Daftar Isi
Foto: Jaksa Agung ST Burhanuddin. (ANTARA)
Lancang Kuning, JAKARTA – Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin menegaskan rencana revisi Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI tidak akan kembali pada zaman kolonial Belanda yakni HIR (Herzien Inlandsch Reglement). Menurut dia, perlu membaca naskah akademik untuk melihat RUU ini.
“Rencana UU tentang Kejaksaan tidak kembali ke HIR. Ini tolong bahwa saya katakan kami tidak kembali pada HIR,” kata Burhanuddin saat diskusi webinar pada Selasa, 27 Oktober 2020.
Justru, kata dia, RUU Kejaksaan ini cerminan hukum yang progresif karena telah mengakomodasi berbagai ketentuan yang berlaku dan diakui secara universal maupun internasional. Makanya, harus membaca naskah akademik sebagai kajian ilmiah atas penyusunan RUU Kejaksaan.
“Perubahan ini di dalam naskah akademik telah terurai secara utuh komprehensif,” ujarnya, dilansir LKC dari Viva.co.id
Selanjutnya, Burhanuddin mengatakan, RUU Kejaksaan sudah sesuai asas hukum yang berlaku. Asas ini menjadi landasan pijak kejaksaan untuk menyelenggarakan kekuasaan negara di bidang penuntutan dan fungsi penegak hukum.
“Meliputi asas single prosecution system (sistem penuntutan tunggal), asas dominus litis, asas oportunitas, asas independensi penuntutan dan asas perlindungan jaksa,” jelas dia.
Kemudian, Burhanuddin mengatakan, RUU Kejaksaan tidak pernah mau mengambil wewenang. Sebenarnya, kata dia, jaksa tidak melakukan atau menambah wewenang dalam RUU Kejaksaan. Tetapi, hanya mengompilasi ketentuan hukum atas asas hukum yang sudah ada.
Misalnya, dalam penyidikan lanjutan kewenangan penuntut umum dengan melakukan penyidikan lanjutan bukan hal baru, melainkan sudah diatur dalam Pasal 39 huruf a, huruf b, dan huruf c Undang Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan kerusakan hutan.
“Ketentuan ini selaras dengan dominus litis, asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan,” katanya.
Selain itu, ia mengatakan penyidikan lanjutan juga akan menjadi solusi yang konkret atas bolak baliknya berkas perkara, yang menimbulkan tidak tuntasnya perkara, sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat pencari keadilan.
“Keadilan hukum akan terwujud bila proses penegakan hukum secara terkontrol dan terawasi,” tuturnya. (LK)
Komentar