Daftar Isi
Foto: Prajurit TNI Kodim 0613/Ciamis (ilustrasi).
Lancang Kuning – Sebuah peristiwa tak terduga dialami seorang prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari Komando Distrik Militer 0613/Ciamis, Kodam III/Siliwangi.
Prajurit TNI itu berinisial BC, dengan pangkat Prajurit Kepala (Praka). Dia mendadak mengalami gangguan jiwa, setelah lebih dari 30 hari menghilang tanpa kabar alias membolos dari tempat dia bertugas.
Apa yang dialami oleh Praka BC terungkap setelah Pengadilan Militer II-09 Bandung, Jawa Barat, menggelar sidang kasus desersi yang diajukan Detasemen Polisi Militer III/Garut melalui Danrem 062/TN, dan melalui surat dakwaan oditur militer.
Jadi begini, dari hasil putusan yang diterbitkan Pengadilan Militer II-09 Bandung dilansir VIVA Militer, Kamis 22 Oktober 2020, diterangkan bahwa, pada 15 Juli 2020, sidang pertama Praka BC digelar.
Namun, saat terdakwa Praka BC dihadirkan oditur militer ke persidangan, kondisi Praka BC sudah berbeda, disebutkan dalam keadaan sakit jiwa alias gila.
Dalam persidangan itu, Praka BC datang tak mengenakan seragam dinas TNI, tapi hanya memakai pakaian preman atau bebas. Kondisi fisiknya juga aneh, tatapannya kosong dan tidak fokus.
Saat majelis hakim melakukan pemeriksaan identitas, Praka BC hanya bisa menyebutkan namanya saja, sedangkan pangkat dan nomor registrasi prajurit tak mampu disebutkannya.
Dilansir LKC dari Viva.co.id, ketika Ketua Majelis Hakim membuka tanya jawab dengan Praka BC, kejadian aneh terjadi, Praka BC malah merengek-rengek seperti anak kecil dan minta pulang ke rumah. Hakim ketua berusaha membujuknya. Tapi malah Praka BC berteriak-teriak keras sembari mengucapkan kata-kata yang tidak dapat dimengerti.
Akibat kondisi Praka BC yang seperti itu, Majelis Hakim akhirnya tak bisa melanjutkan persidangan. Dan diputuskan untuk menyusun putusan atas perkara itu.
Pada 20 Juli 2020, Majelis Hakim Pengadilan Militer II-09 Bandung yang diketui Hakim Ketua Letnan Kolonel Sus, Muhammad Idris, akhirnya menetapkan putusan bahwa Praka BC tidak dapat diminta pertanggungjawaban pidana atas perbuatannya tersebut. Karena menderita sakit jiwa.
Pertimbangan putusan itu tertuang dalam Pasal 44 ayat 1 KUHP. Dan pertimbangan Majelis Hakim atas hasil pemeriksaan Psikiatri yang telah dilakukan dokter Mayor Ckm dam dokter Lollytha, yang diterangkan bahwa Praka BC mengalami gangguan kejiwaan berupa gangguan psikotrik yang ditandai dengan gangguan penilaian realita berupa halusinasi dan waham.
Selain itu, dalam putusannya Majelis Hakim juga menyatakan melepaskan Praka BC dari segala tuntutan hukum. Lalu memerintahkan kepada oditur militer untukmenempatkan Praka BC di rumah sakit jiwa selama 6 bulan. Kemudian terakhir, memerintahkan memulihkan hak Praka BC dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya seperti kondisi semula. (LK)
Komentar