Masalah perkembangan, ikuti saja," tutur JPU.

    Pada persidangan itu, JPU juga mengulas tentang adanya ekspos dengan Panitia B di Hotel Prime Park Pekanbaru. Ekspos itu dilakukan setelah adanya pengajuan perpanjangan izin HGU sawit yang diajukan oleh Direktur PT AA, David.

    Syahril mengatakan, ekspos itu dilakukan atas kebijakannya. Apalagi, masih banyak kekurangan dalam permohonan perpanjangan izin HGU oleh PT AA.

    "Ekspos kebijakan saya. Salah satu alasannya, itu asas kehati-hatian saya," tutur Syahril.

    Dijelaskannya, sejak 2011, PT AA sudah mempunyai kebun plasma di Kabupaten Kampar, sebagaimana persyaratan 20 persen. Namun karena adanya perubahan wilayah, maka kebun plasma juga harus dibangun di Kuansing.

    "Saat itu belum ada Kuansing. Ada perpanjang. Perubahan wilayah yang bukan salah perusahaan. Persyaratan 20 persen sudah ada di Kampar menghindari masalah itu, harus ada solusi. Jika tidak diekspos akan akibatkan kinerja saya buruk," tutur Syahrir.

    Dari ekspos itu, pihak PT AA dianjurkan meminta rekomendasi dari Bupati Kuansing. Namun BPN Riau belum mengajukan perubahan ke pusat, karena belum ada jawaban dari Bupati Kuansing.

    Diketahui, untuk mendapat rekomendasi itu, PT AA melalui Sudarso menyuap Andi Putra. Awalnya Andi meminta uang Rp1,5 miliar, dan baru terealisasi Rp500 juta. Ketika Sudarso akan menambah pemberian Rp250 juta, dia ditangkap oleh KPK.

    Andi Putra didakwa dengan dakwaan, Kesatu: Pasal 12 huruf a UU Tipikor Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP Atau Kedua: Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP

    Para Saksi Dikonfrontir

    Selain Syahrir, JPU juga mengkonfrontir mantan Plt Sekda Kuansing, Agus Mandar, dan Irwan Najib dengan saksi lain di antaranya, Dwi Handaka selaku Kasi Survei dan Pemetaan Kanwil BPN Riau, Ruskandi selaku Kasi Survei dan Pemetaan Kantor Pertanahan Kabupaten Kuansing.

    Kemudian, saksi Yeni Veranika selaku Analis Hukum Bidang Pemetaan Tanah Kanwil BPN Riau dan saksi Umar Fathoni selaku Kabid Penetapan dan Pendaftaran Kanwil BPN Riau serta Indri Kartika Dewi selaku staf Bidang Penataan Pertanahan BPN Riau.

    Agus Mandar dan Irwan Najib diancam hakim akan dijerat pidana kalau memberikan keterangan palsu. Bahkan, hakim meminta tanggapan jaksa KPK agar memeroses kedua saksi tersebut.

    Agus Mandar kini menjabat Asisten III Pemkab Kuansing dan Irwan Najib saat ini menjabat Kabag Ekonomi dan Pembangunan (Ekbang). Keduanya dikonfrontir dengan pihak BPN karena mengaku tidak ada dibahas dan dibicarakan surat rekomendasi sebagai syarat perpanjangan HGU yang diusulkan Kakanwil BPN Riau, Syahrir.

    Padahal, saksi yang dihadirkan JPU dari pihak Kanwil BPN Riau juga pihak yang mengundang rapat ekspos perpanjangan izin HGU PT AA, mengaku ada membahas dan membicarakan surat rekomendasi dari Bupati, bahkan dibacakan kesimpulan rapat yang salah satunya itemnya diperlukan surat rekomendasi.

    Suasana ruang sidang tampak tegang termasuk saksi Agus Mandar dan Irwan Najib atas permintaan hakim. "Izin yang mulia, dari kami ikutin saja. Kalau memang hal itu memang kita cantumkan nanti dalam putusan, nanti kita patuhi," jawab JPU.

    Tak puas Hakim Dahlan kembali menegaskan ke saksi Agus Mandar dan Irwan Najib, bahwa ada pembahasan dan pembicaraan rekomendasi ada dicatat dalam notulen dan dibicarakan. "Empat orang bilang ada. Cukup bukti bahwa pembahasan rekomendasi itu ada. Gimana?," tegas Dahlan.(rie)

    sumber:cakaplah.com
     

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Saksi Suap Izin HGU Andi Putra, Kepala BPN Membantah Terima Rp1,2 Miliar
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar