Simak Ulasan Terkait Badai Sitokin, Apa Itu? Ini Gejala yang Dialami Deddy Corbuzier

Daftar Isi

    Foto: dedy corbuzier 

    Deddy tidak menyangka, meski telah menjalani pola hidup sehat, dia tetap bisa terinfeksi virus corona bahkan mengalami badai sitokin.

    Lancang Kuning - Artis Deddy Corbuzier memiliki masalah kesehatan.

    Badai sitokin sedang melanda dirinya. Simak apa itu badai sitokin dan gejalanya di artikel ini.

    Selebriti Deddy Corbuzier mengaku mengalami badai sitokin saat terpapar Covid-19.

    Deddy tidak menyangka, meski telah menjalani pola hidup sehat, dia tetap bisa terinfeksi virus corona bahkan mengalami badai sitokin.

    "Saya olahraga tiap hari, vitamin D saya tinggi, zinc saya tinggi, saya bisa kena tanpa gejala, lalu minggu kedua, hancur saya," ucap Deddy Corbuzier, dikutip dari podcast di kanal YouTube miliknya, Minggu, 22 Agustus 2021.

    "Saya ketemu dokter Gunawan, dia bilang ini memburuk, ketika di cek CT toraks sudah 60 dan keadaannya masuk ke momen badai sitokin," kata Deddy.

    Lantas, apa itu badai sitokin dan mengapa orang yang terjangkit virus corona bisa mengalaminya?

    Respons sel darah putih

    Penanggungjawab Logistik dan Perbekalan Farmasi RSUP Dr Karyadi Semarang Mahirsyah Wellyan menjelaskan, badai sitokin atau cytokine strom merupakan reaksi berlebih sistem kekebalan tubuh.

    Ketika SARS-CoV-2 memasuki tubuh, sel-sel darah putih akan merespons dengan memproduksi sitokin.

    Mengutip pemberitaan Kompas.com, pada 16 Mei 2020, sitokin adalah protein yang dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh untuk melakukan berbagai fungsi penting dalam penanda sinyal sel.

    Sitokin tersebut kemudian bergerak menuju jaringan yang terinfeksi dan berikatan dengan reseptor sel tersebut untuk memicu reaksi peradangan.

    Sitokin normalnya hanya berfungsi sebentar dan akan berhenti saat respons kekebalan tubuh tiba di daerah infeksi.

    “Pada kasus Covid-19, sitokin bergerak menuju jaringan paru-paru untuk melindunginya dari serangan SARS-CoV-2,” kata Mahirsyah, dilansir Tribun-Bali.com.

    Paru-paru pun bisa mengalami peradangan parah karena sistem kekebalan tubuh berusaha keras membunuh virus.

    Peradangan pada paru-paru itu sayangnya bisa terus terjadi meski infeksi sudah selesai.

    Selama peradangan, sistem imun juga melepas molekul bersifat racun bagi virus dan jaringan paru-paru.

    Tanpa penanganan yang tepat, fungsi paru-paru pasien dapat menurun hingga membuat pasien sulit bernapas.

    Kondisi inilah yang kemudian bisa membuat pasien Covid-19 akhirnya meninggal dunia atau tak bisa bertahan.

    “Maka sering pada pasien Covid-19 membutuhkan ventilator untuk membantu pernapasan,” jelas Mahirsyah.

    Penyebab

    Mengutip jurnal Pusat Informasi Bioteknologi Nasional AS (NCBI), 1 Oktober 2020, badai sitokin pada pasien Covid-19 yang fatal diwakili oleh beberapa fitur patologis seperti gangguan pernapasan akut (ARDS), koagulasi, dan disfungsi multiorgan.

    Tingkat keparahan atau kematian penyakit juga bisa berasal dari badai sitokin, termasuk ARDS yang dipicu oleh infeksi virus di paru-paru, yang menyebabkan kegagalan multiorgan di seluruh tubuh.

    Pada tingkat yang paling parah, badai sitokin bisa menyebabkan kematian pada pasien.

    Mentutip Nature, 7 July 2021, para ilmuan mulai mengidentifikasi dan mengkarakterisasi badai sitokin pada pasien Covid-19.

    Secara keseluruhan, badai sitokin berkaitan erat dengan perubahan patogen utama Covid-19.

    Gejala medis yang muncul akibat badai sitokin antara lain demam, sindrom kebocoran kapiler, koagulasi intravaskular diseminata, sindrom gangguan pernapasan akut, dan kegagalan multiorgan, yang pada akhirnya pada kasus yang paling parah bisa menyebabkan kematian.

    Oleh karena itu, secara klinis penting untuk memahami jalur inisiasi dan sinyal badai sitokin untuk mengembangkan strategi pengobatan yang lebih efektif untuk Covid-19.

    Pengobatan untuk pasien Covid-19

    Pada beberapa penelitian telah melaporkan bahwa tingkat sitokin pro-inflamasi yang sangat tinggi diproduksi selama crosstalk antara sel epitel dan sel kekebalan Covid-19, yang telah menghubungkan badai sitokin dengan komplikasi parah.

    Meskipun masih belum jelas bagaimana virus mengubah profil sitokin protektif menjadi inflamasi badai sitokin, tetapi tampaknya sitokin diproduksi oleh sel bawaan karena limfopenia sering dilaporkan dalam kondisi ini.

    Adapun limfopenia adalah penurunan jumlah limfosit dibawah nilai normal karena pergeseran produksi sitokin.

    Lebih lanjut, Mahirsyah menambahkan, obat anti-interleukin-6, seperti Tocilizumab dan Sarilumab telah digunakan pada uji klinis pasien Covid-19.

    Selain itu, menurutnya vitamin C juga perlu diberikan kepada pasien Covid-19.

    Perlu diketahui, vitamin C bersifat antioksidan sehingga diduga dapat mengurangi keparahan badai sitokin.

    Badai sitokin, imbuhnya tergantung pada daya tahan tubuh atau sistem kekebalan tubuh dalam melawan virus yang masuk.

    "Apabila daya tahan tubuh kuat, virus yang masuk bisa dikalahkan dan pasien Covid-19 bisa sembuh," katanya lagi. (*)

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Simak Ulasan Terkait Badai Sitokin, Apa Itu? Ini Gejala yang Dialami Deddy Corbuzier
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar