Daftar Isi
LancangKuning.com - Kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal pembatasan operasional transportasi umum dan untuk mencegah penyebaran virus corona dianggap setengah matang. Langkah Anies itu, tidak berdasarkan kajian yang tepat atau Evidence Based Policy.
"Kemarin Anies buat kebijakan mengurangi transportasi umum. Hari ini terjadi antrean luar biasa di transportasi publik. Ini meningkatkan risiko penularan. Saya bingung kok pejabat kita buat blunder terus," ujar Peneliti Kebijakan Publik sekaligus dosen Universitas Indonesia, Roy Valiant Salomo kepada CNNIndonesia.com, Senin (16/3).
Anies mengimbau warga mengurangi penggunaan transportasi umum. Imbauan Anies itu ditindaklanjuti sejumlah operator transportasi umum. PT Transportasi Jakarta membatasi operasional bus. Mulai Senin (16/3) TransJakarta hanya beroperasi di 13 rute. Begitupun dengan MRT. Penumpang MRT hanya dibatasi 60 orang.
Sembari membicarakan hal tersebut, kata dia, Pemprov DKI Jakarta seharusnya juga bisa menyediakan sarana berupa transportasi umum demi mencegah penumpukan yang terjadi seperti pagi hari ini.
"Kemudian tim yang sudah ada harus secara masif harus melibatkan semua komponen, peran serta masyarakat sampai RT-RW dikumpulkan, semua diberikan sosialisasi sekaligus edukasi," lanjut dia.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jakarta Raya Teguh P. Nugroho juga menilai kebijakan Pemprov DKI terkait pembatasan angkutan umum demi mencegah virus corona (Covid-19) tidak tepat. Sebab, pembatasan tersebut justru berdampak pada penumpukan penumpang di sejumlah moda transportasi.
"Menurut kami tidak tepat, pengurangan jumlah armada, pengurangan frekuensi dan waktu layanan," kata Teguh kepada CNNIndonesia.com, Senin (16/3).
Padahal, menurut Teguh, Pemprov DKI telah melakukan sejumlah langkah antisipasi penyebaran virus corona dengan baik. Mulai dari penutupan tempat rekreasi hingga penutupan sekolah selama dua pekan.
"Tapi menurut kami yang satu ini (pembatasan angkutan umum) yang ini langkah blunder," ujarnya.
Dibanding melakukan pembatasan, Teguh juga menyebut bahwa Pemprov seharusnya justru meningkatkan pelayanan di moda-moda transportasi umum itu. Peningkatan layanan itu, lanjutnya, sebagai upaya untuk mencegah virus corona.
Disampaikan Teguh, ada sejumlah indikator yang bisa dipertimbangkan dalam meningkatkan layanan di moda transportasi umum.
Mulai dari pemeriksaan suhu tubuh, penyediaan hand sanitizer, penyediaan fasilitas kesehatan serta petugas kesehatan, hingga petunjuk terkait fasilitas kesehatan tersebut. Kemudian, juga disiapkan alat edukasi terkait Covid-19 di tempat transportasi publik serta SOP penanganannya.
"Minimal kami sampaikan indikator-indikator itu tadi terpenuhi begitu ya tidak harus ada pengurangan (pembatasan transportasi) justru menurut kami harusnya ada penambahan," ucap Teguh.
Menurut Teguh, penambahan armada transportasi umum itu perlu dilakukan sebab jika dilakukan pengecekan suhu oleh petugas bakal berdampak pada antrean penumpang. Karenanya, untuk menghindari terjadinya penumpukan penumpang maka perlu ada peningkatan jumlah armada dan peningkatan frekuensi antar armada.
"Ini untuk memberikan jarak yang lebih baik antar penumpang ketika mereka melakukan pengukuran suhu tubuh, jadi bukan dengan mengurangi jumlah frekuensinya, justru harus melakukan penambahan," tuturnya.
Sumber : cnnindonesia.com
Komentar