Tegang Era Jokowi vs Kelompok Islam Versi Pengamat Australia

Daftar Isi

    Lancang Kuning - Seorang akademisi dari Australian National University (ANU), Profesor Greg Fealy menyebut Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah melakukan tindakan represif terhadap kelompok Islam dalam kurun waktu empat tahun terakhir.

    Buah pikir Greg ini tercantum dalam 'Jokowi Repressive Pluralisme' yang dimuat di East Asia Forum pada 27 September 2020.

    Menurut Greg, tindakan represif yang dilakukan pemerintahan Jokowi ditempuh dengan berbagai cara. Salah satunya ialah dengan pendisiplinan Aparatur Sipil Negara (ASN) jika ada indikasi terpapar radikalisme.

    Merespons buah pikir Greg tersebut, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama RI pun telah melontarkan bantahan.

    Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi membantahnya dengan membeberkan hasil survei Balitbang-Diklat Kemenag kurun waktu 2015-2019 yang menunjukkan angka rata-rata indeks Kerukunan Umat Beragama di Indonesia berada di atas angka 70.

    merangkum serangkaian peristiwa yang mencerminkan ketegangan antara pemerintahan Jokowi dengan sejumlah kelompok Islamis seperti yang disinggung Greg dalam artikelnya East Asia Forum tersebut.

    Mei 2019, aparat menangkap pentolan PA 212 Eggi Sudjana atas dugaan makar. Kasus yang menjerat Eggi itu bermula dari laporan terkait pernyataannya soal 'people power'.

    Saat itu, Eggi berorasi di depan rumah capres nomor urut 02 Prabowo Subianto, Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta selatan.

    19 Juli 2017, pemerintah mencabut izin organisasi Islam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

    HTI dibubarkan karena tidak sesuai dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 yang kemudian menjadi undang-undang tentang Organisasi Kemasyarakatan. Bahkan, Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir laman resmi organisasi kemasyarakatan HTI.

    Saat itu banyak terjadi pro dan kontra hingga HTI melakukan sejumlah langkah hukum seperti banding, namun ditolak pengadilan.

    12 November 2019, kebijakan pemerintah mengenai larangan radikalisme di lingkungan PNS. Bahkan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama 11 Kementerian/Lembaga (K/L) pemerintahan Joko Widodo meluncurkan portal aduan Aparatur Sipil Negara (ASN) radikal di aduanasn.id.

    Portal ini dapat digunakan untuk melaporkan PNS yang menyebarluaskan konten-konten radikalisme. Radikalisme yang dimaksud adalah meliputi sikap intoleran, anti-Pancasila, anti-NKRI, dan menyebabkan disintegrasi bangsa. Dalam tulisan Greg, upaya inilah yang bisa disebut sebagai 'pendisiplinan' terhadap ASN.

    Total ada 11 larangan yang harus dipatuhi PNS agar tak dicap radikal dan diadukan ke portal aduan PNS radikal tersebut. Salah satu diantaranya PNS dilarang memberikan likes, dislike, love, retweet atau comment di media sosial sebagai pertanda dukungan terhadap pendapat tertentu.

    Wamenag Zainut mengatakan lewat kebijakan pemerintah tersebut, bukan hanya dikhususkan menyasar kelompok Islam saja. Pria yang sempat menjabat Waketum MUI Pusat itu menyatakan langkah-langkah pemerintah itu adalah bentuk mitigasi atas ancaman berkembangnya tiga karakter yang bisa memicu perpecahan bangsa Indonesia.

    "Jadi bukan Islamis. Yang kita mitigasi dan antisipasi adalah berkembangnya paham dengan tiga karakter, yaitu anti-Pancasila dan NKRI, ekstrem dan anarkis sehingga sampai menistakan nilai-nilai kemanusiaan, serta intoleran, terjebak pada klaim kebenaran dan fanatisme kelompok," kata Zainut dalam keterangan resminya, Selasa (29/9).

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Tegang Era Jokowi vs Kelompok Islam Versi Pengamat Australia
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar