Daftar Isi
Foto: Ahmed Gaddaf al-Dam. (twitter.com)
Lancang Kuning – Pejabat politik Front Perjuangan Nasional Libya yang juga sepupu mantan Presiden Libya Muammar Qaddafi, Ahmed Gaddaf al-Dam angkat bicara terkait dengan campur tangannya pemerintahan Turki di Libya. Gaddaf al-Dam mengatakan, masuknya Turki ke Libya bersama Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) Libya sudah melebihi batas.
Baca Juga: Anggaran Pesantren Ditingkatkan, Segini Besaran Angkanya
Hal itu disampaikan al-Dam menanggapi rencana penghadangan militer Mesir di perbatasan Libya yang akan dilakukan oleh pasukan militer GNA yang didukung Turki. Bahkan, Gaddaf al-Dam melontarkan ancaman kepada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, jika militer Turki tetap berada di Libya, maka pihaknya tidak akan segan-segan menghancurkan Istanbul, Turki.
Baca juga: Wajib Tahu, Ini Tiga Temuan Gejala Baru Corona COVID-19
“Mesir tunduk pada perang yang terorganisir sebagai negara Arab, dan memiliki hak untuk mempertahankan diri ketika garis merahnya dilintasi. Bagi kami, garis merah kami ada di Zuwara dan Tobruk, dan jika orang Turki meluas ke Libya, kami dapat mencapai Istanbul, terutama karena kami memiliki sekutu di Turki," kata Ahmed Gaddaf al-Dam dikutip VIVA Militer dari Al-Masdar News, Minggu, 28 Juni 2020.
Baca Juga: Tempat Wisata di Riau
Mantan ajudan Qaddafi yang saat ini mendukung Field Marshal Khalifa Haftar itu menegaskan, kebijakan Erdogan yang telah mengerahkan pasukan militernya untuk mendukung pemerintahan kesepakatan internasional, GNA merupakan kebijakan yang bodoh. Sebab, keberadaan Turki di Libya telah bertentangan dengan Qatar dan akan menghancurkan dunia Islam.
"Ankara sedang melaksanakan rencana yang disusun oleh Barat. Saudara-saudara di Turki kehilangan akal sehat dan terpikat untuk dikuras secara finansial, moral dan militer, dan menciptakan masalah internal di sana. Saya kasihan pada Turki karena Libya akan kembali, karena kami memiliki kemauan dan kekuatan, dan kami adalah negara yang kembali dan pulih," ujarnya.
Lebih jauh ia katakan, upaya Turki untuk mengendalikan pemerintahan GNA dengan target mendapatkan hasil bumi Libya di Laut Mediterania akan sia-sia. Menurutnya, kalaupun upaya itu berhasil dilakukan oleh Turki, Amerika dan sekutunya pasti tidak akan pernah tinggal diam atau membiarkan Turki memiliki kekuatan militernya di Laut Mediterania.
"Barat tidak akan membiarkan Turki ada secara militer di Laut Mediterania, atau untuk mendapatkan kekayaan Libya, tetapi kecerobohan dan dorongan Erdogan terhadap orang-orang di sekitarnya membuatnya percaya bahwa mereka akan menang, tetapi ia mungkin masuk ke dalam perangkap (yang dibuat Amerika dan sekutunya) ini,” katanya.
Sebagaimana diketahui, intensitas hubungan pemerintah Turki dengan Pemerintahan Kesepakatan Nasional Libya (GNA) memang diketahui sangat masif. Militer Turki dengan kekuatan penuh mendukung pasukan militer GNA untuk menghadapi perlawanan dari Tentara Nasional Libya (LNA) pimpinan Marsekal Khalifa Haftar. Selama satu bulan terakhir ini, pasukan GNA yang didukung militer Turki telah berhasil menduduki sejumlah basis pertahanan pasukan LNA yang didukung oleh Rusia, UEA dan Mesir di wilayah Libya Timur dan Tripoli. Bahkan, sekitar pertengahan bulan lalu, Turki menolak mentah-mentah ajakan pemerintah Mesir yang mewakili LNA pimpinan Field Marsekal Khalifa Haftar untuk melakukan gencatan senjata di Libya.
Penolakan Turki atas tawaran gencatan senjata di Libya itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu selang beberapa hari setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bertemu dengan Perdana Menteri Libya hasil kesepakatan internasional (GNA) Fayez Al-Serraj di Ankara, Turki membahas rencana kerjasama eksplorasi kilang minyak di Laut Mediterania yang akan dimulai dalam waktu dekat ini. (LK)
Komentar