Daftar Isi
LancangKuning.com-Banjir yang melanda Jakarta kembali memancing netizen melontarkan kritikan terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Media sosial (medsos) hari ini riuh dengan bermacam komentar yang ditujukan kepada orang nomor satu di DKI Jakarta tersebut.
Melihat fenomena ini, pengamat medsos dari Institut Medsos dan Diplomasi Komunikonten Hariqo Wibawa Satria mengatakan, ada bermacam tipe netizen saat mereka melontarkan kritik pada pemimpin daerah mereka.
Hariqo mencontohkan, ketika X menggunakan medsos untuk mengkritik Jokowi, Anies Baswedan, Wahidin Halim, Ridwan Kamil, Ganjar Pranowo, Khofifah Indar Parawansa, Tri Rismaharani atau pemimpin manapun karena banjir atau masalah fundamental seperti kemiskinan, ketidakadilan, dan sebagainya, lalu Y merespon di kolom komentar dengan kalimat 'kasihan beliau', 'jangan salahkan beliau terus', 'introspeksi diri masing-masing, mari kita bertaubat', '2024 masih lama', 'Sabar, sebentar lagi puasa' dan lain-lain, ada tujuh kemungkinan.
"Kemungkinan Y ini: 1) timses, 2) fans berat, 3) rumahnya tidak kebanjiran, 4) sudah kaya, 5) hanya mau mendengar berita positif, pujian tentang tokoh idolanya, 6) lupa janji manis sang pemimpin saat pemilu agar dicoblos, 7) dipikirnya sistem negara kita ini kerajaan," komentar Hariqo lewat pesan instant, Selasa (25/2/2020).
Menurutnya, tidak apa-apa jika netizen melontarkan kritik, mengingat Indonesia adalah negara demokratis. Namun, perlu dipahami pula bahwa kritikan harus disampaikan dengan cara yang baik dan bertujuan konstruktif.
"Rakyat mengeluh, mengkritik, marah itu sangat boleh dan dilindungi UU. Yang gak boleh memfitnah, menjarah, buang sampah sembarangan, dan lain-lain. Pemimpin punya segala hal yang diperlukan untuk perbaikan, tinggal kemauan dan keberanian untuk menderita," sebutnya.
Hariqo lantas mengutip pernyataan salah satu pahlawan nasional Haji Agus Salim. Pada 1925, di rumah kontrakannya Haji Agus Salim pernah mengatakan: memimpin adalah menderita. Konsistensi Haji Agus Salim dalam perilaku sesuai ucapannya ini membuat Soekarno pada 1947 menobatkan Haji Agus Salim sebagai 'The Grand Old Man'.
Komentar