Taat Beragama, Solusi Hadapi Covid-19

Daftar Isi

    Foto: Angga Minanda 

    Lancang Kuning, PEKANBARU -- Hingga tanggal 27 Maret 2020 tercatat 1.046 orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 dan 87 korban jiwa. Hal ini tentu saja mengkhawatirkan sehingga menimbulkan kepanikan ditengah masyarakat. Bahkan meningkat dari hari ke hari. Dapat dilihat dari kondisi di pusat perbelanjaan dan apotik. Masyarakat beramai-ramai memborong bahan pokok yang kini persediaannya semakin menipis, begitu juga halnya dengan persediaan masker, hand-sanitizer, suplemen vitamin dan hal medis lainnya turut langka di pasaran. 

    Baca Juga: Covid-19, Pemda Diminta Beri Dukungan dan Support kepada Komunitas

    Berdasarkan hasil simulasi dan pemodelan sederhana yang dilakukan Pusat Pemodelan Matematika dan Simulasi (P2MS) ITB disampaikan bahwa prediksi penyebaran Covid-19 di Indonesia akan mencapai puncak pada minggu kedua atau ketiga April dan berakhir pada akhir Mei atau awal Juni. Berarti selama 2 bulan kedepan masyarakat Indonesia harus sungguh-sungguh dan bahu membahu dalam menghadapi Covid-19, yang mana telah membuat Italia, Iran, China, Spanyol dan Amerika Serikat kewalahan akibat ribuan rakyatnya yang meninggal dunia.

    Menyukseskan Kolaborasi Pentahelix.
    BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) memiliki peran penting dalam Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo melalui Keppres No. 7 Tahun 2020. 

    Baca Juga: Rumah Zakat Semprotkan Disinfektan di Kantor LancangKuning.com

    Selain itu, melalui UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, BNPB pun memiliki sejumlah kemudahan akses strategis seperti pengerahan SDM dan komando untuk memerintah lembaga. Dalam menghadapi penyebaran pandemi Covid-19 ini, salah satu upaya yang dilakukan BNPB adalah melakukan kolaborasi pentahelix. Apa itu kolaborasi pentahelix? Menurut KBBI, kolaborasi adalah perbuatan kerjasama. Sedangkan penta adalah lima dan helix adalah jalinan. Sehingga kita bisa mengartikan kolaborasi pentahelix adalah jalinan kerjasama antara lima unsur utama. 

    Kolaborasi memiliki daya efektifitas yang lebih tinggi daripada koordinasi dan komunikasi. Kolaborasi akan meruntuhkan dinding-dinding/sekat-sekat yang ada demi mencapai tujuan dan manfaat bersama. Hal ini perlu dilakukan karena negara memang sedang tidak baik-baik saja.

    Baca Juga: Makanan Khas Pekanbaru

    Permasalahan Covid-19 memiliki dampak negatif yang massive, terarah dan pasti bagi bidang-bidang lain dalam kehidupan bernegara, sebut saja masalah ekonomi, sosial politik, birokrasi, populasi dan sebagainya. Siapa sajakah pentahelix ini? Mereka adalah  pemerintah, akademisi (pakar), pebisnis (dunia usaha), komunitas (kelompok masyarakat), dan media.

    Seruan agama dalam menghadapi Covid-19. Komunitas keagamaan termasuk dalam komunitas masyarakat yang turut mengambil bagian dalam kolaborasi pentahelix yang digagas BNPB. Minggu lalu (19/3), Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengadakan pertemuan dengan FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama), pengurus/pemuka organisasi keagamaan beserta pihak Kepolisian dan TNI. 

    Baca Juga: Tempat Wisata di Riau

    Organisasi keagamaan tingkat DKI ini antara lain MUI (Majelis Ulama Indonesia), Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), Keuskupan Agung, Perwakilan Umat Budha Indonesia (WALUBI), dan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI). 

    Sebelumnya (17/3) ada pertemuan antara DMI (Dewan Masjid Indonesia) dengan MUI, terkait fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah Dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19. Dalam minggu ini, kitapun mendapat kabar bahwa beberapa pemerintah daerah provinsi maupun kota/kabupaten lainnya turut mengadakan rapat dengan organisasi keagamaan tingkat daerah, seperti di Provinsi Sumatra Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Maluku, Papua dan sebagainya. 

    Hasil dari pertemuan tersebut adalah sikap untuk bersama-sama (kolaborasi) dalam rangka meminimalisir penyebaran pandemi Covid-19 dengan melakukan seruan-seruan keagamaan. Seperti yang kita ketahui bahwa masing-masing agama di Indonesia memiliki aktifitas (ritual) keagamaan dengan melibatkan jumlah massa yang banyak dalam sebuah kerumunan (lebih dari 15 orang).

    Misalnya dalam agama Islam ada sholat berjamaah 5 kali dalam sehari, sholat Jumat, kajian dakwah dan majelis taklim; dalam agama Kristen ada  peribadatan di gereja; umat Budha juga demikian di Vihara dan umat Hindu di Pura yang baru saja merayakan Hari Raya Nyepi. Seluruhnya sepakat untuk melakukan segala ritual ibadah di rumah masing-masing dan tidak membentuk kerumunan massa.

    Disinilah letak indahnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang sangat beragam dan beragama. Kita dapat bersatu demi menghadapi musuh bersama (common enemy) yang dapat membahayakan keberlangsungan negara. Kita berharap persatuan, toleransi, tenggang rasa dan rasa senasib sepenanggungan ini dapat terus ada dalam mindset kita selaku warga NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).

    Umat Islam; Pemerintah dan Ulama menyeru kalian.
    Saat ini kita dapat memperoleh informasi dari berbagai media baik media massa (cetak maupun elektronik) maupun media sosial di smartphone. 

    Salah satu informasi yang patut kita pahami baik-baik dan perhatikan secara seksama adalah seruan, himbauan dan maklumat pemerintah dan ulama terkait penanggulangan pandemi Covid-19 ini. Pemerintah (baik itu kepala pemerintahan pusat maupun daerah dan Kementerian Agama pusat maupun wilayah) dan organisasi Islam (MUI, Muhammadiyah, NU, dan sebagainya) telah membuat seruan dan himbauan yang didasarkan pada kajian keilmuan baik itu ilmu agama, kesehatan, ekonomi, sosial dan sebagainya. 

    Seruan dan himbauan yang dibuat oleh lembaga-lembaga tersebut secara jelas, rinci dan komprehensif telah memberi pedoman kepada kita bagaimana bertindak dan bergerak pada keadaan seperti saat ini. Bahkan Kementerian Agama melalui akun media sosialnya dan Dirjen Bimbingan Masyarakat terus menginformasikan mengenai hal-hal terkait peribadahan dalam masa pandemi Covid-19, misalnya saja tentang protokol penyelenggaraan jenazah korban Covid-19 dari berbagai ajaran agama. 


    Sebagai warga negara yang relijius, sikap kita selanjutnya adalah taat dan patuh pada seruan dan himbauan pemerintah, karena ini merupakan perintah Allah ﷻ  sebagaimana yang tertuang dalam QS. An-Nisa: 59 untuk taat pada ulil amri di antara kalian. Rasulullah ﷺ juga bersabda, “Bagi setiap muslim, wajib taat dan mendengar pemimpin kaum muslimin dalam hal yang disukai maupun hal yang tidak disukai, kecuali jika diperintahkan dalam maksiat.” (HR. Bukhari/7144). Apabila kita taat maka akan ada pahala atas ketaatan kita kepada Allah ﷻ  dan Rasulullah ﷺ. 

    Kemudian agama kita juga mengajarkan agar senantiasa menganalisis kebenaran dari setiap berita, sehingga kita berkomitmen untuk tidak menyebar berita bohong (tidak terbukti kebenarannya) agar tidak memunculkan infodemik (kondisi banjirnya informasi sehingga menyulitkan seseorang dalam mengambil keputusan/Eka Nugraha,2020). Kita diminta untuk bersikap tenang (Al Hilm) dan berhati-hati dalam bertindak (Al Anah). 
    Jangan sekali-kali kita melupakan ibadah yang satu ini, yaitu berdoa. Doa adalah sebuah harapan dari kesabaran kita selama ini. 

    Dengan berdoa, kita akan termotivasi untuk hidup lebih tenang, bahagia dan berkualitas. Inilah yang dapat menaikkan imunitas tubuh kita, daripada panik dan kolaps. Imunitas tubuh yang baik dapat bertempur melawan Covid-19. Dalam QS. Ghafir:60, Allah ﷻ berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” Sampai disini saja kita sudah paham bahwa harapan itu indah dan akan semakin indah apabila kita sabar. 

    Kesabaran pun dituntut dalam melaksanakan seruan dan himbauan dari pemerintah dan organisasi keagamaan. Bagaimana tidak, tidak akan mudah bagi seorang laki-laki muslim yang sejak kecilnya (malah sebelum baligh) untuk mengganti sholat jumat berjemaah menjadi sholat zhuhur di rumah. 

    Walau kemudian kita paham bahwa jika ada udzur syari (halangan) sehingga tidak bisa melakukan ibadah rutin (yang biasa dilakukan) maka insyaAllah tetap akan dicatat seperti kebiasaan dia melakukannya. Hal ini karena kita taat pada pemerintah dan seruan ulama, juga karena kita menerapkan kaidah menolak bahaya lebih didahulukan daripada menarik manfaat.

    Dari social distancing menjadi physical distancing.
    Pekan lalu WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) menganjurkan mengganti istilah social distancing menjadi physical distancing karena agar virus tidak menyebar luas maka yang perlu diberikan jarak adalah fisik bukannya memisahkan interaksi sosial. Interaksi sosial dapat terus berlangsung dengan berbagai macam cara, apalagi seperti di zaman revolusi industri 4.0 ini. 

    Baik itu social distancing maupun physical distancing, umat Islam sepatutnya memahami dengan benar akan istilah ini karena Rasulullah ﷺ sudah sejak lama mengabarkannya masa kenabian beliau. Sebagaimana yang terdapat dalam sabda beliau, Larilah engkau dari orang yang terkena kusta (wabah), sebagaimana engkau lari dari singa (HR. Ahmad/9722) dan Tidak boleh melakukan mudharat bagi diri sendiri dan juga memudharatkan orang lain (HR. Ibnu Majah).

    Tidak seperti kebanyakan diantara kita yang pada saat ini sulit sekali untuk tidak berkumpul-kumpul di mall, bermain games online di warnet, kongkow di kedai kopi atau cafe, kopdar komunitas dan sebagainya. Untuk menyikapi realita seperti ini bahkan ada yang membuat sindiran di media sosial bahwa keberadaan kita saat ini hanya pada tiga tempat saja yaitu dirumah, dirumah sakit, atau di album kenangan. 

    Tapi ini pun tidak sepenuhnya benar karena masih ada saudara-saudara kita yang tidak bisa Work From Home (WFH) sehingga harus ke kantor atau keluar rumah. Maka dari itu, segeralah kita taat dalam beragama agar musuh bersama (common enemy) kita saat ini bisa kita kalahkan. Jika ada yang melanggar maka hal tersebut adalah pertanggungjawabannya kepada Allah, karena pemerintah, ulama dan para pakar telah memberikan petunjuk. (LK)

    Penulis: Angga Minanda, Pemerhati Sosial dan Pernah Menjadi Pengajar 
    di MTs Al-Ittihadiyah Pekanbaru
    Ditulis pada 27 Maret 2020.

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Taat Beragama, Solusi Hadapi Covid-19
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar