Ikhlaskan Hati untuk Berhaji

Daftar Isi

     

    Catatan Prof. Dr. Khairunnas Rajab
    Rektor UIN Sultan Syarif Kasim Riau

    IBADAH  haji adalah spiritualisasi jamaah menuju Tuhan di pintu baitullah. Seringkali para muhaji mencoba menerjemahkan wajib haji dan rukun haji secara tekstual, sehingga akhirnya mereka mendapatkan makna lafzi tanpa kontekstual. Ibadah haji bukan hanya menyandang prediket dengan sebutan haji atau mungkin menggunakan kopiah putih sebagai muhaji.

    Sesungguhnya haji adalah spiritualitas kompleksitas yang terjamin nilai-nilai ilahiyah terpenuhi dengan tauhid yang mengikis habis kemusyrikan, kebathilan, dan kemaksiatan. 

    Muhaji adalah orang yang melaksanakan rukun dan wajib haji, tetapi untuk mencapai haji mabrur, mereka harus mematikan sifat-sifat jahiliah yang bersarang di hatinya. 

    Sifat jahiliah yang harus dihindarkan  itu yaitu keangkuhan, hasad, dendam, ghibah,  fasiq, jidal, dan maksiat.

    Keangkuhan adalah satu sifat yang telah meluluhlantakkan penguasa berkuasa penuh sang maestro yang menyebut dirinya sebagai ANA RABBAKUMUL A'LA, akulah Tuhan yang maha tinggi, Firaun laknatullah. Jika Firaun yang sangat cerdas, ditakuti rakyatnya, dan kekuasaannya multi power kemudian hancur tanpa bekas melawan kebenaran yang di bawa Nabi Musa AS. Apabila disandingkan dengan masyarakat hari ini, tentulah belum apa-apa berbanding Firaun yang ditakuti itu. Firaun hanya sedikit ilustrasi dari deskripsi seorang yang super power, tetapi akhirnya hancur binasa, tentu apalagi kita yang begitu banyak minusnya. Bagi muhaji sendiri, keangkuhan tidak lagi jadi mainan hidup, karena sifat itu akan jadi penghalang untuk memperoleh haji mabrur. Memberangus sifat angkuh memang berat, bahkan hanya dapat dilucuti dengan kesadaran penuh sang muhaji bahwa keangkuhan akan merugikan dirinya sendiri, jika tidak ingin hajinya mardud.

    Hasad adalah penyakit hati yang melampaui kodrat kemanusiaan seorang hamba. Mereka ini  senang melihat orang susah dan susah melihat orang senang.  Irihati merupakan sinyalemen tidak sukanya nikmat wujud pada orang lain, bahkan ke kerabatnya sendiri. Indikator lainnya adalah bahwa pemilik penyakit hati ini sarang gundah gulana, stress, dan panik pada kondisi orang lain yang mendapatkan nikmat lebih. Hasad bukan saja merugikan fisikal, bahkan melebihi sampai kepada kerugian psikologis dengan amarah, hasutan, dan ujaran kebencian yang kemudian berakar pada psikosomatik akut, depresi, psikopatologi, stress dan psikosis. Penyakit hasad ini menimbulkan efek, di mana ia dapat menumbuh suburkan sifat dendam, berghibah tentang orang lain, berlaku fasiq, bermaksiat pada Allah SWT dan pada sesama, dan suka memperdebatkan hal ringan menjadi rumit.

    Dalam training intensif haji, berspiritualisai dengan Tuhan, mengucapkan talbiah, berzikir, beristighfar, dan menunaikan rukun dan wajib haji adalah kesempatan untuk tidak bersifat dan berperilaku buruk seperti yang disampaikan di atas. Apabila training haji ini berjalan dengan optimal, maka secara otomatis muncul perilaku sosial sejati yang tercermin pada kesadaran untuk membantu sesama, berperilaku empati, simpati, asertif, sense belonging, dan yang terpenting dari itu hadirnya akhlaqul karimah. 

    Pada musim haji kali ini mengambil tag line  “Ramah Lansia”. Gus Menteri KH. Yaqut Chalil Qoumas menunjukkan komitmen secara nyata, tegas dan apresiatif kepada petugas yang tidak kenal lelah dalam rangka melayani para lansia yang memiliki keterbatasan tersebut. Sikap Gus Menteri sangat jelas yang terukur pada perilaku beliau bukan saja sebagai amirulhaj tetapi juga pribadi yang cepat memberikan instruksi tegas kepada semua petugas agar cepat tanggap. Bapak Menteri yang populer dipanggil Gus Men itu berdiri tegak mengawal pelaksanaan ibadah haji ini dengan sesama. 

    Ibadah sosial pada panggilan haji dengan tag line ramah lansia adalah upaya melestarikan nilai kesamaan hati para petugas tidak terkecuali amirulhaj yang menundukkan hati dengan Tuhan dan dekat sesama, di mana sigapnya para muhaji yang saling membantu terutamanya para lansia yang tanpa pendamping. 

    Ibadah haji yang mabrur dapat diraih, tentunya dengan keikhlasan, mengikis penyakit hati, dan memperkuat kepedulian pada sesama, saling berbagi, melayani tamu Allah tiada pilih kasih, sigap dan cerdas memanfaatkan waktu dan akhirnya muhaji muttaqy diraih sempurna dengan predikat mabrur. 

    Mina, 28 Juni 2023

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Ikhlaskan Hati untuk Berhaji
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar