Jeritan Pekerja Seks di Tengah Ancaman Virus Corona

Daftar Isi

     

    Foto: Ilustrasi pekerja malam

    Lancang Kuning, JAKARTA - Pandemik virus coronaatau COVID-19 seakan menjadi momok bagi para pekerja. Bagaimana tidak, pendapatan sejumlah pekerja harian atau usaha mandiri semakin berkurang akibat sepinya pelanggan.

    Hal ini juga disebabkan imbauan pemerintah untuk bekerja dari rumah, serta menutup operasional sejumlah sektor dunia usaha. Bagi karyawan, di beberapa wilayah Indonesia banyak yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK).

    Baca Juga : Pemda Kampar Himbau Warga Jangan Malu Laporkan Keluarga yang Baru Pulang dari Luar Daerah

    Namun, masalah ini bukan cuma mendera buruh lepas ataupun karyawan kantoran. Sejumlah pekerja seks komersial (PSK) di Indonesia juga menghadapi problem serupa.

    Sebut saja Nabila, PSK belia yang baru berusia 20 tahun itu mengatakan, sebenarnya ia baru membuka jasa layanan seks atau open booking out (BO) pada Oktober 2019 lalu.

    Baca Juga : Tempat Wisata di Pekanbaru

    "Itu juga ada yang ngajakin. Karena memang (masalah) ekonomi juga sih. Jadi ya sudah lah ikut teman gue yang open BO itu," katanya saat dihubungi IDN Times di Jakarta, Rabu (8/4).

    1. Pemasukan semakin menurun sejak adanya COVID-19

    Wanita asal Bekasi, Jawa Barat ini menjelaskan, dia selalu membuka jasa layanan seks secara mandiri di wilayah Jakarta. Dia menyiapkan tempat sendiri di hotel atau pun menerima jasa panggilan.

    Untuk sekali layanan, Nabila memasang harga Rp800 ribu. Tak jarang, dia membuka jasa layanan video call sex (VCS) yang dipatok Rp150 ribu. Untuk mempromosikan dirinya, Nabila menggunakan salah satu akun media sosial.

    "Dalam sehari itu gak nentu juga sih ramai atau enggaknya. Bisa (dapat) Rp1 juta lebih kalau sehari," katanya.

    Baca Juga : Tempat Wisata di Riau

    Semua berubah drastis ketika virus corona semakin mewabah di tanah air. Dia mengatakan, pelanggan kian menurun setiap harinya. Nabila juga terpaksa menurunkan tarifnya.

    "Nurunin harga jadi Rp500 ribu biar ada uang yang masuk aja. Biar bisa bayar hotel sama makan sehari-hari saja," ucapnya.

    2. VCS jadi salah satu cara menambah pemasukan

    Bahkan untuk hari ini saja, Nabila mengaku belum juga mendapatkan pelanggan. Untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, Nabila memilih menggunakan jasa layanan VCS.

    Namun, pendapatan dari VCS masih tergolong sedikit. Dalam sehari, dia hanya melayani satu hingga dua orang dengan total pendapatan Rp300 ribu.


    1. Pemasukan semakin menurun sejak adanya COVID-19

    Wanita asal Bekasi, Jawa Barat ini menjelaskan, dia selalu membuka jasa layanan seks secara mandiri di wilayah Jakarta. Dia menyiapkan tempat sendiri di hotel atau pun menerima jasa panggilan.

    Untuk sekali layanan, Nabila memasang harga Rp800 ribu. Tak jarang, dia membuka jasa layanan video call sex (VCS) yang dipatok Rp150 ribu. Untuk mempromosikan dirinya, Nabila menggunakan salah satu akun media sosial.

    Baca Juga : Risiko COVID-19 pada Bayi dan Anak Kecil, Ini 5 Fakta Pentingnya

    "Dalam sehari itu gak nentu juga sih ramai atau enggaknya. Bisa (dapat) Rp1 juta lebih kalau sehari," katanya.

    Semua berubah drastis ketika virus corona semakin mewabah di tanah air. Dia mengatakan, pelanggan kian menurun setiap harinya. Nabila juga terpaksa menurunkan tarifnya.

    "Nurunin harga jadi Rp500 ribu biar ada uang yang masuk aja. Biar bisa bayar hotel sama makan sehari-hari saja," ucapnya.

    2. VCS jadi salah satu cara menambah pemasukan

    Bahkan untuk hari ini saja, Nabila mengaku belum juga mendapatkan pelanggan. Untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, Nabila memilih menggunakan jasa layanan VCS.

    Namun, pendapatan dari VCS masih tergolong sedikit. Dalam sehari, dia hanya melayani satu hingga dua orang dengan total pendapatan Rp300 ribu.

    "Gue gak pernah jajan lagi sekarang. Benar-benar duit buat makan doang sama bayar hotel. Makan juga sampai makan warteg kemarin, saking mau ngiritnya," jelasnya.

    3. Bermigrasi ke daerah lain

    Hal yang sama turut terjadi pada Putri. Wanita berusia 24 tahun asal Bandung, Jawa Barat ini sebenarnya sempat berhenti selama dua tahun dari pekerjaan sebagai PSK. Namun karena kebutuhan yang mendesak, dia memutuskan kembali ke 'bisnis lendir' ini.

    "Awal (open) BO tahun 2016. Selain karena niat sendiri, waktu itu ada ajakan juga dari teman yang open BO juga," ungkapnya kepada IDN Times.

    Putri memasang tarif yang berbeda. Untuk durasi short time (ST) dia mematok harga Rp750 ribu sampai Rp1 juta. Kemudian durasi long time (LT) seharga Rp4 juta. Putri juga menyediakan tempat dan menerima panggilan. Dia mempromosikan dirinya, lewat salah satu akun media sosial.

    "Dalam satu bulan kalau ramai, bisa sampai kira-kira (dapat) Rp10-15 juta," ujar Putri.

    COVID-19 menjadi masalah bagi Putri. Sebab, baik pelanggan maupun dirinya, takut tertular virus tersebut. Untuk mengantisipasinya, Putri hanya menerima tamu langganan.

    Putri sendiri biasa membuka jasa layanan seks di wilayah Jakarta Selatan. Karena menurunnya jumlah pelanggan, dia bermigrasi ke wilayah Tangerang, Banten.

    "Gue dalam seminggu, ibaratnya kalau di (Panglima) Polim, itu gua dapat tamu tiga hari sekali atau empat hari sekali. Kalau di sini (Tangerang), gua dapat tamu tuh dua hari sekali atau sehari sekali," jelasnya.

    Menurutnya, aturan di wilayah Jakarta Selatan cenderung ketat. Orang-orang hampir tidak pernah lalu lalang akibat adanya virus corona.

    "Jadi kalau di Polim gue ngejar nih. 'Wah gue harus dapat tamu nih'. Kalau di sini (Tangerang), gue semau gue. Bahkan, guea bisa nolak tamu-tamu kalau gue gak pengen," katanya.

    "Kalau di Polim saking gak ada tamunya, sekalinya ada tamu dan dia nawar sesuai budget gua, ayo," sambungnya.

    4. COVID-19 justru membawa berkah bagi pekerja seks ini

    Seorang wanita-pria (waria) bernama Inka, memiliki pandangannya tersendiri terhadap wabah COVID-19. Inka sendiri tinggal di wilayah Jakarta Barat. Dia memasang tarif layanan seks sebesar Rp800 ribu untuk durasi ST dan Rp2 juta untuk durasi LT. Untuk jasa VCS, Inka memasang harga antara Rp500-700 ribu.

    Inka juga menyediakan tempat dan menerima layanan panggilan. Untuk layanan panggilan, Inka menerapkan sistem down payment (DP). DP itu digunakan sebagai uang transportasi menuju lokasi panggilan. Untuk mempromosikan diri, Inka juga menggunakan salah satu akun media sosial.

    "Yang jelas, (pendapatannya) cukup buat makan, cukup bayar kosan, cukup buat shopping, cukup buat mempercantik diri di salon. Dan selebihnya, buat tabungan," jelas waria berusia 22 tahun ini.

    Adanya virus corona tidak menjadi masalah bagi keuangan Inka. Dia hanya menegaskan, selalu berhemat selama pandemik COVID-19.

    "Kalau menurut aku sih semenjak adanya virus corona tamu semakin banyak," ucapnya.

    Namun begitu, Inka tidak asal dalam menerima tamu. Untuk mencegah penularan virus corona, dia juga selalu menjaga kebersihan.


    "Bukan jadi waria seenaknya. Waria-waria dandanan gitu kan yang gak tahu kebersihan. Asal nyolok sana sini, gak pakai kondom. Itu kan bahaya," jelasnya.

    "Lihat-lihat tamu juga. Tamu-tamu orang dari luar (negeri), orang dari Tiongkok, aku gak terima dulu," katanya menambahkan.

    5. Pekerja seks yang tergabung dengan OPSI selalu diberikan edukasi


    Sementara itu, Koordinator Nasional Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI), Liana mengatakan, pekerja seks sangat terdampak akibat pandemik virus corona di Indonesia.

    "Karena akses bekerja dan bergerombol dibatasi. Bahkan, sejumlah tempat hiburan juga tutup yang membuat sumber penghasilan pekerja seks terhambat," kata Liana.

    Untuk itu, OPSI akan melakukan sejumlah upaya guna membantu pekerja seks yang tergabung dengan OPSI. Liana menjelaskan, sebagian besar dari anggota OPSI merupakan pekerja seks. Mereka juga bekerja di bidang sosial sebagai penjangkau di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

    "Untuk memberikan edukasi terkait HIV dan COVID-19. Dalam hal ini, kami memberikan bahan-bahan materi melalui media sosial yang OPSI punya," jelasnya.

    6. 1.825 pekerja seks yang tersebar di 19 Provinsi akan diberikan bantuan

    Liana menuturkan, OPSI mendapat dukungan dari Aids Foundation. Mereka akan memberikan bantuan dalam bentuk pengecekan kesehatan dan kebutuhan pokok. Bantuan itu akan diberikan kepada 1.825 pekerja seks yang tergabung dalam OPSI.

    OPSI sendiri tersebar di 19 provinsi. Di antaranya, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera barat, Jambi, Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat. Kemudian Bali, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua Barat, Papua, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

    Selanjutnya, OPSI akan bekerja sama dengan mitra lainnya untuk menanggulangi penyebaran HIV bagi pekerja seks di tengah pandemik COVID-19. OPSI juga akan menggalang dana untuk diberikan kepada pekerja seks, dan mempersiapkan strategi mengatasi isu kesehatan mental selama wabah COVID-19.

    "Untuk pekerja seks yang hidup dengan HIV kami berikan dana tunai untuk transport ke layanan kesehatan. Karena mereka harus ambil ARV (antiretroviral) secara rutin dan juga sembako. Kalau yang tidak positif HIV, kami hanya berikan sembako," tutur Liana.

    7. Tak ingin disebut sebagai pekerja seks komersial

    Liana melanjutkan, 1.825 pekerja seks itu berusia di atas 18 tahun. Syarat agar mendapatkan bantuan adalah, pekerja seks yang masih aktif baik yang positif HIV maupun tidak. Liana mengatakan, OPSI tidak sembarangan dalam memberikan bantuan. Pihaknya akan melakukan seleksi.

    "Untuk menghindari satu orang pekerja seks mendapatkan bantuan double dari lembaga lain. Kan kasihan yang gak dapat. Karena jaringan dan lembaga lain juga sedang memiliki program bantuan juga untuk masa COVID-19 ini," jelasnya.

    Lebih lanjut, Liana meminta agar tidak menyebut pekerja seks sebagai pekerjaan yang komersial. Menurutnya, pekerja seks sama dengan pekerjaan lainnya.

    "Kenapa kami yang diberikan label komersial? Sedangkan semua orang bekerja pastinya pengen dapat uang termasuk dokter. Kenapa mereka tidak disebut dokter komersial atau direktur komersial?" ujarnya.

    8. Pasien positif virus corona di Indonesia kini berjumlah 2.956 orang

    Juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona atau COVID-19 Achmad Yurianto, melaporkan jumlah kasus virus corona di Tanah Air kini mencapai angka 2.956 kasus. Dengan demikian, dalam kurun waktu 24 jam, kenaikan angka kasus sebanyak 218 kasus.

    Jumlah kenaikan angka itu terhitung sejak Selasa (7/4) pukul 12.00 WIB sampai Rabu (8/4) pukul 12.00 WIB.

    "Ada kasus baru 218, sehingga total 2.956 kasus," ujar Yuri dalam keterangan persnya yang disiarkan langsung dari channel YouTube BNPB Indonesia, Selasa (7/4).

    Untuk kesekian kalinya, Yuri meminta masyarakat untuk rutin mencuci tangan, tetap di dalam rumah, serta menjaga jarak dengan orang lain demi mencegah penularan virus corona. Ia juga meminta masyarakat untuk disiplin dalam penggunaan masker sebagai alat pelindung diri.

    Angka kasus kematian akibat virus corona juga kian bertambah. Yuri memaparkan, kini jumlahnya berada di angka 240 kasus. Dengan rincian adanya tambahan sebanyak 19 kasus kematian dari update sebelumnya.

    "Ada 19 kasus meninggal, sehingga total menjadi 240," kata Yuri.

    Menjadi sebuah harapan di tengah angka kasus yang terus meroket, Yuri juga menyampaikan adanya penambahan pasien kasus sembuh yaitu sebanyak 18 kasus. Sehingga, total pasien positif virus corona yang telah sembuh yaitu, 222 kasus.

    "Ada 18 kasus yang sudah sembuh sehingga total menjadi 222 kasus," ujarnya.

    9. Tersebar di 32 provinsi, pasien positif virus corona terbanyak di Jakarta

    Total penyebaran virus corona tersebut terdapat di 32 Provinsi. DKI Jakarta menjadi provinsi dengan penyumbang terbanyak kasus virus corona yaitu sebanyak 1.470 kasus. Lalu, peringkat kedua diduduki oleh Jawa Barat 365 kasus dan dilanjutkan oleh Banten 212 kasus.

    Berikut ini data lengkap rincian penyebaran virus corona di 32 provinsi di Indonesia :

    1. Aceh 6 kasus
    2. Bali 49 kasus
    3. Banten 212 kasus
    4. Bangka Belitung 2 kasus
    5. Bengkulu 2 kasus
    6. Yogyakarta 41 kasus
    7. DKI Jakarta 1.470 kasus
    8. Jambi 2 kasus
    9. Jawa Barat 365 kasus
    10. Jawa Tengah 140 kasus
    11. Jawa Timur 196 kasus
    12. Kalimantan Barat 10 kasus
    13. Kalimantan Timur 32 kasus
    14. Kalimantan Tengah 20 kasus
    15. Kalimantan Selatan 22 kasus
    16. Kalimantan Utara 16 kasus
    17. Kepulauan Riau 9 kasus
    18. Nusa Tenggara Barat 10 kasus
    19. Sumatera Selatan 16 kasus
    20. Sumatera Barat 18 kasus
    21. Sulawesi Utara 8 kasus
    22. Sulawesi Tenggara 11 kasus
    23. Sumatera Utara 59 kasus
    24. Sulawesi Selatan 127 kasus
    25. Sulawesi Tengah 5 kasus
    26. Lampung 15 kasus
    27. Riau 12 kasus
    28. Maluku Utara 2 kasus
    29. Maluku 3 kasus
    30. Papua Barat 2 kasus
    31. Papua 38 kasus
    32. Sulawesi Barat 2 kasus

    Dalam proses verifikasi di lapangan 34 kasus. (LK)

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Jeritan Pekerja Seks di Tengah Ancaman Virus Corona
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar