Daftar Isi
Foto: Annas Maamun
LancangKuning.com, Jakarta -- Pemberian grasi untuk tersangka kasus korupsi Annas Maamun menuai banyak kontroversi. Bagaimana tidak, putusan presiden dinilai mengejutkan. Grasi merupakan pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh presiden. Akan tetapi pemberian grasi harus berdasarkan pertimbangan Mahkamah Agung. Bentuk grasi yang diberikan presiden untuk Annas Maamun berupa pengurangan masa tahanan 1 tahun dari masa tahanan 6 tahun penjara. Sehingga Annas Maamun dinyatakan bebas pada Oktober 2020.
Baca Juga: #BebaskanLuthfi
Akan tetapi tidak ada alasan yang jelas yang mendukung sikap presiden tersebut. Presiden Joko Widodo hanya menyatakan alasan kemanusiaan. Annas Maamun malalui surat yang dikirimkan ke presiden mengaku menderita sakit, sudah tua sehingga pelupa, dan berbagai gangguan kesehatan lainnya. Akan tetapi tidak terlampir dengan jelas surat keterangan dari pihak yang berwenang seperti dokter mengenai pernyataan sakit tersebut. Hal ini jelas menimbulkan banyak pertanyaan di masyarakat, mengapa presiden tidak bersikap lebih objektif dalam mengatasi masalah ini. Seharusnya presiden lebih transparan lagi, jika memang sakit maka seharusnya ada pernyataan dari dokter yang terkait mengenai hal ini.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengaku terkejut dengan kebijakan yang diambil oleh presiden karena terlalu m mendadak karena belum adanya alasan yang jelas apa alasan presiden memberikan grasi kepada Annas Maamun. Beliau menyatakan bahwa kasus-kasus Annas Maamun mash banyak yang yang harus diselesaikan oleh KPK. Wakil Ketua Komisi III Desmon J Mahesa menanggapi pemberian grasi kepada Annas Maamun dianggap tidak logis dan tidak jelas. Menurutnya Pemberian grasi harus dijelaskan secraa detail.
Baca Juga: Jadwal Buka dan Tutup Bank di Libur Natal-Tahun Baru 2020
Menurut saya, sikap yang diambil oleh presiden sangat tidak objektif. Bagaimana bisa seorang pelaku korupsi atas alih fungsi lahan yang merupakan tindak kejahatan yang besar diberikan grasi hanya karena unsur kemanusiaan? Seharusnya jika presiden memang menerapkan unsur kemanusiaan tidak hanya berpihak pada satu orang atau satu kasus. Seperti yang kita ketahui, banyak tersangka masyarakat kecil yang merasa tidak mendapatkan keadilan tetapi tidak diberi keringanan hukuman. Toh banyak narapidana lain yang jauh lebih tua, lebih tidak sehat, bahkan bukan pelaku tindak pidananya extraordinary crime yang tidak diperhatikan oleh presiden. Presiden seharusnya harus lebih bijak dalam mengahadapi kasus seperti ini. Pertimbangan memang berada ditangan Mahkamah Agung, akan tetapi presiden harus memiliki sikap yang tegas terhadap keputusan yang akan diambil. Mahkamah Agung memberikan pertimbangan akan tetapi presiden mempunyai sikap menerima atau menolak keputusan tersebut. Itulah mengapa grasi merupakan hak prerogatif presiden, karena presidenlah yang dapat memutuskan. Bukan semua pertimbangan Mahkamah Agung harus disetujui oleh presiden.
Baca Juga: Tempat Wisata di Riau
Sikap presiden Joko Widodo dalam pemberian grasi terhadap pelaku korupsi jelas menuai banyak polemik. Presiden yang selalu ingin menggalakkan anti korupsi justru memberikan grasi terhadap pelaku korupsi hanya karena ada asa kemanusiaan. Kalau begitu maka bisa saja pelaku korupsi lainnya juga akan melakukan hal yang sama, menuntut keringanan atas dasar kemanusiaan. Toh tinggal kirim surat tanpa ada pengecekan ulang dari presiden, grasi bisa diberikan. Yang kita khawatirkan, kejadian serupa akan terulang kembali di suatu waktu. Pelaku korupsi lainnya akan menuntut keadilan kepada presiden, karena merasa apa yang dilakukan sama dengan apa yang sudah dilakukan Annas Maamun yaitu memberikan surat permohonan pengampunan dengan dalih kesehatan. Maka jangan heran jika dikemudian hari akan kita jumpai permasalahan yang sama. Sehingga masyarakat akan berpikir ini benar atas dasar kemanusiaan atau asas tidak enakan?
Baca Juga: Makanan Khas Pekanbaru
Tidak heran jika publik menilai presiden tidak konsisten terhadap sikap anti korupsi yang selalu digaung-gaungkan. Seharusnya jika dilihat dari apa yang telah dilakukan serta kerugian yang telah ditimbulkan, bukan hanya pada negara tetapi terhadap alam maka pelaku korupsi seperti Annas Maamun tidak pantas mendapatkan pengampunan. Hukuman yang dijalaninya merupakan resiko yang harus dijalani akibat berbagai kerugian yang telah dilakukannya. Maka saya menilai sikap yang diberikan presiden terhadap Annas Maamun tidak bersifat objektif. Presiden tidak memiliki ketegasan dalam memilah mana keputusan yang harus diambil. Oleh karena itu, seharusnya presiden bukan hanya memberikan grasi kepada orang-orang yang memiliki pengaruh dan kekuasaan lebih. Alangkah lebih baiknya presiden memberikan hak prerogatif nya itu kepada masyarakat kecil yang merasa tidak mendapatkan keadilan dalam hukum.
Penulis Opini: Nurhidayah Safitri
Komentar