Daftar Isi
Foto: Suasana keramba jaring apung petani ikan kerapu.
Lancang Kuning - Para petani keramba jaring apung ikan kerapu yang tergabung dalam Forum Komunikasi Kerapu Lampung (Fokkel) sedang berjuang menuntut ganti rugi Rp235 miliar kepada pihak PT Pelindo II Panjang, Lampung.
Mereka menanti sampai 7 tahun lamanya belum menemukan titik terang. Akibat pekerjaan pengerukan pihak Pelindo II menyebabkan para petani ikan kerapu tak bisa lagi mengais rezeki di Pantai Sari Ringgung, Pantai Mahitam, Pulau Pahawang, Pesawaran, Lampung.
Perbuatan pencemaran lingkungan yang dilakukan pihak Pelindo di Teluk Lampung, Kabupaten Pesawaran, pada 2013 tersebut mengakibatkan ikan-ikan budidaya petani keramba jaring apung mati.
Atas kondisi tersebut, Fokkel dengan ketua Ir. Mulia Bangun Sitepu,M.M dan sektretaris Moh.Ali Alhadar membawa ke ranah hukum dengan bantuan dari Lembaga Bantuan Hukum Nasional (LBH-Nasional) dengan ketua Dr. Sopian Sitepu, S.H, M.H, M.Kn.
Proses hukum pun berjalan dari kepolisian, Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, hingga Mahkamah Agung (MA). Proses yang panjang dan melelahkan.
Puncaknya, dilansir dari Viva.co.id, pada 12 Maret 2018, MA memutuskan pihak Pelindo bersalah atas proyek pendalaman alur pelabuhan. Namun, dua tahun setelah keputusan MA pun tak ada tanda-tanda ganti rugi dari Pelindo.
Meski para petani ikan kerapu lelah, mereka tetap sabar dan selalu mengedepankan upaya musyawarah. Fokkel dengan kuasa LBH-Nasional mengirim surat somasi ke Pihak Pelindo agar mengganti kerugian. Karena belum ada tanda-tanda penggantiaan, Fokkel mengadukan nasibnya ke wakil rakyat DPRD Lampung.
DPRD Lampung mempertemukan Fokkel dengan pihak Pelindo pada awal akhir Juni 2020. Sayang, dalam pertemuan tersebut pihak Pelindo belum bisa memastikan. Mereka akan melaporkan ke pusat.
Barang bukti ikan kerapu yang mati akibat pencemaran lingkungan.
Para petani ikan bertanya sampai kapan? Tak ada yang tahu. Fokkel menuntut keadilan. Ada sekitar 60 petani yang menggantungkan nasibnya dari usaha budidaya ikan kerapu ini. Jumlah kerugian materi mencapai Rp235 miliar.
Selama proses hukum berjalan sudah 7 tahun, beberapa di antara mereka sudah tidak bekerja lagi. Sementara mereka membutuhkan uang untuk sekolah anak dan biaya hidup, tapi tak berdaya lagi.
Bahkan di antara mereka, ada yang menjadi korban stres yang berujung meninggal dunia. Mereka yang meninggal di antaranya: Pak Bolly, Pak Asril, Pak Dayat, Pak Richard, dan Pak Ucok. Jangan ada lagi korban berjatuhan. Cukup.
Para petani ikan kerapu berharap dengan melaporkannya ke DPRD Lampung semoga ada jalan keluar. Mereka berharap pihak Pelindo terketuk hatinya atas jeritan para petani ikan kerapu ini.
Apalagi di tengah pandemi Covid-19 ini. Kehidupan mereka makin berat dan susah, oleh karena itu Fokkel akan terus berjuang sampai tuntutan mereka dipenuhi agar bisa menyambung hidup lagi yang lebih layak. (LK)
Komentar