Daftar Isi
Salah satu target kebijakan pembangunan disetiap negara adalah penanggulangan Kemiskinan, dengan tujuan untuk memperkecil kesenjangan Sosial. Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi, karena dalam menanggulanginya masalah yang dihadapi bukan saja terbatas pada hal-hal yang menyangkut hubungan sebab akibat timbulnya kemiskinan tetapi melibatkan juga preferensi, nilai dan politik. Konsep tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari sekedar ketidakmampuan dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang melibatkan aspek sosial dan moral.
Kemiskinan tidak hanya menjadi permasalahan bagi negara berkembang, bahkan negara maju pun mengalami kemiskinan walaupun tidak sebesar negara berkembang, meskipun Persoalannya sama namun dimensinya berbeda. Persoalan kemiskinan dinegara maju hanya bagian terkecil saja, tetapi bagi negara berkembang persoalannya menjadi lebih kompleks karena jumlah penduduk miskin hampir mencapai setengah dari jumlah penduduk. Bahkan ada negara-negara sangat miskin mempunyai jumlah penduduk miskin melebihi dua pertiga dari penduduknya.
Dilihat dari penyebabnya, Sumodiningrat menyatakan bahwa jenis kemiskinan terdiri dari Kemiskinan natural, Kemiskinan kultural, dan Kemiskinan struktural. Kemiskinan natural merupakan suatu kondisi kemiskinan yang terjadi karena dari awalnya memang miskin. Kelompok masyarakat tersebut menjadi miskin karena tidak memiliki sumberdaya yang memadai baik sumberdaya alam, sumberdaya manusia maupun sumberdaya pembangunan, atau kalaupun mereka ikut serta dalam pembangunan, mereka hanya mendapat imbalan pendapatan yang rendah. kemiskinan natural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor alamiah seperti karena cacat, sakit, usia lanjut atau karena bencana alam. Kondisi kemiskinan seperti ini menurut Kartasasmita disebut sebagai “Persisten Poverty” yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun. Daerah seperti ini pada umumnya merupakan daerah yang kritis sumberdaya alamnya atau daerah yang terisolir.
Pada awal Februari lalu, Badan Pusat Statistik Republik Indonesia mengeluarkan data yang menunjukkan bahwa jumlah orang miskin di Indonesia naik dari 27, 73 juta jiwa (10,96% jumlah penduduk) pada bulan September 2014, menjadi 28,51% Juta (11,13% ) pada September 2015. Sebesar 10 % penduduk terkaya menguasai 77% ekonomi Negeri.
Seperti yang telah dikatakan Sumodiningrat, kemiskinan natural disebabkan karena tidak memiliki sumberdaya alam, perlu penegasan bahwa Negara Indonesia adalah sebuah Negara besar dengan Sumberdaya Alam yang luar Biasa. kemiskinan juga disebabkan oleh sumberdaya manusia, Indonesia sedang dalam proses pembangunan Sumberdaya manusia dengan program pendidikan yang berkelanjutan. Kemiskinan disebabkan oleh factor-faktor alamiah seperti cacat, Usia lanjut dan bencana alam. kemiskinan karena bencana Alam, memang Indonesia tidak henti-hentinya dirundung malang, alam dianggap begitu kejam dengan Penduduk Indonesia, sehingga berkali-kali ditimpa bencana yang luar biasa, disatu daerah banyak kolam ikan dan sawah-sawah yang gagal panen karena Banjir besar, tapi didaerah lain juga gagal panen karena Kemarau panjang, tentu tidak hanya sebatas itu, akan tetapi kesibukan masyarakat yang terkena bencana untuk mengembalikan mental dan smangatnya untuk mempertahankan dan memperjuangkan hidupnya juga butuh proses. sulit untuk menjawab apakah ini sebuah ujian atauazab, tapi yang pasti ini adalah tantangan bagi negara untuk kemudian mengambil peran dalam rangka mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa.
Kemiskinan kultural merupakan suatu kondisi kemiskinan yang terjadi karena kultur, budaya atau adat istiadat yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat. Kemiskinan kultural mengacu pada sikap hidup seseorang atau kelompok masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan budaya di mana mereka merasa hidup berkecukupan dan tidak merasa kekurangan. Kelompok masyarakat seperti ini tidak mudah untuk diajak berpartisipasi dalam pembangunan, tidak mau berusaha untuk memperbaiki dan merubah tingkat kehidupannya. Akibatnya tingkat pendapatan mereka rendah menurut ukuran yang dipakai secara umum. Penyebab kemiskinan ini karena factor budaya seperti malas, tidak disiplin, boros dan lain sebagainya.
Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh factor-faktor buatan manusia seperti kebijakan ekonomi yang tidak adil, distribusi aset produksi yang tidak merata, korupsi dan kolusi serta tatanan ekonomi negara yang cenderung menguntungkan kelompok masyarakat tertentu. Munculnya kemiskinan struktural disebabkan karena berupaya menanggulangi kemiskinan natural, yaitu dengan berbagai macam program dan kebijakan. Namun karena pelaksanaannya tidak seimbang, pemilikan sumber daya tidak merata, kesempatan yang tidak sama menyebabkan keikutsertaan masyarakat menjadi tidak merata pula, sehingga menimbulkan struktur masyarakat yang tidak seimbang.
Tidak dapat dibantah bahwa salah satu penyebab kemiskinan di Indonesia adalah terjadinya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Korupsi menyebabkan anggaran yang sedianya digunakan untuk penanggulangan bencana, meningkatkan mutu pendidikan, menyediakan fasilitas kesehatan, menyediakan infrastruktur dan memperluas lapangan kerja menguap ke tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. Hal ini menyebabkan kondisi masyarakat makin terpuruk . Tingginya tingkat korupsi di Indonesia dianggap sebagai penyebab masih banyaknya jumlah penduduk miskin. Walaupun belum ada kajian literatur yang membuktikan hubungan langsung antara korupsi dan kemiskinan, tetapi kenyataanya korupsi menghambat upaya-upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Menurut Soegijoko, Terdapat tiga pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat miskin. Pertama, pendekatan yang terarah, artinya pemberdayaan masyarakat harus terarah yakni berpihak kepada orang miskin. Kedua, pendekatan kelompok, artinya secara bersama-sama untuk memudahkan pemecahan masalah yang dihadapi. Ketiga, pendekatan pendampingan, artinya selama proses pembentukan dan penyelenggaraan kelompok masyarakat miskin perlu didampingi oleh pendamping yang profesional sebagai fasilitator, komunikator, dan dinamisator terhadap kelompok untuk mempercepat tercapainya kemandirian.
Terlepas dari ketiga pendekatan dalam rangka pemberdayaan masyarakat miskin, ada satu hal yang cukup menarik untuk dipahami, bahwa memburuknya kemiskinan dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi dan demokrasi berjalan lambat. Harapan dan keinginan system demokrasi yang berlangsung tentu ingin mendapatkan hasil yang baik, terutama dalam berspektif pembangunan Sumberdaya manusia yang akan bermuara pada perbaikan financial masyarakat. Akan tetapi Perlu biaya-biaya ekstra untuk menciptakan suatu kondisi yang menguntungkan bagi demokrasi; seperti akses informasi yang murah dan ketersediaan pendidikan yang berkualitas tetapi terjangkau. Ini tidak berarti bahwa dalam suatu masyarakat dengan tingkat kesejahteraan minimal tidak dapat tumbuh demokrasi, tetapi dalam kondisi kearah demokrasi akan jauh lebih baik dalam suatu masyarakat dimana tingkat kesejahteraan di atas rata-rata, kemudahan dalam akses pelayanan kesehatan, dan pendidikan. kerentanan masyarakat dalam hal kesejahteraan terutama dalam hal pemenuhan hak-hak dasar yang menyangkut sandang, pangan, dan papan, akan cenderung memberi ruang bagi munculnya instabilitas yang mengundang tindakan-tindakan represif. Ini akan menciptakan suatu bentuk otoritarianisme baru yang akan membuat impian ke arah demokrasi menjadi semakin jauh. Persoalannya adalah demokrasi di banyak negara sudah tidak lagi dapat berperan dalam mengendalikan sistem kapitalisme. Banyak produk hukum dan kebijakan pemerintah yang lebih memihak pada kepentingan kelompok tertentu. Karena itu hukum yang ada saat ini sulit untuk dapat melakukan pengendalian kiprah kapitalisme global. Situasi yang demikian tentu akan mengakibatkan semakin memburuknya keadilan dan tingkat kesejahteraan rakyat.
Oleh karenanya, tentulah kita ingin melihat dengan mata dan hati yang jernih, tanpa ada sekat bahwa negara ini seharusnya melayani masyarakat, bukan sebaliknya. Mutu dan kualitas masyarakat dapat ditentukan oleh keinginan dan kemampuan Negara untuk mengabdi pada kesejahteraan Rakyat Indonesia dengan konsep hukum progresif, yang menganut ideologi hukum yang pro keadilan dan hukum yang pro rakyat. Dedikasi para pejabat negara mendapat tempat yang utama untuk melakukan perubahan. Negara dan para pejabat harus memiliki empati dan kepedulian pada penderitaan yang dialami rakyat dan bangsa ini. kesejahteraan dan kebahagian rakyat harus menjadi titik orientasi dan tujuan akhir penyelenggaraan negara, sehingga negara kesejahteraan dapat terwujud.
M. Alpi Syahrin, SH., MH
Aktivis Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM) Wilayah Riau
Komentar