Daftar Isi
Foto: Ilustrasi perseteruan antara Amerika Serikat (AS) dengan Iran
Lancang Kuning – Setelah sempat membuka pintu negosiasi, Iran justru mendapat ancaman serius dari Amerika Serikat. Tindakan Negeri Mullah yang terus meningkatkan program nuklirnya membuat Amerika semakin gerah. Pada akhinya, Negeri Paman Sam dengan tegas siap memerangi Iran dengan kekuatan militernya.
Baca Juga: Gawat, Pertahanan Indonesia 'Terancam' dari Australia
Akhir Juni lalu, Presiden Iran, Hassan Rouhani, menyatakan pihaknya bersedia bernegosiasi dengan Amerika terkait program nuklirnya.
Foto: Presiden Iran Hassan Rouhani
Rouhani memberi syarat Amerika harus menanggung kerugian selama masa sanksi embargo, Amerika harus meminta maaf kepada dunia, dan Amerika harus kembali ke traktat nuklir Rencana Aksi Kompeherensif Bersama (JCPOA).
Baca Juga: Tak Cuma Borong Raja Perang Darat Rusia, Mesir Pamerkan Penjaga Langit
Sayang, syarat dari Rouhani itu ditolak mentah oleh Amerika. Dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB, utusan Amerika, Brian Hook, menegaskan pihaknya siap mengerahkan kekuatan militernya untuk menghentikan program nuklir Iran.
Baca Juga: Daftar Menteri yang Dianggap Layak Diganti
"Kami telah membuat segalanya sangat jelas. Presiden (Trump) juga telah (menyatakan) bahwa Iran tidak akan pernah memperoleh senjata nuklir. Dan, opsi militer selalu berada di atas meja," ujar Hook kepada Channel 13 News Israel yang dikutip VIVA Militer.
Foto: Rudal balistik jarak pendek Iran, Fateh
Sebelum pernyataan Hook, Menteri Luar Negeri Amerika, Mike Pompeo, juga sudah lebih dulu mendesak PBB agar memperpanjang masa sanksi embargo Iran. Sementara, sanksi itu sebenarnya sudah akan berakhir pada Oktober mendatang`
Baca Juga: Ratusan Gajah di Botswana Mati Misterius
"Jangan hanya mengambilnya dari Amerika Serikat, dengarkanlah negara-negara di kawasan ini. Dari Israel ke teluk, dan negara-negara di Timur Tengah yang paling terpapar oleh predasi Iran. Berbicaralah dengan satu suara, perpanjang embargo senjata," ujar Pompeo dikutip VIVA Militer dari Middle East Eye.
Komentar