Daftar Isi
Foto: Ilustrasi Malaria
Lancang Kuning, JAKARTA -- Teka-tekichloroquine, atau obat pengobatan penyakit malaria yang diduga dapat menyembuhkan infeksi virus corona(Covid-19) dijawab oleh para peneliti.
Penelitian yang dilakukan departemen infeksi dan imunitas di Pusat Klinik Kesehatan Masyarakat Shanghai menyatakan obat malaria chloroquine tidak efektif mengobati pasien positif virus corona.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sudah membantah terkait hoaks obat chloroquine yang dapat menyembuhkan penyakit (covid-19). Dalam klarifikasinya, Kemenkominfo secara resmi mencabut keterangan yang merujuk pernyataan WHO pada Februari silam.
Baca Juga: Bupati Inhil Ikut Semprot Disinfektan di Pusat Keramaian
Kembali ke hasil penelitian, para peneliti mengatakan pengobatan konvensional selain chloroquine di tengah situasi belum tersedianya vaksin Covid-19 justru lebih efektif memulihkan kondisi pasien corona.
Baca Juga: Tempat Wisata di Riau
Sebab laporan yang diterbitkan oleh Journal of Zhejiang University di China menunjukkan bahwa pasien yang meminum obat Hydroxychloroquine atau chloroquine tidak menunjukkan reaksi pemulihan. Namun, penelitian itu hanya melibatkan 30 pasien.
Melansir Bloomberg, 13 dari 15 pasien yang diberi obat malaria selama satu minggu dinyatakan tetap positif Covid-19. Sedangkan 14 dari 15 pasien yang tidak mendapatkan chloroquine juga masih dinyatakan negatif.
Baca Juga: Persyaratan Personil Administrasi
Seperti mengutip CNN, Pasien yang tidak menerima chloroquine mendapat perawatan konvensional dan obat yang direkomendasikan dalam pedoman pengobatan China, seperti lopinavir dan ritonavir.
Dalam penelitian itu, peneliti bahkan menyatakan kondisi pasien yang diobati dengan hydroxychloroquine berkembang menjadi semakin parah selama penelitian.
Selain itu, empat pasien lain yang diberi chloroquine mengalami diare dan tanda-tanda kerusakan hati yang potensial.
Baca Juga: Makanan Khas Pekanbaru
Meski demikian, para peneliti menyimpulkan bahwa penelitian tambahan menggunakan jumlah pasien yang lebih besar diperlukan untuk menyelidiki sepenuhnya risiko dan manfaat obat. Selain itu, hasil penelitian tersebut tidak signifikan secara statistik.
Melansir NPR, Food and Drug Administration AS memperingatkan bahwa antusiasme bahwa Hydroxychloroquine dapat mengobati penderita COvid-19 terlalu premature. Sebab, studi klinis yang besar terhadap obat melawan COVID-19 baru saja dimulai. (LK)
Komentar