Daftar Isi
Lancang Kuning - Insiden mematikan mikrofon di Rapat Paripurna DPR dengan agenda pengesahan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja, Senin (5/10), disebut sebagai bukti pimpinan Dewan tidak memiliki kemampuan menjadi seorang pemimpin dan pembungkaman terhadap aspirasi rakyat.
Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow menyesalkan kejadian tersebut terjadi dalam rapat paripurna DPR. Apalagi, sosok yang mematikan mik tersebut tak lain adalah Ketua DPR, Puan Maharani.
"Itu menunjukkan bahwa pimpinan DPR tidak memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin, kalau menghentikan argumentasi dengan mematikan mik. Itu sebuah kebodohan berpolitik yang ditunjukkan kepada masyarakat Indonesia secara vulgar," kata Jeirry dalam sebuah diskusi virtual, Rabu (7/10).
Jeirry menilai apa yang dilakukan Puan saat itu konyol dan menjadi contoh yang tak elok bagi masyarakat. Menurut dia, seorang pimpinan DPR harus bisa membalas argumentasi untuk mematahkan gagasan anggota dewan, bukan dengan mematikan mik.
Baca Juga: Tempat Wisata di Riau
"Gagasan yang disampaikan anggota DPR itu kan sebetulnya representasi gagasan rakyat, masa gagasan rakyat itu dimatikan hanya dengan mematikan mik, menurut saya ini peristiwa konyol," tegasnya.
Menurut dia, insiden tersebut menunjukkan jika pengesahan UU Cipta Kerja ini memang sejak awal tidak memberikan ruang terhadap aspirasi rakyat. Terbukti, UU yang diusulkan Presiden Joko Widodo itu sampai saat ini kerap mendapat penolakan dari kalangan masyarakat.
Ia menilai, sejak awal baik pemerintah dan DPR terkesan menutup telinga dan mata terhadap aspirasi masyarakat terkait UU Cipta Kerja ini. Pengesahan UU juga terkesan dipaksakan.
"Saya enggak habis paham dengan DPR kita, juga pemerintah sebagai pengusul undang-undang, yang memaksakan pengesahan undang-undang tanpa mendengar aspirasi dan partisipasi publik," papar Jeirry.
Baca Juga: Makanan Khas Pekanbaru
"Kalau mau jujur, sejak awal kita hampir enggak pernah mendapatkan ada masyarakat sipil yang setuju dengan undang-undang, tapi pemerintah memaksa DPR, lalu DPR juga memaksakan," ujarnya menambahkan.
Diketahui, dalam rapat paripurna pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja diwarnai sejumlah atraksi politik, pimpinan rapat mematikan mik anggota Fraksi Demokrat yang sedang menyampaikan pendapat.
Insiden tersebut terjadi saat politikus Demokrat Irwan Fecho meminta penundaan pengesahan. Saat Irwan berbicara, pimpinan rapat Azis Syamsudin memberi kode ke Puan yang duduk di sampingnya untuk memencet tombol.
"Kawan-kawan, kalau mau dihargai tolong mengharg...," suara Irwan pun terputus. Azis kemudian menyudahi sesi, RUU Ciptaker langsung disahkan.
Anggota Fraksi PDIP Masinton Pasaribu kemudian memberi pembelaan dan membantah Puan sengaja mematikan mik Fraksi Demokrat. Ia mengatakan, mik mati otomatis karena sistem sudah membatasi waktu bicara maksimal lima menit.
"Masa waktu bicara juga diatur secara otomatis, karena mik otomatis akan mati pada menit kelima," kata Masinton berdalih.
Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar mengklaim pimpinan rapat tak bermaksud menghalangi Fraksi Demokrat untuk berbicara. Mereka hanya hendak memberi kesempatan bagi fraksi lain.
Dia juga membantah Puan memencet tombol untuk mematikan mikrofon Demokrat. Indra mengatakan mikrofon dibatasi agar tak ada tabrakan suara antaranggota dewan.
"Mikrofon di ruang rapat paripurna DPR RI sudah diatur otomatis mati setelah lima menit digunakan," dalihnya.
Komentar