Daftar Isi
Foto: Ilustrasi tahanan pelaku kasus kejahatan. (ANTARA FOTO/Umarul Faruq)
Lancang Kuning – Aparat Kepolisian Resor Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya mengungkap kasus pemalsuan surat rapid test untuk deteksi dini COVID-19. Tiga orang berinisial MR (55 tahun), BR (35), dan SH (46), yang berkomplot dalam tindak pidana itu telah diringkus dan kini jadi tersangka.
Baca Juga: TNI Temukan Warga Bertahun-tahun Ibadah di Bawah Pohon di Rimba Papua
Kepala Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Ajun Komisaris Besar Polisi Ganis Setyaningrum, menjelaskan ketiga tersangka menawarkan surat rapid test dengan keterangan nonreaktif kepada para penumpang kapal yang akan berangkat melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Baca Juga: Amankan Nataru, Operasi Lilin Kalimaya 2020, Polda Banten Terjunkan 2.066 Personil
Surat itu dibuat para tersangka tanpa pemeriksaan sebagaimana mestinya rapid test dilakukan. "Mereka memiliki peran masing-masing. MR ini sebagai pemilik agen travel, BS calo, dan SH salah satu pegawai Puskesmas," kata Ganis di Markas Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Jawa Timur, pada Senin, 21 Desember 2020, dilansir LKC dari Viva.co.id
Baca Juga: Update Kasus Covid-19 Riau, Pasien Positif Menurun dan Pasien Sembuh Meningkat
Ganis menjelaskan, surat rapid test dibuat oleh BS dengan cara digandakan dari surat berkop salah satu Pusat Kesehatan Masyarakat di Surabaya Utara. Ia pula yang memasang stempel di surat dan memalsu tanda tangan dokter puskesmas itu. Tersangka mematok tarif Rp100 ribu per surat dengan keterangan hasil pemeriksaannya nonreaktif.
Tersangka, katanya, memanfaatkan kebutuhan para calon penumpang kapal yang disyaratkan mengantongi surat keterangan hasil rapid test nonreaktif. Dengan surat itu, calon penumpang baru bisa memperoleh surat kuning keterangan sehat dan baru bisa membeli tiket kapal.
Tersangka, kata Ganis, mengaku sudah menjalankan bisnis haramnya itu sejak tiga bulan lalu. Mereka sudah mendapatkan banyak pelanggan dari berbagai daerah yang bepergian ke sejumlah provinsi, di antaranya ke Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Ambon. Para tersangka dijerat Pasal 263 (1) KUHP dengan ancaman hukuman pidana penjara selama enam tahun. (LK)
Komentar